RIMANEWS-Persidangan Anand Krishna - yang sudah memakan waktu 1 tahun 3 bulan - memasuki babak pembacaan Pledoi (pembelaan) di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel (7/11). Sebelumnya JPU Martha Berliana Tobing menjatuhkan tuntutan 2 tahun 6 bulan terhadap terdakwa.
Dalam konferensi persnya, Otto Hasibuan, penasehat hukum Anand Krishna menerangkan duduk perkara kasus ini, “Kasus ini sempat mengalami pergantian majelis hakim. Hakim ketua yang terdahulu Hari Sasangka diganti Hakim Ketua Albertina Ho. Karena ada laporan ke Komisi Yudisial (KY), ia diduga keras melanggar etika hakim karena bertemu dengan salah satu saksi korban.”
“Hal tersebutlah yang membuat kasus ini menjadi panjang. Sebab majelis hakim yang baru memutuskan untuk memeriksa ulang saksi-saksi,” imbuh Otto.
Lebih lanjut, Otto menjelaskan isi pledoi. Yakni tidak terbuktinya tuduhan yang dituduhkan terhadap Anand Krishna. Anand dilaporkan oleh seorang saksi bernama Tara Pradipta Laksmi. Dalam pemeriksaan Tara Pradipta Laksmi mengatakan bahwa telah terjadi tindak pelecehan seksual yang dilakukan oleh terdakwa dengan saksi Maya M.
Namun ketika diperiksa di dalam persidangan, Maya membantah semua tuduhan Tara Pradipta Laksmi. “Jadi seorang saksi itu sebenarnya bukan saksi,” tandas ketua Peradi tersebut.
Sementara itu, Andreas Nahot, pengacara Anand Krishna lainnya menerangkan bahwa tuduhan JPU Martha Berliana Tobing mempermasalahkan kapasitas terdakwa yang seorang Guru dari aspek psikologi. Padahal saat ini definisi Guru sudah sangat jelas dalam aspek legal hukum. "Artinya seseorang tidak dapat dianggap sebagai Guru meski dipanggil oleh ribuan orang sekalipun," ujar Nahot.
Anand sendiri mengatakan bahwa dirinya telah dizolimi berbulan-bulan lamanya. Bahkan tidak hanya dirinya sendiri, orang-orang yang membantu dirinya juga ikut dicatut namanya.
Anand mensinyalir ada konspirasi di balik semua ini. Dalangnya ialah seseorang bernama Muhammad Djumaat Abrory Djabbar.
Anand menuturkan bahwa kasus ini strategi untuk melakukan pembunuhan karakter dan menghakimi pemikirannya. Hal ini terungkap di dalam persiangan. Tetapnya ketika Abrory mengatakan bahwa dirinya harus dibunuh. Meski kemudian Abrory meralat bahwa pemikiran Anand-lah yang harus dibunuh.
Darwin Aritonang, penasehat hukum terdakwa, juga menerangkan saat konferensi pers tersebut. "Seseorang dapat dijatuhkan hukuman pidana jika sudah memiliki dua alat bukti. Serta ditambah dengan ketetapan hakim yang menyakini telah terjadi tindak kejahatan yang dituduhkan.”
“Jika Anand Krishna dapat dipenjarakan oleh sekolompok orang. Hanya atas tuduhan yang berdasarkan keaksian satu orang. Maka kita semua harus berduka," imbuh Darwin
Darwin menandaskan pula, "Bagaimana mungkin JPU Martha Berliana Tobing masih dapat melakukan tuntutan walau sudah tidak ada lagi alat bukti?”
____________________________
(Pengirim: T. Nugroho A, Fotografer: Prabu Dennaga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar