Maret 13, 2008

GLOKALISASI

Dimuat di Rubrik Suara Mahasiswa SKH Kedaulatan Rakyat, 2 November 2006

Ada apa gerangan kok sejak pagi hingga tengah hari pada Selasa Legi 31 Oktober 2006 ribuan orang tumpah ruah di Bangsal Kepatihan Yogyakarta? Dari tukang becak yang bersimbah peluh sampai pegawai kantoran yang necis berdasi dan wangi rela berjajar antri guna bertatap muka dan bersalaman dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kanjeng Ratu GKR Hemas.

Usut punya usut ternyata ada acara spesial Open House Ngarso Dalem dalam rangka memperingati hari raya Idul Fitri 1427 Hijriyah yang jatuh pekan lalu. Ada seorang Ibu lanjut usia berani datang sendiri dari daerah Ambarukmo hanya untuk bersua secara fisik dan menyentuh tangan Sri Sultan HB X yang pada hari berbahagia itu ditemani oleh Sri Paduka Paku Alam dan Sekda DIY. Menurut penuturan Sang Ibu, beliau meyakini bila dapat bersalaman dengan Sri Sultan akan mendapat berkah melimpah dari Gusti Allah.

Mungkin ada sentimen segelintir orang yang berpendapat tradisi turun-temurun yang telah dihayati sejak ratusan tahun silam oleh para leluhur kita ini hanya sebentuk feodalisme atau pengkultusan individu belaka. Namun jika kita melihat dengan pandangan jernih maka kearifan lokal itu bisa memfasilitasi rakyat jelata berjumpa lansung dengan pemimpinnya . Ini amat mengharukan dan patut dilestarikan.

Dalam acara silaturahmi semacam itu rakyat jelata dan para pemimpi berjumapa langsung sehingga bisa saling berbagi satu sama lain. Di satu sisi raktyat merasa dekat secara emosional dengan para pemimpin sehingga semakin giat berkarya sesuai perannya masing-masing dalam keseharian, Di sisi lain para pemimpin juga diingatkan akan amanah penderitaan rakyat sehingga menjalankan tampuk kepemimpinan tidak arogan, korup dan melik nggendong lali.

Kemudian ada sebuah istilah njawani guna menyebut seorang pemimpin "Sri Paduka". Menurut Anand Krishna, "Sri", ibarat Dewi Sri dalam tradisi kejawen yakni Dewi Padi atau "Ia yang menyejahterakan" dan "Paduka" berarti langkah yang sinonim dengan tindakan atau lelaku. Dalam konteks jaman modern seperti sekarang ini, "Sri Paduka" berarti pemimpin yang kebijakannya, baik secara ekonomi, politik, sosial, budaya menyejahterakan sekaligus menentramkan hati rakyat dan para konstituennya.

Di era Globalisasi seperti sekarang ini, di mana jarak, ruang, dan waktu menjadi begitu relatif sebab dalam hitungan detik pelbagai arus informasi bisa diakses dan menyebar ke seantero jagat, bila kita tidak pintar-pintar menyeleksi pengaruh asing yang menyerbu Indonesia maka kita bisa kehilangan jati diri. Meminjam istilah Bung Karno "Neo Imperialisme" mungkin tengah berlangsung tanpa kita sadari. Situasi ini pelu diimbangi dengan Glokalisasi, yakni upaya sungguh-sungguh untuk menggali kembali harta karun kearifan lokal yang terpendam di Bumi Pertiwi tercinta. Dan...yang lebih penting menyajikannya sesuai dengan konteks dan gaya zaman modern. Konkretnya seperti Open House Ngarso Dalem di Bangsal Kepatihan DIY. Namun hal ini musti dikemas secara kreatif, masif dan berkala sehingga tidak menjadi ritual belaka.

Tidak ada komentar: