Oktober 30, 2013

Sosok Mulia Itu Bernama Ibu

Dimuat di Bernas Jogja, Kamis/31 Oktober 2013

138317889836307344

Sumber Foto: http://www.galangpress.com/

Judul: Bread for Venus, Pesan Cinta Ibu dan Putrinya
Penulis: Lintong Simaremare dan para Kontributor
Penyunting: Danang Budi Nurcahyo
Penerbit: Galang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: 1/ Agustus 2013
Tebal: xii + 112 halaman
ISBN: 978-602-9431-25-4
Harga: Rp30.000

“Hadiah terindah bukan apa yang ingin kita dapatkan, namun apa yang diberikan dengan upaya-upaya cinta dan sebuah ketulusan.” - halaman 31

Bahtera keluarga muda diterjang badai tatkala mengarungi samudera kehidupan. Bahkan sang istri sampai beranggapan bahwa tidak mungkin bahagia kalau terus bersama suaminya di bawah satu atap. Lalu, sang istri tersebut mengadu kepada ibunya.

Berikut ini petuah bijak dalam surat Ibunda, “Sembari mengatasi rasa rindu, baiklah ibu akan bercerita sebuah kisah yang dapat kamu gunakan sebagai refleksi sebagai pelajaran untuk menghadapi kondisimu saat ini. Mudah-mudahan kamu tak merasa Ibu gurui dengan segala pendidikan tinggi dan pengetahuan yang telah kamu miliki.”

Dalam sebuah pengadilan hati, berkatalah malaikat penuntut kepada manusia bumi - seorang istri, “Apakah suamimu membahagiakanmu?” Lalu dijawabnya, “Tidak!” Pertanyaan sama dilontarkan kepada suami, sang suami menjawabnya lebih tegas, “Sama sekali tidak, wahai malaikat penuntut!”

Selanjutnya, malaikat pembela mengambil kesempatan bertanya dalam sidang tersebut, “Coba lupakan orang lain sejenak dari pikiranmu atau lupakan dunia ini dengan segala masalahmu. Apakah engkau bahagia?” Spontan kedua anak manusia itu menjawab serentak, “Ba…Ba…Bahagia…”

Sejenak hening, lalu hakim malaikat berujar lagi, “Memang seharusnya demikian, bahwa kebahagiaanmu bukan karena orang lain, tetapi karena engkau mengerti bahwa ada Tuhan di dalam hatimu. Pulanglah…berhentilah menuntut orang lain untuk membahagiakanmu, karena kalian diturunkan ke bumi bukan untuk mencari kebahagiaan. Kalian seharusnya membagikan kebahagiaan yang sudah kami penuhi dari sini sebelum menurunkanmu.” (halaman 91).

Begitulah salah petuah bijak dari seorang ibu kepada putrinya. Total ada 28 surat cinta dalam buku ini. Sistematikanya terbagi dalam 5 bagian. Yakni Refleksi, Anugerah, Selamat, Rindu, dan Didikan. Lintong Simaremare mengangkat nilai adiluhung yang bertaburan dalam relasi dua individu, sang ibu dan putrinya.

Ada juga kisah tentang Nanda. Ia dulu berpamitan kepada ibu hendak kuliah sembari bekerja di Jakarta. Tapi Nanda justru hijrah ke luar negeri menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Arab Saudi. Ia sudah dipecat oleh perusahaan tempatnya bekerja karena kedapatan berselingkuh dengan bosnya.

Akibat hubungan gelap tersebut, Nanda sampai memiliki anak. Tapi si buah hati diambil oleh istri majikannya. Karena mereka sejak menikah belum memiliki anak. Awalnya, Nanda berusaha mempertahankan anaknya, tapi istri bosnya mengancam akan memenjarakan kalau Nanda mengambil anak hasil hubungan gelap dengan suaminya.

Akhirnya, sang ibu mengetahui kalau Nanda yang selama ini ia rindukan telah berada di negeri seberang. Hebatnya, sang ibu bisa menerima kepahitan hidup tersebut. Ia tetap menanti Nanda kembali pulang ke rumah. “Tolong sampaikan salam kami untuk Nanda. Ibu akan selalu merindukan Nanda, merindukannya untuk pulang, dan selalu mencintainya dengan segala apa yang telah terjadi.” (Halaman 109).

Manusia tentu pernah memiliki keburukan hati, namun balasannya adalah cinta. Para ibulah yang memberikan semua itu. Masih banyak kisah-kisah menggetarkan lainnya. Dengan menyelami isi buku  ini niscaya sidang pembaca diliputi rasa syukur. Terutama terkait kehadiran sosok mulia yang bernama ibu. Sebab seperti kata pepatah, cinta ibu memang sepanjang jalan. (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Privat Bahasa Inggris di Jogja).

13831790861914604561

Tidak ada komentar: