Desember 29, 2013

Menggagas Kampung Tangguh Bencana

Dimuat di Surat Pembaca, Suara Merdeka, Senin/30 Desember 2013

Pada akhir Desember 2013 ini curah hujan begitu tinggi. Biasanya, sejak siang awan hitam mulai menggantung di langit. Lantas, begitu sore luruh ke bumi dengan derasnya. Oleh sebab itu, warga yang bermukim di sepanjang kali Code, Winongo, dan Gajah Wong, Kota Yogyakarta perlu meningkatkan kewaspadaan. Agar kalau tiba-tiba banjir dan lahar dingin kiriman dari Merapi menghampiri langkah antisipatif dan mitigasi bisa dilakukan.

Salut untuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Mereka berinisiatif membentuk kampung tangguh bencana (KTB). Menurut Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Muhtaruddin, 64 kampung tangguh bencana tersebar di seluruh tanah air.

Di Kota Yogyakarta sendiri, ada 10 KTB. Yakni Kampung Ledok Tukangan kelurahan Tegal Panggung kecamatan Danurejan, Kampung Joyonegaran kelurahan Wirogunan kecamatan Wirobrajan, Kampung Jetisharjo kelurahan Cokrodiningratan kecamatan Jetis, Kampung Sorosutan dan Dagaran kelurahan Sorosutan kecamatan Umbulharjo, Kampung Terban kelurahan Terban kecamatan Gondokusuman, Kampung Gemblakan Bawah kelurahan Suryatmajan kecamatan Danurejan, Kampung Prawirodirjan kelurahan Prawirodirjan kecamatan Gondomanan, Kampung Balirejo Mujamuju kecamatan Umbulharjo, dan Kampung Sodagaran kelurahan Tegalrejo kecamatan Tegalrejo.

Selain siaga menghadapi banjir dan kiriman lahar dingin dari Merapi, warga Kampung Tangguh Bencana juga belajar dan bersimulasi jika gempa bumi, gunung meletus, kebakaran, tanah longsor, angin puting beliung, dan aneka bencana lainnya menerjang.

Berdasarkan Pedoman Tangguh Bencana No. 1/2013, ada 9 program KTB. Yakni analisis resiko dengan membuat peta ancaman, kerentanan, dan kapasitas; mendirikan forum relawan; rencana aksi komunitas, rencana kontijensi desa; membuat jalur evakuasi, dan jalur ekonomi untuk pembiayaan pasca bencana.

Agus Winarto, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kota Yogyakarta mengatakan bahwa 10 motor roda tiga telah dibagikan ke kampung-kampung. Moda tersebut dilengkapi dengan pompa air, jenset, mesin pemotong kayu (senso), tali temali atau vertical rescue, handy talkie, dan sebagainya. Pemeritah Kota (Pemkot) Yogyakarta juga telah menyiapkan stok logistik berupa bantuan pangan, sandang, dan papan (baca: barak pengungsian).

Pada 2006 dan 2010 tatkala gempa bumi mengguncang bumi Mataram dan gunung Merapi meletus jatuh begitu banyak korban. Salah satu penyebabnya karena warga bingung mau berbuat apa dalam situasi darurat.

Contoh konkretnya saat lahar dingin kiriman dari kawah Merapi membuat kali Code meluap, karena panik warga justru berlari menuju tepian sungai untuk menyelamatkan diri. Padahal itu sangat berbahaya. Ternyata banyak warga tidak tahu jalur evakuasi menuju titik kumpul yang aman.

Lewat pelatihan dan simulasi menghadapi bencana, warga bisa mengetahui dan langsung mempraktikkan langkah antisipatif dan mitigasi. Misalnya, tentang barang apa saja yang perlu dibawa ke tempat pengungsian. Bahkan jika tenaga medis belum tiba, mereka bisa memberikan pertolongan pertama pada korban.

Pada hemat penulis, program Kampung Tangguh Bencana ini juga perlu lebih melibatkan masyarakat. Sehingga warga dapat menjadi aktor utama. Misalnya saat menentukan jalur evakuasi, pemerintah kota dan tim relawan hanya menjadi fasilitator. Sebab masyarakat yang tinggal di sana selama 24 jam dan paham seluk-beluk lokasi kampungnya. 

Dari aspek semantik, pemilihan istilah KTB (Kampung Tangguh Bencana) juga lebih njawani. Sebab selama ini kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat kalau ditanya berasal dari mana, pasti menyebut nama kampungnya, bukan nama kelurahan atau kecamatannya. Misalnya penulis, jika ditanya pasti menjawab berasal dari Kampung Nyutran. Jarang penulis menyebut dari Wirogunan atau Mergangsan.

Kendati demikian, program Kampung Tanggap Bencana ini juga perlu dikembangkan terus. Jangan hanya di 10 kampung di Kota Yogyakarta, tapi juga di kampung-kampung lainnya. Warga yang telah mendapat pelatihan teoritis dan mempraktikkan simulasi bisa berbagi pengetahuan dan pengalamannya kepada tetangga kampung lainnya. Media massa juga perlu menyebarluaskan ihwal mitigasi dan antisipasi bencana. Jangan hanya melulu memberitakan dampak-dampak pasca bencana.

Ke depannya, semoga  terbentuk masyarakat dan bangsa yang tangguh bencana. Kita perlu ngangsu kawruh dari Jepang saat mereka sigap menghadapi bencana kebocoran reaktor nuklir, gempa, dan tsunami.

Akhir kata, senada dengan kata pepatah dalam bahasa Inggris, “Prepare for the worst, expect for the best”. Bencana merupakan bagian dari dinamika alam. Cara bersahabat dengan lingkungan sekitar ialah memanajemen komunitas akar rumput (grassroot) agar tangguh menanggulangi bencana secara mandiri.

Sumber Foto: http://www.duniajogjanews.com/2013/03/26/makin-rajin-bikin-kampung-tangguh-bencana/
Sumber Foto: http://www.duniajogjanews.com/2013/03/26/makin-rajin-bikin-kampung-tangguh-bencana/

Tidak ada komentar: