November 23, 2013

Putri Salma dan Baju-Baju

Dimuat di Suara Merdeka, Minggu/10 November 2013

Kerajaan Wora-wari memiliki seorang tuan putri. Putri Salma suka sekali bersolek. Baginda raja juga sangat memanjakan anak perempuan satu-satunya tersebut. Segala keinginan tuan putri selalu dituruti. Bahkan untuk mengurus kebutuhan sehari-hari, baginda raja sampai harus mengupah seorang dayang khusus.

Tugas utama Mbok Inah - nama dayang tersebut - menyiapkan gaun dan pernak-pernik pakaian untuk Putri Salma. Ada satu sifat tuan putri yang merepotkan bibi dayang, yakni cepat bosan dan suka bergonta-ganti pakaian. Pakaian yang masih baru dalam hitungan hari sudah di “pensiun” kan ke dalam lemari kayu. Intinya, Putri Salma ingin selalu mengenakan baju model terbaru.

Alhasil, lemari pakaian di pojok kamar Tuan Putri cepat sekali penuh sesak. Sebagai solusi, Mbok Inah diam-diam membawa gaun dan baju-baju bekas tersebut ke desa terdekat. Letaknya di balik bukit, tepat di sisi utara Istana kerajaan Wora-wari.

Di desa tersebut banyak anak perempuan tak memiliki pakaian pantas pakai. Bagaimana bisa membeli pakaian, sedangkan untuk makan sehari-hari saja sulit. Biasanya mereka hanya mengenakan pakaian sederhana yang terbuat dari kain bekas karung gandum. Bahkan bila musim penghujan tiba, mereka jarang berganti pakaian. Kenapa? karena takut pakaian satu-satunya yang menempel di tubuh kalau dicuci tak bisa segera kering.

Setiap kali Putri Salma merasa bosan dengan pakaian lamanya, Mbok Inah selalu memasukkan ke karung khusus. Keesokan harinya, sebelum Tuan Putri bangun, dayang tersebut sudah berangkat ke desa terdekat untuk membagi-bagikan pakaian.

“Ini pakaian dari Tuan Putri, silakan dipilih sesuai ukuran kalian masing-masing, “ ujar Mbok Inah setiap kali membagi-bagikannya.

“Wow bagus-bagus sekali, ada yang hijau, biru, kuning dan semua pakaian ini masih baru-baru! Tolong sampaikan rasa terimakasih kami kepada Putri Salma,” sahut perwakilan dari warga desa.

“Kalau ada yang belum dapat tenang saja, esok saya akan kembali ke sini,” janji Mbok Inah.

Hari-berganti hari, bulan berganti bulan, Mbok Inah selalu mengumpulkan pakaian Tuan Putri yang tak terpakai lagi.

Tapi pada suatu pagi terjadi insiden mengejutkan. Ketika dayang tersebut sedang asyik memasukkan pakaian-pakaian Putri Salma ke dalam karung, ia ketahuan!

“Oh ternyata kamu yang mencuri pakaian-pakaianku, pantas saja lemari bajuku tak pernah penuh dan selalu kosong!” ujar Tuan Putri dengan suara meninggi sembari merebut kembali pakaian-pakaiannya.

“Maaf Tuan Putri, tapi bukankah Tuan Putri sudah tak mau memakai lagi baju-baju tersebut?“ sahut Mbok Inah.

“Aku mau menjadikannya koleksi. Walau tak pernah kupakai, aku hendak memamerkannya kepada teman-temanku,” sanggah Tuan Putri lagi.

Sebagai hukuman atas “pencurian” tersebut, Putri Salma meminta Baginda Raja memberhentikan si dayang tua. Seperti biasa Baginda Raja selalu meluluskan setiap keinginan putri kesayangannya tersebut.

Mbok Inah merasa sedih sekali, ia tak lagi mendapat upah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Padahal anak-anaknya sangat membutuhkan sumber pemasukan sebab ayah mereka telah lama meninggal dunia. Tapi apa mau di kata, nasi kini sudah menjadi bubur.

**

Suatu sore, Tuan Putri bosan berada terus di dalam Istana. Lantas, ia berjalan-jalan mengelilingi wilayah kekuasaan Baginda Raja, dari ujung selatan menuju ke utara di balik bukit. Ia ditemani dayangnya yang baru dan sepasukan prajurit.

Di desa bagian selatan, warga biasa-biasa saja. Mereka tak begitu menyambut antusias kedatangan Putri Salma. Sebagian besar hanya mengintip dari balik jendela, saat Tuan Putri dan rombongan kerajaan melintasi jalan desa yang berdebu.

Tapi keadaannya berbanding terbalik ketika Tuan Putri sampai di desa di bagian utara kerajaan. Di sana warga masyarakat - dari tua dan muda, laki-laki dan perempuan - semua tumpah-ruah menyambut Putri Salma di pinggir jalan. Bahkan mereka sampai menggelar karpet merah, sebagai alas kaki Tuan Putri agar tidak kotor.

“Ada apa gerangan?” tanya Tuan Putri dalam hati.

“Hidup Tuan Putri, Hidup Putri Salma!!!” terdengar yel-yel membahana dari para penduduk desa tersebut.

Syahdan, Tuan Putri tersadarkan bahwa sebagian besar kaum anak perempuan di desa tersebut mengenakan pakaian-pakaiannya! Mereka tampak cantik dan bahagia sekali.

Setelah dijelaskan oleh perwakilan warga desa, Tuan Putri baru paham bahwa ternyata Mbok Inah tak mencuri pakaiannya. Beliau justru berbaik hati membagi-bagikan baju-baju Putri Salma kepada warga desa yang berkekurangan tersebut.

Memakai baju dari kain gandum memang sering membuat kulit gatal. Apalagi kalau jarang dicuci, toh bukan karena mereka malas tapi karena memang hanya punya satu pakaian yang melekat di tubuh.

Dalam hati Tuan Putri merasa menyesal telah memberhentikan dayangnya. Setiba di Istana kerajaan, ia menyuruh salah satu prajurit mendatangi rumah Mbok Inah. Beliau diminta bekerja kembali sebagai dayang kepercayaan Putri Salma.

Tentu saja Mbok Inah menyanggupi dengan penuh rasa syukur. Melayani keluarga kerajaan sungguh kesempatan langka. Selain itu, ia bisa mencukupi kebutuhan keluarga serta kembali membagi-bagikan pakaian untuk penduduk desa. Tak hanya yang tinggal di wilayah utara tapi juga di sisi selatan Istana Wora-wari. Agar kebahagiaan yang dirasakan rakyat bisa merata.

13852089831416454675

Tidak ada komentar: