Terobosan Dahlan Iskan di PLN
Dimuat di Rimanews.com, Selasa/29 Mei 2012
Sumber: http://www.rimanews.com/read/20120529/64158/terobosan-dahlan-iskan-di-pln
Dimuat di Rimanews.com, Selasa/29 Mei 2012
Sumber: http://www.rimanews.com/read/20120529/64158/terobosan-dahlan-iskan-di-pln
Judul: Indonesia, Habis Gelap Terbitlah Terang. Kisah Inspiratif Dahlan Iskan, Gaya Wartawan Mengelola Kelistrikan
Penulis: Kumpulan Tulisan
Editor: Ishadi S.K
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: IV/Februari 2012
Tebal: xviii + 202 halaman
Harga: Rp39.500
ISBN: 9786028864442
Ibarat meteor Dahlan Iskan melesatkan Jawa Pos (JP). Begawan media Jakob Utama pun mengamini. JP mengingatkannya pada tamsil, “Matahari selalu terbit dari timur." Jawa Pos menjadi Koran Nasional dari Jawa Timur.
Tak berpuas diri pada pangsa pasar Jawa Timur, JP pun merambah wilayah Indonesia Timur. Bahkan "menyerbu" pula ke Ibu Kota. Jawa Pos berhadapan langsung dengan barisan media raksasa yang terlebih dahulu menasional dari Jakarta. JP menelikung balik, menjadi nasional dari yang lokal.
Jujur saya tertarik membaca buku setebal 202 halaman ini karena terpikat gambar sampulnya. Sungguh artistik. Ternyata, lukisan rona wajah Dahlan Iskan tersebut hanya dibuat dalam 3 hari. Pelukis ulung asal Bandung, Basuki Bawono kilat menggoreskan kuasnya.
Semula buku ini sebuah proyek rahasia. Menurut Ishadi S.K, tak ada yang tahu kalau mereka hendak menerbitkan buku “Si Raja Koran dari Surabaya” itu. Bahkan dari lingkungan intern Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya beberapa direksi yang diberi kabar.
Kalau Ishadi mewawancarai sang konseptor pengalihan pemakaian BBM ke BBG dan tenaga surya (solar cell) di PLN ini, ia berdalih sekadar mau belajar bisnis model apa yang dikembangkan Dahlan Iskan. “Ya, sebagai bahan mengajar Ilmu Managemen di Program Pascasarjana UI,” ungkap Ishadi (hal ix).
Inisiator awal penggarapan buku "Indonesia, Habis Gelap Terbitlah Terang. Kisah Inspiratif Dahlan Iskan, Gaya Wartawan Mengelola Kelistrikan" memang Ishadi S.K. Namun kemudian, komisaris Trans TV dan Trans7 tersebut melibatkan darah-darah muda. Semua berusia di bawah 30 tahun.
Punggawanya ialah Willy Sakareza, jebolan teknik telekomunikasi (Elektro) ITB. Dalam waktu seminggu, mereka tuntas merampungkan konsep, daftar isi, para penulis, format, ukuran, jumlah buku yang akan dicetak, launching, marketing, budget, lengkap dengan nama percetakan dan penerbit bukunya.
Semua pihak yang diminta menulis ihwal man of action - yang notabene mampu mengatasi kemacetan listrik selama 65 tahun hanya dalam 1 tahun kepemimpinan di PLN - langsung menyatakan kesanggupan. Total ada 21 orang yang buah penanya termaktub dalam buku ini.
Para penulis berasal dari lintas strata sosial, ekonomi, dan profesi. Mulai dari pakar komunikasi politik, Effendi Gazali; aktivis/politikus, Budiman Sudjamiko; teknisi kelistrikan di pelosok Kaimana dan Manokwari Papua, Alvin Edison Woisiri; pengusaha muda, Sandiaga Uno, sampai "seteru" Dahlan Iskan yang sempat berpolemik keras ihwal capping (tarif listrik khusus untuk industri), Sofyan Wanandi. Pun tak ketinggalan dari kalangan media; Sabam P. Siagian, Proyambodo R.H turut menyumbang perspektif mereka.
"Kalau rapat jangan lama-lama, jangan lebih dari satu jam. Kalau terlalu lama, kita nanti susah mengerjakannya. Lebih baik lama bekerja daripada berlama-lama rapatnya," inilah semboyan hidup Dahlan Iskan. Sudah menjadi kebiasaannya sejak masih menjadi reporter muda di Samarinda.
Tatkala pejabat di pusat ramai-ramai menghimbau ihwal pola hidup hemat untuk mengurangi pengeluaran negara. Sosok nyeleneh - yang memiliki 190 koran daerah (Radar) dan 34 televisi lokal; percetakan; bisnis listrik, dan perkebunan ini - enggan sekalipun mengambil gaji selaku Direktur Utama (Dirut) PLN.
Buku ini juga mengungkap secuil masa lalu Dahlan Iskan. Ia tak tiba-tiba turun dari langit. Lika-liku hidupnya sungguh membumi. Ia berasal dari keluargan miskin. Sang ayah hanya seorang buruh tani dan tukang kayu di Magetan, Jawa Timur. Sampai SMA keinginan pria kelahiran 17 Agustus 1951 tersebut untuk punya sepeda tak kesampaian. Ia biasa pergi-pulang sekolah dengan berjalan kaki sejauh 12 kilometer.
Kesederhanaan itu tetap terpancar hingga kini. Walau ia bos bisnis properti, punya mobil mewah, dan bahkan helikopter, alumnus Pesantren Sabili Muttaqien ini lebih suka berpenampilan wartawan lapangan. Baju lengan panjang digulung separuh, celana jin, dan sepatu keds. Pak Dahlan juga biasa menyelipkan sebotol air mineral di balik baju. Katanya dengan tetap ditempelkan di dada (hasil cangkokan di Tiongkok, Ganti Hati, 2008), air dalam botol tetap hangat.
Terobosan
Satu dari segudang prestasi Dahlan Iskan di PLN sebelum naik pangkat menjadi Mentri BUMN ialah sistem listrik prabayar. Ia tak latah ikut-ikutan operator telekomunikasi telepon genggam. Tapi memang karena kondisi obyektif di lapangan menuntut demikian.
Selama ini, banyak pelanggan yang menunggak angsuran. Terobosan tersebut “memaksa” konsumen agar mampu mengontrol pemakaian listrik mereka. Kalau tidak berhemat, otomatis “pulsa” listik di rumah cepat ludes. Secara tidak langsung, Dahlan mendidik rakyat untuk bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Di sisi lain, PLN juga banyak berbenah. Sehingga bisa menghapus sterotipe sebagai Perusahaan Lilin Negara. Kenapa? karena sering terjadi byar-pet alias pemadaman listrik. Selain itu, Dahlan juga mencanangkan program GRASS (Gerakan Sehari Sejuta Sambungan).
Menurut Marthen Entama, sebelum GRASS diluncurkan, ribuan masyarakat di daerahnya harus masuk daftar tunggu (waiting list). Junior Officer Administrasi PT PLN (Persero) Cabang Manokwari ini merasa bersyukur. Kini calon pelanggan nasional yang mencapai 2,5 juta termasuk di wilayah “kekuasaan”nya bisa menikmati energi listrik (hal 87).
Selain itu, pada masa kepemimpinan singkat Dahlan Iskan di PLN semboyan “3459” begitu terkenal. Artinya, 3 jam padam dalam setahun, 45 menit waktu respon, dan 9 kali padam dalam setahun per pelanggan.
Ia memang biasa memasang target yang jelas. Sehingga ibarat memanah, bisa tepat sasaran dan terukur akurasinya. Sungguh brilian bukan? Namun Dahlan selalu mengatakan bahwa angka-angka itu bukan idenya. Tapi dari salah satu pegawai PLN yang hebat.
Untuk menularkan passion-nya, Dahlan mencanangkan program pembinaan dan pengembangan diri bagi para karwayan di PLN. Pada April 2011, tak kurang 20.000 karyawan diikutsertakan dalam uji kompetensi. Dalam lembaran sejarah PLN, baru kali pertama hal semacam itu dilakukan. Sehingga anggota direksi dapat menempatkan setiap karyawan sesuai posisi the right man on the right place. Mulai dari jajaran manajemen sampai teknisi di daerah terpencil (hal 34).
Yang paling menonjol dari gaya kepemimimpinan ayah 2 anak ini ialah sisi manusiawinya. Menurut Sofjan Wanandi, mungkin karena ia orang media, jadi banyak baca. Sehingga enak diajak bicara, luas pengetahuannya, dan joke-joke-nya juga ada-ada saja (halaman 136).
Salah satu humor yang acap kali disiarkan di beberapa stasiun televisi swasta sbb, “PLN ialah tempat berkumpul orang-orang hebat! Karyawannya lulusan SMA jurusan terhebat, Fisika! Jurusan yang dianggap paling pintar! Lalu, masuk Fakultas Teknik Elektro ITB, yang terhebat! Lulus ITB, diseleksi lagi masuk PLN oleh senior-senior yang hebat! Tidak diragukan lagi, PLN adalah kumpulan orang-orang terhebat dan terpintar di negeri ini! Jadi dibutuhkan manusia bodoh seperti saya..."
Lelucon tersebut dapat mencairkan suasana. Sekaligus sebuah sindirin bagi kaum birokrat. Secara jeli, Don Kardono melihat jurus jurnalistik Dahlan di ranah jurnalist(r)ik. Ia memang otentik, lugas tanpa basa-basi, mendasar, dan mendalam. Spiritnya membuat semua hal menjadi lebih baik.
Kendati demikian, petuah Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) layak menjadi umpan balik. Tak hanya bagi Dahlan tapi siapa pun penerusnya di PLN. Agar menjawab persolan utama mayoritas BUMN di Indonesia. Bagaimana membalik neraca keuangan dari defisit menjadi untung. Sehingga tak perlu lagi disubsidi negara. Pun bahkan justru (ber)gantian dapat menyumbang dana APBN.
Buku ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi sidang pembaca. Ternyata, melakukan sesuatu dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih efisien itu mungkin. Sepakat dengan pendapat Ishadi S.K, "Asal kita menemukan seorang pemimpin yang tepat." Semoga bermunculan sosok pemimpin sekaliber Dahlan Iskan yang notabene berhasil memangkas kerugian sampai Rp2,7 triliun selama masa pengabdian singkatnya di PLN. Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) dan Ektrakurikuler English Club di SMP Kanisius, Sleman, Yogyakarta)
Penulis: Kumpulan Tulisan
Editor: Ishadi S.K
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: IV/Februari 2012
Tebal: xviii + 202 halaman
Harga: Rp39.500
ISBN: 9786028864442
Ibarat meteor Dahlan Iskan melesatkan Jawa Pos (JP). Begawan media Jakob Utama pun mengamini. JP mengingatkannya pada tamsil, “Matahari selalu terbit dari timur." Jawa Pos menjadi Koran Nasional dari Jawa Timur.
Tak berpuas diri pada pangsa pasar Jawa Timur, JP pun merambah wilayah Indonesia Timur. Bahkan "menyerbu" pula ke Ibu Kota. Jawa Pos berhadapan langsung dengan barisan media raksasa yang terlebih dahulu menasional dari Jakarta. JP menelikung balik, menjadi nasional dari yang lokal.
Jujur saya tertarik membaca buku setebal 202 halaman ini karena terpikat gambar sampulnya. Sungguh artistik. Ternyata, lukisan rona wajah Dahlan Iskan tersebut hanya dibuat dalam 3 hari. Pelukis ulung asal Bandung, Basuki Bawono kilat menggoreskan kuasnya.
Semula buku ini sebuah proyek rahasia. Menurut Ishadi S.K, tak ada yang tahu kalau mereka hendak menerbitkan buku “Si Raja Koran dari Surabaya” itu. Bahkan dari lingkungan intern Perusahaan Listrik Negara (PLN) hanya beberapa direksi yang diberi kabar.
Kalau Ishadi mewawancarai sang konseptor pengalihan pemakaian BBM ke BBG dan tenaga surya (solar cell) di PLN ini, ia berdalih sekadar mau belajar bisnis model apa yang dikembangkan Dahlan Iskan. “Ya, sebagai bahan mengajar Ilmu Managemen di Program Pascasarjana UI,” ungkap Ishadi (hal ix).
Inisiator awal penggarapan buku "Indonesia, Habis Gelap Terbitlah Terang. Kisah Inspiratif Dahlan Iskan, Gaya Wartawan Mengelola Kelistrikan" memang Ishadi S.K. Namun kemudian, komisaris Trans TV dan Trans7 tersebut melibatkan darah-darah muda. Semua berusia di bawah 30 tahun.
Punggawanya ialah Willy Sakareza, jebolan teknik telekomunikasi (Elektro) ITB. Dalam waktu seminggu, mereka tuntas merampungkan konsep, daftar isi, para penulis, format, ukuran, jumlah buku yang akan dicetak, launching, marketing, budget, lengkap dengan nama percetakan dan penerbit bukunya.
Semua pihak yang diminta menulis ihwal man of action - yang notabene mampu mengatasi kemacetan listrik selama 65 tahun hanya dalam 1 tahun kepemimpinan di PLN - langsung menyatakan kesanggupan. Total ada 21 orang yang buah penanya termaktub dalam buku ini.
Para penulis berasal dari lintas strata sosial, ekonomi, dan profesi. Mulai dari pakar komunikasi politik, Effendi Gazali; aktivis/politikus, Budiman Sudjamiko; teknisi kelistrikan di pelosok Kaimana dan Manokwari Papua, Alvin Edison Woisiri; pengusaha muda, Sandiaga Uno, sampai "seteru" Dahlan Iskan yang sempat berpolemik keras ihwal capping (tarif listrik khusus untuk industri), Sofyan Wanandi. Pun tak ketinggalan dari kalangan media; Sabam P. Siagian, Proyambodo R.H turut menyumbang perspektif mereka.
"Kalau rapat jangan lama-lama, jangan lebih dari satu jam. Kalau terlalu lama, kita nanti susah mengerjakannya. Lebih baik lama bekerja daripada berlama-lama rapatnya," inilah semboyan hidup Dahlan Iskan. Sudah menjadi kebiasaannya sejak masih menjadi reporter muda di Samarinda.
Tatkala pejabat di pusat ramai-ramai menghimbau ihwal pola hidup hemat untuk mengurangi pengeluaran negara. Sosok nyeleneh - yang memiliki 190 koran daerah (Radar) dan 34 televisi lokal; percetakan; bisnis listrik, dan perkebunan ini - enggan sekalipun mengambil gaji selaku Direktur Utama (Dirut) PLN.
Buku ini juga mengungkap secuil masa lalu Dahlan Iskan. Ia tak tiba-tiba turun dari langit. Lika-liku hidupnya sungguh membumi. Ia berasal dari keluargan miskin. Sang ayah hanya seorang buruh tani dan tukang kayu di Magetan, Jawa Timur. Sampai SMA keinginan pria kelahiran 17 Agustus 1951 tersebut untuk punya sepeda tak kesampaian. Ia biasa pergi-pulang sekolah dengan berjalan kaki sejauh 12 kilometer.
Kesederhanaan itu tetap terpancar hingga kini. Walau ia bos bisnis properti, punya mobil mewah, dan bahkan helikopter, alumnus Pesantren Sabili Muttaqien ini lebih suka berpenampilan wartawan lapangan. Baju lengan panjang digulung separuh, celana jin, dan sepatu keds. Pak Dahlan juga biasa menyelipkan sebotol air mineral di balik baju. Katanya dengan tetap ditempelkan di dada (hasil cangkokan di Tiongkok, Ganti Hati, 2008), air dalam botol tetap hangat.
Terobosan
Satu dari segudang prestasi Dahlan Iskan di PLN sebelum naik pangkat menjadi Mentri BUMN ialah sistem listrik prabayar. Ia tak latah ikut-ikutan operator telekomunikasi telepon genggam. Tapi memang karena kondisi obyektif di lapangan menuntut demikian.
Selama ini, banyak pelanggan yang menunggak angsuran. Terobosan tersebut “memaksa” konsumen agar mampu mengontrol pemakaian listrik mereka. Kalau tidak berhemat, otomatis “pulsa” listik di rumah cepat ludes. Secara tidak langsung, Dahlan mendidik rakyat untuk bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.
Di sisi lain, PLN juga banyak berbenah. Sehingga bisa menghapus sterotipe sebagai Perusahaan Lilin Negara. Kenapa? karena sering terjadi byar-pet alias pemadaman listrik. Selain itu, Dahlan juga mencanangkan program GRASS (Gerakan Sehari Sejuta Sambungan).
Menurut Marthen Entama, sebelum GRASS diluncurkan, ribuan masyarakat di daerahnya harus masuk daftar tunggu (waiting list). Junior Officer Administrasi PT PLN (Persero) Cabang Manokwari ini merasa bersyukur. Kini calon pelanggan nasional yang mencapai 2,5 juta termasuk di wilayah “kekuasaan”nya bisa menikmati energi listrik (hal 87).
Selain itu, pada masa kepemimpinan singkat Dahlan Iskan di PLN semboyan “3459” begitu terkenal. Artinya, 3 jam padam dalam setahun, 45 menit waktu respon, dan 9 kali padam dalam setahun per pelanggan.
Ia memang biasa memasang target yang jelas. Sehingga ibarat memanah, bisa tepat sasaran dan terukur akurasinya. Sungguh brilian bukan? Namun Dahlan selalu mengatakan bahwa angka-angka itu bukan idenya. Tapi dari salah satu pegawai PLN yang hebat.
Untuk menularkan passion-nya, Dahlan mencanangkan program pembinaan dan pengembangan diri bagi para karwayan di PLN. Pada April 2011, tak kurang 20.000 karyawan diikutsertakan dalam uji kompetensi. Dalam lembaran sejarah PLN, baru kali pertama hal semacam itu dilakukan. Sehingga anggota direksi dapat menempatkan setiap karyawan sesuai posisi the right man on the right place. Mulai dari jajaran manajemen sampai teknisi di daerah terpencil (hal 34).
Yang paling menonjol dari gaya kepemimimpinan ayah 2 anak ini ialah sisi manusiawinya. Menurut Sofjan Wanandi, mungkin karena ia orang media, jadi banyak baca. Sehingga enak diajak bicara, luas pengetahuannya, dan joke-joke-nya juga ada-ada saja (halaman 136).
Salah satu humor yang acap kali disiarkan di beberapa stasiun televisi swasta sbb, “PLN ialah tempat berkumpul orang-orang hebat! Karyawannya lulusan SMA jurusan terhebat, Fisika! Jurusan yang dianggap paling pintar! Lalu, masuk Fakultas Teknik Elektro ITB, yang terhebat! Lulus ITB, diseleksi lagi masuk PLN oleh senior-senior yang hebat! Tidak diragukan lagi, PLN adalah kumpulan orang-orang terhebat dan terpintar di negeri ini! Jadi dibutuhkan manusia bodoh seperti saya..."
Lelucon tersebut dapat mencairkan suasana. Sekaligus sebuah sindirin bagi kaum birokrat. Secara jeli, Don Kardono melihat jurus jurnalistik Dahlan di ranah jurnalist(r)ik. Ia memang otentik, lugas tanpa basa-basi, mendasar, dan mendalam. Spiritnya membuat semua hal menjadi lebih baik.
Kendati demikian, petuah Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) layak menjadi umpan balik. Tak hanya bagi Dahlan tapi siapa pun penerusnya di PLN. Agar menjawab persolan utama mayoritas BUMN di Indonesia. Bagaimana membalik neraca keuangan dari defisit menjadi untung. Sehingga tak perlu lagi disubsidi negara. Pun bahkan justru (ber)gantian dapat menyumbang dana APBN.
Buku ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi sidang pembaca. Ternyata, melakukan sesuatu dengan lebih cepat, lebih baik, dan lebih efisien itu mungkin. Sepakat dengan pendapat Ishadi S.K, "Asal kita menemukan seorang pemimpin yang tepat." Semoga bermunculan sosok pemimpin sekaliber Dahlan Iskan yang notabene berhasil memangkas kerugian sampai Rp2,7 triliun selama masa pengabdian singkatnya di PLN. Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) dan Ektrakurikuler English Club di SMP Kanisius, Sleman, Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar