Dimuat di Targetabloid.com, Jumat/6 Desember 2013

Menurut
Leonardo Budi Setiawan dari Pusaka Institute, biasanya leluhur kita
menuliskan babad dengan bahasa daerah untuk menceritakan narasi
sejarah. Dalam tradisi Jawa, masyarakat mengenal Babad Tanah Jawa yang cukup legendaris.
“Pada rentang 1970 sampai 1980-an pernah beredar buku Babad Suci I: Prajanjian Lawas dan Babad Suci II: Prajanjian Anyar.
Kedua buku tersebut merupakan hasil penulisan ulang atas 2 bagian besar
dalam Alkitab, yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Kedua seri Babad Suci tersebut bukanlah Kitab Suci, melainkan kumpulan cerita yang disusun berdasarkan sumber utama Kitab Suci,” imbuhnya.
Leonardo menambahkan bahwa karya ini sekadar titik awal. Kalau sukses maka akan diteruskan dengan dokumentasi CD Audio Babad Suci II: Prajanjian Anyar
dan naskah-naskah kuno dari berbagai tradisi agama dan budaya lainnya.
Ini sebagai bagian dari upaya terus-menerus untuk menghidupkan
arsip-arsip.

Usai mencicipi secuil isi CD Audio Babad Suci Prajanjian Lawas
tersebut. Kresna Duta memoderatori sesi diskusi dan tanya-jawab. Ia
mengundang para narasumber, yakni Ketua Komisi Sosial (Komsos) KAS
(Keuskupan Agung Semarang), Rm. Petrus Nugroho Agung Pr; Romo Bagus
Aris SJ selaku tuan rumah dari Wisma Mahasiswa; Leonardo Budi Setiawan
dari Pusaka Institute; dan Probo dari perwakilan Komunitas Saung Jogja
(KSJ).
Romo Nugroho Agung menyampaikan kekagumannya
karena di era modern seperti saat ini masih ada orang muda yang punya
hati pada tradisi Jawa. Saat ditemukan pertama kali, katanya buku Babad Suci Prajanjian Lawas
itu pun berdebu dan tanpa sampul. “Saya sempat mendengarkan isinya di
mobil Komsos tadi. Tapi memang akan lebih meresap kalau CD audio
tersebut didengarkan sambil santai dan tiduran di kamar,” imbuhnya.

Probo
dari Komunitas Saung Jogja (KSJ) mengaku sempat merasa kaget. Karena
ia mengira dalam acara peluncuran dan diskusi ini yang datang
orang-orang tua, tapi ternyata lebih banyak orang muda. Menurutnya
salah satu tujuan dokumentasi naskah babad suci lewat bentuk keping CD
audio ini untuk menginspirasi orangtua agar mau meluangkan waktu
mendongeng lagi. “Di zaman modern ini, dongeng ditinggalkan, kesempatan
berbicara antara orangtua dan anak-anak juga langka,” ujarnya.

Wiwid,
selaku pembawa acara memberi acungan jempol bagi keluarga yang turut
mendukung. Sebab tampak ibunda Mas Probo turut menyimak sejak awal
hingga akhir acara. “Sungguh potret seorang ibu yang merelakan
putra-putrinya untuk terus berkarya,” tandasnya.

Editor dan Foto : Nugroho A-Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar