Juni 26, 2012

Berpikir Global Bertindak Lokal

Dimuat di Rubrik Bebas Bicara, Bernas Jogja, Selasa-Rabu/26-27 Juni 2012

Seluruh umat manusia kembali merayakan Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLHS) pada 2012. Sejak 2000 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memang menetapkan World Environment Day (WED). Sebagai wahana 7 milyar penduduk Bumi mengingat kembali arti penting lingkungan sekitar dalam hidup sehari-hari.

Tahun ini PBB mencanangkan tema Green Economy: Does it Include You? Artinya, ekonomi hijau harus melibatkan semua pihak. Termasuk negara, swasta, dan komunitas lokal. Sebab pasca revolusi industri business as usual alias ekonomi pada lazimnya justru mengeksploitasi Ibu Bumi.  Keuntungan material menjadi tolok ukur tunggal. Demikian pernyataan dari laman resmi United Nations Environment Programme (UNEP).

Konsep ekonomi hijau mulai diperkenalkan UNEP sejak 2008. Sebagai panduan komprehensif dan mekanisme praktis seputar investasi. Mereka bertekad "menghijaukan" sektor yang tidak ramah terhadap kelangsungan sumber daya alam (SDA) dan keanekaragaman hayati.

Alhasil, green economy tidak melemahkan pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa. Bahkan pendekatan ini justru membuka lapangan kerja baru. Misalnya dalam proyek rendah karbondioksida (CO2). Berupa pengelolaan sampah, biogas, dan solar panel (pembangkit listrik tenaga surya). Terutama di lingkup komunitas lokal.

Contoh konkritnya ialah usaha Josrizal Zain. Salah satu penerima anugerah Kalpataru kategori Pembina Lingkungan Hidup (2012). Di Kelurahan Balai Nan Tuo, Kecamatan Payakumbuh Timur, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat ia menciptakan Pasar Tradisional “Ibuh”. Zain membina 2.500 pedagang kaki lima untuk mengelola sampah pasar menjadi kompos yang notabene bernilai ekonomis.

Selanjutnya, kiprah Koperasi Peternakan Sapi Perah Setia Kawan. Paguyuban ini beralamat di Desa Wonosari, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Selama 22 tahun terakhir, mereka membangun 883 unit instalasi biogas secara swadaya. Yakni sebagai sumber energi alternatif. Total 1.215 KK di 12 desa bisa memasak, menjarang air panas dan menerangi rumah secara “hijau”.

Dari kalangan akademisi, ada juga aksi unik. Puluhan mahasiswa Universitas Muria Kudus (UMK), Jawa Tengah mencabuti paku di pepohonan sepanjang jalan protokol kota. Awalnya dari sejumlah pohon di kawasan Alun-alun Kudus.

Selama ini, pohon-pohon di tepi jalan protokol acapkali ditempeli poster kampanye dan media promosi lain. Paku-paku tajam menembusi batangnya. Tak sekadar beretorika ihwal kecintaan lingkungan, para mahasiswa yang tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UMK itu mencabuti paku-paku satu per satu.

Semula pepohonan tersebut memang berfungsi untuk penghijauan bukan untuk iklan. Selain mencabut paku, mereka juga memungut sampah di sepanjang jalan. Kemudian, aktivis lingkungan tersebut membawa papan bertuliskan, "kawasan bebas sampah". Mereka memasangnya di sejumlah lokasi yang sering dijadikan tempat pembuangan sampah (TPS) liar. Terakhir, mereka menanam puluhan bibit pohon di sepanjang bantaran Sungai Gelis.


Sri Sultan Hamengku Buwono X juga menaruh perhatian pada masalah lingkungan hidup ini. Secara khusus, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tersebut berpidato di TVRI Yogyakarta (5/6).

Menurut Ngarso Dalem perubahan paradigma secara fundamental menjadi urgen. Yakni dari “atur dan awasi” menjadi “atur diri sendiri”. Dari pendekatan profit semata ke pendekatan ekosistem. Dari peningkatan produktivitas menuju penghematan bahan bakar dan air.

Dalam pemanfaatan air misalnya. Ada 3 kata kunci: Reuse, Reduce, Recycle. Reuse memanfaatkan kembali air bekas mandi untuk mencuci motor atau mobil. Reduce menggunakan air secukupnya saja alias tidak boros. Recycle, air yang sudah dipakai bisa didaur ulang untuk dimanfaatkan kembali.

Pada hemat penulis, keterlibatan keluarga dan sekolah juga penting. Misalnya dengan mulai memilah sampah organik/anorganik, menanam pohon di pekarangan, membuat sumur biopori untuk peresapan air hujan, bersepeda sebagai moda transportasi jarak dekat, dll. Sehingga sejak dini, anak-anak belajar mencintai lingkungan. Ini yang kami lakukan di sekolah alam Angon.

Kembali ke masukan dari Sri Sultan. Raja Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut juga mengajak keluarga yang memiliki pekarangan sempit untuk tetap memanfaatkannya. Yakni dengan menanam sayuran dan tanaman obat. Warga dusun Ngasem di Kompleks Pemandian Keraton Taman Sari telah melakukan kegiatan tersebut.  Pada taman di depan pos kamling tertulis, “I love green and clean!” (Saya cinta hijau dan kebersihan!)

Ternyata lewat prilaku ramah lingkungan dalam skala kecil (baca: lokal), kita dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas lingkungan secara global. Senada dengan tamsil, “Berpikir secara global, bertindak secara lokal”. Akhir kata, merespon tema HLHS PBB 2012, “Green Economy: Does it Include You?” Yes, it does! (Ekonomi Hijau, Apakah Melibatkanmu? Ya, tentu!). Salam hijau....(T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru bahasa Inggris di Sekolah Alam Angon Yogyakarta)

Tidak ada komentar: