November 01, 2011

Surat Terbuka untuk Kasus Anand Krishna

Kepada yang terhormat:

Kejati DKI, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,
Majelis Hakim kasus Anand Krishna,
Jaksa Martha Berliana Tobing

Saya sebagai warga negara merasa berhak bersuara. Menyampaikan apa yang saya rasakan kepada aparatur negara. Karena mereka telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hati nurani dan rasa keadilan masyarakat. Untuk itu, saya mengirimkan surat ini, sebagai sebentuk kepedulian saya kepada peradilan dan keadilan.

Mengamati kasus yang hampir 2 tahun bergulir ini, mengikuti jalannya persidangan yang menempatkan Sdr. Anand Krishna sebagai terdakwa selama lebih dari setahun ini. Rupanya banyak hal yang membuka mata saya, bahwa sebuah kasus bisa berjalan sedemikian rupa, penuh drama dan rekayasa.

Sama-sama kita ketahui, lewat media saja, tidak perlu seorang jenius untuk memahami bahwa terlalu banyak keganjilan, yang mengolok-olok akal sehat. Bagaimana bisa gosip dijadikan fakta pengadilan, bagaimana saksi bisa menguatkan kesaksian yang lain tanpa berada di tempat kejadian? Hanya heboh di media saja, hanya untuk menarik perhatian sesaat, mengalihkan perhatian dari kasus besar yang lain.

Kasus ini telah diciptakan hanya untuk merusak kredibiitas dan nama baik Anand Krishna. Menghentikan kegiatannya, dan membungkam suaranya yang selama ini dikenal vokal dan kritis. Untuk dana berperkara, saya tidak ingin menuduh pihak manapun, tapi yang jelas ada dana yang sangat besar di belakangnya untuk melakukan ini semua.

Bagaimana sidang berjalan tentu Hakim dan Jaksa lebih tahu, kenapa hakim sebelumnya Hari Sasangka sampai kemudian diganti oleh Albertina Ho? Tentu karena keterlibatannya dengan salah satu saksi kasus ini, yaitu Shinta Kencana Kheng, yang mencoreng kehormatan institusi penegakan hukum negara.

Kemudian sidang diulang, dengan pemanggilan saksi lagi, bahkan sampai sidang dilakukan di tempat kejadian yang seharusnya merupakan kewajiban Kepolisian saat penyidikan. Tapi semua itu ternyata tidak pernah ada. Bahkan banyak kesaksian yang cenderung berubah-ubah. Beda di BAP, beda pula di ruang sidang, beda pula saat di lokasi. Sebagai orang yang melek hukum, dan berpendidikan tinggi seperti Anda mestinya tahu dan bertanya ada apa dibalik semua itu?

Saya tidak perlu menuliskan semua yang sudah ditulis di media, dan di jaman sekarang, mau sidang tertutup seperti apapun, informasi bisa dengan mudah didapatkan. Tidak sepantasnya seseorang dengan mudahnya berbohong, menjual kesaksian palsu di pengadilan.

Maka jalannya sidang bisa dipantau, dan dicermati berbagai kejanggalannya, dan jelas sekali di situ telah terjadi konspirasi yang melibatkan kelompok saksi, yang dimotori Muhammad Djumat Abrory Jabbar, Shinta Kencana Kheng, dan berkomplot untuk bersaksi lewat Tara Pradipta Laksmi, Farahdiba Agustin, Dian Mayasari, Sumidah, Chandra, Leon Filman dan beberapa nama lain.

Skenario sudah disusun sedemikian rupa, tapi tidak siap bersaksi. Kenapa? Karena tidaklah mudah berbohong di pengadilan. Butuh nyali, dan keberanian ganda dari sekedar maju berperang, untuk bersaksi dusta.

Lalu Apa yang terjadi pada kejaksaan? Yang pada hal ini diwakili oleh JPU Martha Berliana Tobing, yang begitu ngotot membawa kasus ini sampai sekarang. Adalah hak masyarakat untuk mendapatkan rasa keadilan, percaya pada pengadilan yang akan berjalan bersih dan adil. Di era informasi yang serba terbuka ini, begitu mudah untuk mendapatkannya, tidaklah pantas menyajikan pengadilan yang penuh rekayasa seperti ini.

Ironisnya, tidak ada lagi bukti yang bisa dihadirkan oleh Jaksa pada kasus ini. Malah semakin bertambah hari semakin belepotan skenario rekayasa kasus yang ada. Seperti yang kita ketahui bersama JPU Martha Berliana Tobing telah membacakan tuntutan yang setelah lama ditunda karena persiapan. Menuntut 30 bulan penjara untuk Anand, dengan pasal 294.

Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan dan memunculkan ketidakwajaran. Karena tak satupun saksi yang menguatkan apa yang terjadi, hanya satu orang saja yang mengaku sebagai saksi korban. Apa yang tersaji dalam penuntutan pun tidak berbeda dari dakwaan alias copy-paste semata, lalu buat apa ada persidangan yang telah memakan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit ini?

Bagaimana pula dengan upaya menghadirkan saksi-saksi. Toh semua tidak didengarkan, hanya menggunakan landasan gosip, dan kesaksian sepihak. Kenapa? karena memang saat persidangan kesaksian-kesaksian itu TIDAK PERNAH TERBUKTI. dan Jaksa tahu itu semua.

Kalau hal seperti ini dianggap wajar oleh JPU untuk menghukum Anand. Maka sebagai warga negara saya juga berhak untuk menganggap tindakan jaksa ini tidak wajar, dan pantas dilaporkan kepada Jaksa Pengawas. Bahwa tindakan JPU Martha telah mencederai proses hukum yang berlaku di negara ini. Bila memang tidak terbukti dalam sidang, kenapa tetap ngotot menuntut Anand dengan 2,5 tahun penjara?

Memang hanya Jaksa Martha yang tahu, kenapa dia memutuskan untuk tetap maju menuntut. Sayang sekali! Padahal dia sudah mendapat kesempatan untuk berbuat benar dalam hidupnya, bertindak sesuai dharma dari seorang Jaksa. Tapi JPU Martha malah memilih untuk menambah catatan merah dalam karir dan menentang nurani.

Tidak sepantasnya Jaksa bersikap tidak profesional, dan mengingkari rasa keadilan yang ada. Saya mendukung langkah tim kuasa hukum Anand Krishna yang akan melaporkan JPU Martha Berliana Tobing ke Jaksa Pengawas. Jangan biarkan Rekayasa Hukum dan Praktek Mafia Hukum terus mengotori Hukum Negara Tercinta ini.

Semoga Keadilan ditegakkan...
Semoga Bangsa ini bangkit dari Keterpurukan menuju Kejayaan..
Rahayu...

Tunggul Setiawan, Ssn

Tidak ada komentar: