Mei 22, 2012

Membangkitkan Nasionalisme Kaum Muda

Dimuat di Koran Jakarta, Rabu/23 Mei 2012
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/91550
Pada 1945, ayah Pandji masih berumur 7 tahun. Dia sempat bertanya kepada ibunya (nenek Pandji), "Apa itu merdeka?" Awalnya, nenek Pandji kebingungan menjawab. Namun kemudian, dituturkan, artinya semua ini (sembari menunjuk ke lingkungan sekitar) jadi milik kita. Bocah itu bertanya lagi, semua milik kita? Berarti naik kereta api nggak bayar, dong? Nenek kembali menjawab, iya (hlm 103). Mana ada gratis di negeri ini, tapi itulah cara penulis menyindir.

Kendati demikian, rapper penggubah tembang "Angkat Tanganmu untuk Indonesia" ini juga mengapresiasi sumbangsih para pahlawan yang berjuang merebut kemerdekaan. Dulu (1945-1948), rumah mendiang ayahnya di Yogyakarta terbuat dari bambu. Tingginya sepinggang orang dewasa. Kurang lebih sama seperti pembatas rumah di serial film Unyil dan Pak Raden.

Pada suatu hari, ketika nenek hendak mendorong pagar ke luar, ternyata rasanya seperti tertahan, ada yang mengganjal. Dia menemukan seorang anak yang tersambar peluru nyasar. Tubuhnya terbujur kaku dan tak bernyawa lagi. Umur anak itu seusia ayah Pandji saat itu. Ia masih menggenggam lemper di tangannya (hlm 104).

Buku ini semula berbentuk e-book. Versi online-nya sudah diunduh tak kurang dari 14.955 kali. Proses peluncuran buku Nasional.Is.Me berbarengan dengan Pesta Buku Jakarta 2011. Hingga kini, telah mengalami cetak ulang ke-4. Hebatnya, Nasional.Is.Me juga mengusung misi altruistik. Penyiar radio Hardrock ini menerapkan konsep berbagi. Dengan membeli satu buah buku, otomatis satu eksemplar buku diberikan secara gratis kepada anak muda Indonesia yang berdomisili di daerah pedalaman. Program ini terselenggara berkat dukungan Bentang Pustaka dan Putera Sampoerna Foundation.

Sistematika buku ini terdiri atas tiga bagian: Kenali Indonesiamu, Temukan passion-mu, Berkaryalah untuk masa depan bangsamu. Total ada 10 bab. "Dari Sebuah Permintaan Sampai Sebuah Permenungan" hingga "Dari Kalimat Pembuka hingga Kalimat Penutup." Buku setebal 330 halaman ini semacam manifesto, rangkuman jawaban atas pertanyaan yang sering dilontarkan kepada Pandji ihwal kecintaannya kepada Indonesia.

Salah satu analisis presenter acara TV Proactive Provocative tatkala mengurai perbedaan antara nasionalisme Amerika Serikat dan Indonesia. Menurut penggemar kopi ini, di negara para imigran itu dipersatukan lewat olah raga. Saat dunia mempunyai football (sepak bola), Amerika menciptakan American Football. Kenapa? karena sepak bola modern itu dikenal besar di Inggris. Yang asli Amerika adalah basketball (bola basket). Lewat kedua olah raga tersebut, semua imigran berpartisipasi lewat "produk bersama" sehingga persatuan pun tercipta.

Lantas pertanyaannya, "Di Indonesia sendiri wujud nasionalismenya seperti apa?" Menurut Pandji, "Pancasila!" Ini adalah dasar negara, tempat di mana semua suku, agama, keragaman berpijak. Landasan nan mempersatukan perbedaan antara aku dan kamu di dalam wadah kekitaan.

Dalam buku ini, Pandji juga menelisik sejarah peradaban manusia. Alumnus SMA Gonzaga Jakarta tersebut melihat Pancasilalah yang menjadikan Indonesia tidak bernasib seperti India. Negara itu terpecah dengan Pakistan pascabebas dari Inggris. Masyarakat Islam (minoritas di India) takut tidak akan diakomodasi hajat hidupnya sehingga terjadilah perang saudara di India, yakni antara Islam dan Hindu karena kepentingan politis.

Saat itulah Mahatma Gandhi menggelar mogok makan. Sang Mahatma akan berpuasa sampai kekerasan di India berhenti. Akhirnya, seluruh India menyudahi perang saudara, dan Gandhi pun kembali menyantap sesuap nasi. Namun, pecahnya India tak terelakkan. Masyarakat muslimnya kemudian mendirikan Pakistan. Migrasi penduduk Islam dan Hindu ke daerah India dan Pakistan tercatat sebagai tragedi kemanusiaan nan memilukan. Keluarga serumah terpaksa berpisah karena perbedaan agama dan keyakinan.

Dalam konteks inilah, Pancasila membuat Indonesia diakui relatif demokratis. Pancasila memang pemersatu Indonesia. Pandji tak menulis berdasarkan asumsi. Ia menarik kesimpulan pascaberkeliling Nusantara.

Kebetulan pekerjaan Pandji memungkinkan safari tersebut. Ia menjelajah dari Padang, Belitung, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Manado, Makassar, Kupang, Bali, hingga Jayapura. Keindahan itulah kesan yang menggores dalam. Ia menuliskan pengalaman tak terlupakan di Kupang (hlm 155), "Melihat anak-anak di sana, mendengar mereka bernyanyi Kuan Kefa sebuah lagu daerah tentang rindu kampung halaman...lalu mendengar ibu-ibu bernyanyi tentang persatuan berjudul Lais Manekat sambil duduk di bawah pohon. Setengah tidak percaya, persis seperti di film-film, suara anginnya tidak berembus, tapi bersiul...."

Buku ini menyulut nyala optimisme di tengah awan pekat politik nan korup. Sebuah ajakan altruistik untuk mengubah republik ini, mulai dari diri sendiri di lingkar pengaruh sesuai profesi masing-masing. Barangkali kita tidak akan sempat melihat masa depan cerah itu. Tetapi, anak-cucu kita niscaya mengalaminya. Tanggung jawab setiap anak bangsa untuk memastikan generasi penerus hidup di Bumi Pertiwi yang lebih baik dari hari ini.

Diresensi Nugroho Angkasa, tinggal Yogyakarta

Judul : Nasional.Is.Me
Penulis : Pandji
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : iv/Maret 2012
Tebal : xiv 330 halaman
Harga : Rp54.000
ISBN : 978-602-8811-53-8

Tidak ada komentar: