Ajakan Sosial yang Melampaui Kata
Dimuat di RimaNEWS, Mon, 25/06/2012
http://www.rimanews.com/read/20120625/67124/ajakan-sosial-yang-melampaui-kata
http://www.rimanews.com/read/20120625/67124/ajakan-sosial-yang-melampaui-kata
“Saya menulis kisah ini live (langsung) di atas bukit. Siang itu, 
matahari bersinar terik. Keringat saya deras bercucuran. Saat itu, saya 
setengah putus asa. Saya ingin berteriak sekeras-kerasnya. Saya lelah 
berjalan dari satu bukit ke bukit lain untuk mencari air bersih. 
Sehingga bisa diminum anggota keluarga (hlm 112)”.
Erwin Puspaningtyas Irjayanti mengetiknya dengan ponsel. Sinyal 
telepon seluler hanya ditemukan di titik (spot) tertentu. Biasanya di 
puncak sebuah bukit. Ia menamai lokasi tersebut “Bukit Harapan”. Sang 
Guru selalu ditemani 3 murid. Mereka berlari sejauh 45 km dengan 
mengacung-acungkan bambu runcing. Yakni, untuk menghalau gerombolan babi
 hutan.
Tatkala Wiwin - begitu nama panggilan alumni Fakultas Kehutanan (FH)
 Institut Pertanian Bogor (IPB)  - memutuskan menjadi Pengajar Muda, ia 
sedang menempuh masa percobaan kerja sebagai Area Sales Manager di bank 
swasta terkemuka. Selain itu, dara manis ini dikenal sebagai penulis 
novel. Ia memiliki nama pena Waheeda El Humayra. Salah satu novelnya 
yang berjudul Hot Chocolate Love dicetak oleh Penerbit Malaysia. Wiwin 
memang hobi menulis. Pun acap kali memenangi aneka lomba.
Dalam buku “Indonesia Mengajar” ini ia turut berbagi kisah. Pada 
kali pertama memasuki ruang kelas SDN No. 25 Inpres Apoang di Passau, 
Kecamatan Sendana, Majene, Sulawesi Barat, murid-muridnya "asyik" 
bersembunyi di kolong meja. Kenapa? karena mereka begitu pemalu. 
Sebagian besar tak bisa berbahasa Indonesia. Bahkan mereka tak tahu 
kalau Jakarta merupakan ibukota Indonesia. Yang mereka tahu hanya Somba,
 dusun kecil di kaki bukit (halaman 3).
Menurut observasi singkat Wiwin, perhatian masyarakat terhadap dunia
 pendidikan memang relatif rendah. Selama ini, mereka tinggal di 
rumah-rumah panggung. Pendapatan penduduk rata-rata Rp150.000-Rp200.000 
per bulan. Para guru di sana sering kali tidak masuk kelas. Sehingga 
meski notabene tercatat sebagai wali kelas V,  pada praksisnya Wiwin 
harus mengajar dari kelas I sampai VI. Total muridnya ada 28 orang.
Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) terinspirasi oleh janji 
kemerdekaan. Yakni, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti 
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Sebanyak 51 kaum muda 
terseleksi dari 1.383 pendaftar menjadi guru selama setahun (10 November
 2010-10 November 2011) di daerah pedalaman. Buku ini terdiri atas 4 
bab: Anak-anak Didik Pengajar Muda, Memupuk Optimisme, Belajar Rendah 
Hati, dan Ketulusan itu Menular. Isinya memuat 62 kisah inpiratif para 
Pengajar Muda.
Arief Rahman, seorang pengamat pendidikan kenamaan berpesan sebelum 
mereka diterjunkan ke lokasi masing-masing. Selama setahun mengajar 
jangan (pernah) jatuh cinta. Namun baru seminggu Ayu Kartika Dewi di 
titik penempatan, ia sudah dimabuk kasmaran. Sosok yang membuatnya tak 
bisa tidur ialah Lusiman alias Iman. Salah satu murid di kelas 6 SD di 
Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Alumni Fakultas Ekonomi (FE) Jurusan Managemen Universitas Airlangga
 (Unair) Surabaya tersebut jatuh cinta pada kecerdasan Iman. Ayu 
melaporkan  bahwa Iman sering menghilang bila ia mengajar dengan cara 
konvensional. Tapi begitu ia bercerita tentang apa saja - dari dongeng 
antah berantah sampai konstelasi tata surya - Iman langsung duduk takzim
 dan memasang telinga dengan sorot mata berbinar.
Suatu ketika Ayu mengajar ihwal perputaran setiap planet. Sampailah 
mereka pada masa rotasi Jupiter. Lamanya 90 hari waktu Bumi. Imam 
menyeletuk begini, “Wah bisa mati kalau kita puasa di Jupiter ya Bu?” 
Betapa menakjubkan daya nalarnya. Ia mampu mengambil kesimpulan secara 
cerdas.
Iman juga sosok melankolis. Ia pernah menulis sebuah puisi. Lantas, 
Ayu menyimpannya di ponsel. Setiap kali perlu suntikan semangat baru, ia
 membacanya, "Bu…/Engkaulah yang memberi aku ilmu/ Untuk aku, juga 
teman-temanku/ Aku sangat bangga padamu/ Aku dan regu kami di sekolah 
senang melihat Ibu/ Di sekolahku ini ada seorang ibu di kelas enam/ Ia 
sangat baik hati/ Kalau aku juga ingin seperti guruku/ Oleh ibuku 
membuat aku pintar/ Lalu, aku punya ibu bernama Ibu? Ayu…" Ternyata 
huruf depan setiap penggalan puisi di atas membentuk kata BELAJAR DI 
SEKOLA (tanpa huruh H).
Menurut Ayu, bila ia hanya boleh mengajar di satu sekolah, ia ingin 
mengajar di sekolah tempat Iman belajar. Bila ia hanya boleh mengajar di
 satu kelas, ia ingin mengajar di kelas tempat Iman belajar. Dan, bila 
ia hanya boleh mengajar satu anak, ia ingin mengajar Iman (halaman 12).
"Indonesia Mengajar" merupakan kompilasi dari materi blog. Isinya 
bukan teori semata tapi berdasarkan pengalaman nyata. Para pengajar muda
 terlibat aktif mencerdaskan kehidupan bangsa. Menyitir pendapat 
presenter cantik Najwa Shihab, “Buku ini membuat kita tersenyum, 
terharu, dan berdecak kagum. Sungguh sebuah ajakan sosial dengan contoh 
cemerlang yang melampaui kata-kata.” Selamat membaca!
______________________________Peresensi: T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru bahasa Inggris di PKBM Angon dan Ektrakurikuler English Club di SMP Kanisius Sleman, Yogyakarta
Judul: Indonesia Mengajar, Kisah para Pengajar Muda di Pelosok Negeri
Penulis Bersama: 51 Pengajar Muda
Pengantar: Anies Baswedan dan M. Arsjad Rasjid P.M
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: IV, Maret 2012
Tebal: xviii + 322 halaman
ISBN: 978-602-8811-57-6
 

 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar