Dimuat di Majalah Utusan edisi April 2013
Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaktur
Judul : Guruku Panutanku
Penulis : Sigit Setyawan
Penerbit : Kanisius
Cetakan : I, Februari 2013
Tebal : xii + 134 halaman
Harga: Rp25.800
Guru hebat tak hanya mengajar ilmu di kelas, tapi juga dapat meningkatkan kualitas personal para siswanya. Begitulah hipotesis awal penulis sebelum mengadakan penelitian sebagai prasyarat kelulusan dari Program Magister Pendidikan, UPH, Jakarta. Buku “Guruku Panutanku” ini memaparkan temuannya di IPEKA International Christian School Jakarta (SMA IICS) pada 2011 silam.
Dalam riset tersebut, guru bidang studi Fisika, Kimia, dan Ekonomi ternyata mampu menjadi panutan bagi para muridnya. Padahal selama ini ketiga bidang studi tersebut dianggap sebagai momok yang menakutkan. Kendati demikian, keteladanan dan empati sang guru kepada anak didiknya menjadi faktor pembeda utama di sini.
Pak Haryo, 35 tahun, telah mengajar selama 13 tahun. Dalam kurun waktu 11 tahun terakhir beliau mengampu mata pelajaran Fisika di kelas X dan XII di SMA IICS. Bagi Pak Haryo, yang terpenting siswa mengembangkan talenta mereka. Tidak harus semua siswa cemerlang di pelajarannya. Bagi siswa yang kurang dalam pelajaran Fisika, Pak Haryo menentukan target bahwa yang penting siswa tersebut dapat memenuhi kriteria skor minimum.
Hal ini membuat murid merasa lega dan tak terbebani oleh mata pelajaran Fisika. Menurut Amanda, Fisika memang biasanya tak disukai oleh para siswa karena rumus-rumus dan hitungannya yang rumit. Namun karena Pak Haryo sering menyisipkan cerita-cerita dalam pelajaran tersebut, maka pelajaran menjadi menarik dan menyenangkan (halaman 32).
Dalam kata pengantar, Paul Suparno SJ pun menegaskan, “Guru dapat berperan besar dalam mengembangkan dan bahkan mengubah tingkah laku murid yang dibimbingnya. Guru bukan hanya dapat membantu murid mengembangkan pengetahuan kognitifnya, tetapi juga mampu membantu murid mengembangkan “nilai baik” sehingga semakin tumbuh menjadi pribadi yang utuh.”
Dari segi metodologi, Sigit Setyawan, pria kelahiran Temanggung 23 Agustus 1976 tersebut menjadikan teori kognitif sosial Albert Bandura sebagai acuan, “Social Cognitive Theory: An Agentic Perspective” Annual Review of Psychology (2001). Selain itu, buku ini relatif kaya referensi ilmiah. Beberapa diantaranya ialah Identity Youth and Crisis, edisi ke-2 (1968), Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow yang diterjemahkan oleh S. Supratiknya (1987), Educating the Net Generation: How to Engage Students in 21st Century (2007), dll. Daftar pustaka lengkapnya dapat disimak di halaman 131-134.
Akhir kata, penulis bersepakat dengan tesis Dr. F. Budi Hardiman, Dosen Program Magister Pendidikan UPH, “Guru bukan sekadar pemasok data ke dalam otak murid. Lewat buku ini penulis membuktikan bahwa guru adalah contoh hidup yang membentuk karakter dan nilai-nilai dalam hati murid, bahkan ketika guru itu sendiri tidak dengan sengaja melakukannya. Buku ini ikut memperkaya literatur tentang pendidikan karakter pada sekolah-sekolah kita.” Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd).
Berikut ini versi awal sebelum diedit Yth. Redaktur
Judul : Guruku Panutanku
Penulis : Sigit Setyawan
Penerbit : Kanisius
Cetakan : I, Februari 2013
Tebal : xii + 134 halaman
Harga: Rp25.800
Guru hebat tak hanya mengajar ilmu di kelas, tapi juga dapat meningkatkan kualitas personal para siswanya. Begitulah hipotesis awal penulis sebelum mengadakan penelitian sebagai prasyarat kelulusan dari Program Magister Pendidikan, UPH, Jakarta. Buku “Guruku Panutanku” ini memaparkan temuannya di IPEKA International Christian School Jakarta (SMA IICS) pada 2011 silam.
Dalam riset tersebut, guru bidang studi Fisika, Kimia, dan Ekonomi ternyata mampu menjadi panutan bagi para muridnya. Padahal selama ini ketiga bidang studi tersebut dianggap sebagai momok yang menakutkan. Kendati demikian, keteladanan dan empati sang guru kepada anak didiknya menjadi faktor pembeda utama di sini.
Pak Haryo, 35 tahun, telah mengajar selama 13 tahun. Dalam kurun waktu 11 tahun terakhir beliau mengampu mata pelajaran Fisika di kelas X dan XII di SMA IICS. Bagi Pak Haryo, yang terpenting siswa mengembangkan talenta mereka. Tidak harus semua siswa cemerlang di pelajarannya. Bagi siswa yang kurang dalam pelajaran Fisika, Pak Haryo menentukan target bahwa yang penting siswa tersebut dapat memenuhi kriteria skor minimum.
Hal ini membuat murid merasa lega dan tak terbebani oleh mata pelajaran Fisika. Menurut Amanda, Fisika memang biasanya tak disukai oleh para siswa karena rumus-rumus dan hitungannya yang rumit. Namun karena Pak Haryo sering menyisipkan cerita-cerita dalam pelajaran tersebut, maka pelajaran menjadi menarik dan menyenangkan (halaman 32).
Dalam kata pengantar, Paul Suparno SJ pun menegaskan, “Guru dapat berperan besar dalam mengembangkan dan bahkan mengubah tingkah laku murid yang dibimbingnya. Guru bukan hanya dapat membantu murid mengembangkan pengetahuan kognitifnya, tetapi juga mampu membantu murid mengembangkan “nilai baik” sehingga semakin tumbuh menjadi pribadi yang utuh.”
Dari segi metodologi, Sigit Setyawan, pria kelahiran Temanggung 23 Agustus 1976 tersebut menjadikan teori kognitif sosial Albert Bandura sebagai acuan, “Social Cognitive Theory: An Agentic Perspective” Annual Review of Psychology (2001). Selain itu, buku ini relatif kaya referensi ilmiah. Beberapa diantaranya ialah Identity Youth and Crisis, edisi ke-2 (1968), Mazhab Ketiga: Psikologi Humanistik Abraham Maslow yang diterjemahkan oleh S. Supratiknya (1987), Educating the Net Generation: How to Engage Students in 21st Century (2007), dll. Daftar pustaka lengkapnya dapat disimak di halaman 131-134.
Akhir kata, penulis bersepakat dengan tesis Dr. F. Budi Hardiman, Dosen Program Magister Pendidikan UPH, “Guru bukan sekadar pemasok data ke dalam otak murid. Lewat buku ini penulis membuktikan bahwa guru adalah contoh hidup yang membentuk karakter dan nilai-nilai dalam hati murid, bahkan ketika guru itu sendiri tidak dengan sengaja melakukannya. Buku ini ikut memperkaya literatur tentang pendidikan karakter pada sekolah-sekolah kita.” Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar