Mei 30, 2012

Menggalakkan Produk Pangan Lokal

Dimuat di Suara Karya, Kamis/31 Meil 2012
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=304395

Hingga kini Indonesia masih mengimpor gandum. Data Asosiasi Produsen Tepung di Indonesia (Aptindo) mencatat angka impor gandum naik 6 persen. Pada 2012 impor gandum bisa mencapai 6,6 juta ton. Padahal, tahun 2011 hanya 6,2 juta ton. Sungguh ironis, bukan? Karena, sejatinya bumi Nusantara menyimpan aneka ragam produk pangan lokal.

Pelbagai jenis umbi-umbian tumbuh subur di kawasan pedesaan. Antara lain uwi, ganyong, gembili, suwek, rondo sluku, punuk banteng, garut, kimpul, dan lain-lain. Semua anugerah alam tersebut dapat menjadi subtitusi tepung gandum. Begitulah paparan Pak Kemin, Minggu (27/5) lalu. Beliau adalah Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Mekarsari, Dusun Gegunung, Sendangsari, Kecamatan Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta.

Penulis berkunjung ke sana bersama puluhan anggota Fokal (Forum Keluarga dan Anak Cinta Lingkungan) asuhan Ning Raswani. Salah satu pemenang Perempuan Inspiratif Nova 2012 yang menjuarai kategori 'perempuan dan lingkungan hidup'. Sejak awal 2000-an, dusun Gegunung dan sekitarnya memang dikenal sebagai sentra umbi dan pangan lokal.

Hebatnya, produk-produk mereka tak hanya dipasarkan di Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun, merambah pula ke Jakarta, Bogor, Semarang, Surabaya, dan kota-kota lainnya. Dari emping garut, keripik keladi, tepung ketela ungu, hingga gula aren kristal. Semuanya alami, sehat dan dengan harga terjangkau.

Pak Kemin mengisahkan lika-liku perjuangan mereka. Pada awalnya usaha menanam kembali umbi-umbian itu di pekarangan rumah dipandang sebelah mata. Namun, perlahan tapi pasti, banyak pihak mendukung. Termasuk, aparat pemerintah desa setempat. Caranya dengan mengajak mereka bercermin pada para leluhur tercinta.

Kenapa dulu simbah-simbah (kakek dan nenek) kita, giginya masih utuh? Bahkan, tatkala sudah meninggal dan hendak dikubur sekalipun. Karena, memang mereka mengkonsumsi makanan sehat. Selain itu, alam dan tanah belum banyak terpapar racun kimia seperti sekarang," ujarnya.  

Cocok untuk Perut

Mutiara Nugraheni membenarkan tesis tersebut. Mahasiswa S-3 Program Studi Ilmu Pangan Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta ini menilai umbi-umbian lebih cocok untuk perut orang Indonesia. Sedangkan gandum kurang begitu sesuai. Karena, banyak mengandung gluten. Zat itu memang dibutuhkan orang Barat yang bergaya hidup dinamis. Tapi, kalau kita konsumsi, justru menyebabkan anak menjadi autis alias hiperaktif.

Lebih lanjut, dosen Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tersebut menguraikan manfaat umbi-umbian dari segi kesehatan fisik. Bagi penderita maag, silakan mengkonsumsi pati garut. Tepung tersebut dapat diolah menjadi kue dan roti agar lebih nikmat. Sedangkan bagi penderita diabetes dapat mengganti nasi putih dengan uwi ungu.

Kanker pun bisa disembuhkan dengan rajin mengkonsumsi kentang kleci. Tapi, umbi bernama Latin 'Coleus Tuberosus' ini harus direbus dengan kulitnya. Sebab, menurut penelitian di laboratorium, lapisan kulit ari itu kaya dengan kandungan Antioksidan Ursolic Acid (UA) dan Oleanolic Acid (OA) yang nota bene bisa menjinakkan tumor ganas.

Temuan penting ini telah dipublikasikan di 3 jurnal mancanegara. Yakni, International Food Research Journal, African Journal of Food Science, dan Journal of Medicinal Plants Research (2012).

Selanjutnya, dari segi perawatan tanaman umbi juga lebih mudah. Terutama dibandingkan kalau petani menanam padi atau gandum. Kedua tanaman tersebut memang rakus asupan air. Sedangkan umbi-umbian, bisa bertahan di musim kemarau sekalipun. Mereka mengalami masa dormansi alias istirahat. Mirip seperti pohon jati yang meranggas daunnya. Tapi begitu musim hujan tiba, bisa cepat tumbuh kembali dan siap dipanen.

Agus Purwanto, salah satu pemuda Karang Taruna Dusun Gegunung juga menguraikan fakta menarik. Tanaman umbi yang tak beracun batangnya menjalar searah jarum jam. Sedangkan yang beracun menjalar berlawanan arah jarum jam. Sehingga, suatu saat, bila tersesat di hutan atau di gunung, pilihlah yang jenis pertama.

Pada hakikatnya, sebagian besar tumbuhan menyediakan umbi/akar, batang, dan daunnya untuk dikonsumsi manusia. Umbi Garut bisa mengobati diare karena kaya kandungan serat. Uniknya, batang tanaman talas juga bermanfaat. Menurut para peneliti India yang sempat berkunjung ke sana, bila direbus dan disayur dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh. Bahkan daun muda tanaman bambu bisa dijadikan keripik lezat nan kaya gizi.

Ternyata kalau kita kreatif mengolah potensi lokal, bangsa ini tak akan menderita kelaparan. Mari menggalakkan kembali produk pangan lokal di lingkungan masing-masing. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sekaligus untuk melestarikan tanaman warisan leluhur demi masa depan anak-cucu. Sehingga mereka pun tetap dapat tetap menikmati makanan sehat dan alam nan asri. ***

 Penulis adalah guru Sekolah Alam Angon Yogyakarta. 

Foto aneka umbi-umbian ini dari Mbak Yuri Agata

Tidak ada komentar: