Belajar Berdebat secara Cerdas
Dimuat di Rubrik Peduli Pendidikan, KR, Rabu/16 Mei 2012
Dimuat di Rubrik Peduli Pendidikan, KR, Rabu/16 Mei 2012
Sebuah acara diskusi, yang
notabene bernuansa akademis di sebuah tempat dibubarkan secara paksa beberapa waktu lalu. Insiden itu sempat mewarnai media massa, termasuk di Kedaulatan Rakyat. Peristiwa tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi Kota
Pelajar tercinta ini. Kenapa? karena daya nalar dan pendekatan dialogis
tersubordinasi oleh kekuatan okol (otot).
Pada hemat penulis, akar masalahnya terletak pada ketidakmampuan
menerima multikulturalisme. Boleh dan bahkan lumrah berbeda pendapat.
Namun pantang menggunakan cara anarkistis dan mengangkat pedang untuk
merampungkan masalah. Bila tak suka dengan pemikiran seseorang, debatlah
ide tersebut dengan analisis tajam. Sehingga terjadi dialektika gagasan
dan lahirlah sintesis segar.
Menurut Ashadi Siregar (LP3Y, 1998), setidaknya ada 2 macam analisis. Pertama, analisis bagian (struktur). Kedua,
analisis proses (tahapan). Analisis bagian mengeksplorasi komponen dari
suatu benda/pemikiran seseorang. Sedangkan analisis proses lebih
terkait dengan dimensi waktu. Di sini ada lokus untuk perencanaan,
persiapan, pelaksanaan, dan eksekusi akhir.
Cara mudah mengasah kemampuan analisis ialah berdebat secara cerdas. Di kelas ekstrakurikuler English Club,
penulis acapkali mengajukan sebuah tema kepada para murid. Kemudian
kami membagi diri menjadi 2 kelompok. Ada pihak pro dan yang kontra.
Masing-masing kelompok berembug mencari argumentasi yang paling tepat
dan kuat. Kemudian menyampaikannnya secara lisan. Tentu dengan bahasa
Inggris.
Kalau tidak setuju dengan pemikiran "lawan", bantah saja dengan argumentasi yang sahih berbekal validitas data. Ini lebih
fair ketimbang main hakim sendiri dan melarang-larang dengan cara
kekerasan, Sepakat dengan pendapat Syafii Maarif, "Pemikiran orang tidak
mesti seragam. Kita hargai saja. Menghargai bukan berarti setuju,
tapi kebebasan berpendapat harus tetap dijunjung tinggi."
Akhir
kata, semoga kita sedikit bersikap lebih dewasa. Bahwasanya yang kita
tolak ialah pemikirian semata, bukan orangnya. Mari belajar dari para
murid saya di bangku SMP. Pasca sesi debat berakhir, pihak-pihak yang
semula "berseberangan" pun kembali berdamai. Pun bisa bersenda-gurau dan
jajan bersama di kantin sekolah. Sungguh indah dan elagan. (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Ektrakurikuler Bahasa Inggris di SMP Kanisius Sleman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar