Maret 05, 2008

Resensi Buku Otak

Dimuat di Rubrik Resensi Buku SKH Kedaulatan Rakyat, Minggu 15 Januari 2006.

Judul: Otak Para Pemimpin Kita, Persoalan Kebangsaan yang Kita Hadapi dan Solusinya Sebuah Dialog yang Mencerahkan
Penulis: Anand Krishna bersama dr. Bambang Setiawan (Ahli Bedah & Bedah Syaraf) & Didik Nini Thowok (Seniman )
Penerbit: PT. One Earth Media
Cetakan: I, 2005
Ukuran buku : 11 x 17 cm
Tebal: xii + 98 hal
Harga : Rp. 20.000,-

"Bagian kiri berurusan dengan logika, matematika, analisa dan lain sebagainya, sementara bagian kanan lebih "berperasaan". Sense of Beauty, keindahan, estetika, segala macam arts atau seni, bahkan imaginasi, visi...semuanya diurusi otak bagian kanan. Sementara ini kedua bagian itu menjadi budak Lymbic, yang masih sangat hewani. Maka segala apa yang kita lakukan masih diwarnai oleh kehewanian kita." (halaman 24)

Begitulah penjelasan dokter Bambang Setiawan tentang mekanisme kerja otak manusia. Ahli bedah syaraf ini menganalisa carut-marutnya permasalahan bangsa ini bisa dideteksi dari struktur syaraf otak. Mayoritas masyarakat kita masih menjadi budak Lymbic, yakni bagian batang otak yang semata-mata mengejar kenyamanan diri dan memuaskan nafsu pribadi. Maka tidak mengherankan jika tingkah-pongah pemimpin kita terkesan liar dan egoistik serta kurang peka terhadap penderitaan rakyat.

Sistem pendidikan kitapun hanya mengasah otak kiri. Akal belaka, sehingga banyak menghasilkan intelektual. Namun ironis kepandaian tersebut dipakai untuk ngakali, minteri orang lain, akar permasalahannya sama yakni karena masih dikendalikan Lymbic. Parahnya lagi, saat Lymbic ini berkolaborasi dengan otak kanan, yang kaya unsur estetika, sehingga keinginan-keinginan hewani tadi dipoles dengan kata-kata manis, janji-janji muluk supaya terkesan lebih indah, halus dan menarik. Namun tetap sami mawon, semua itu sekedar untuk memuaskan kepentingan pribadi. Bukankah hal semacam ini yang kerap dilakukan para politisi kita? Mereka mengumbar janji-janji saat kampanye pemilu, tapi setelah berkuasa, melik nggendong lali, lupa pada amanah untuk melayani dan mensejahterakan rakyat. Tapi bukankah kita juga yang memilih para pemimpin bangsa ini, maka kitapun bertanggungjawab untuk mengatasi pemasalahan kebangsaan ini.

Solusi atas permasalahan ini amat sederhana, yakni dengan rajin-rajin, t'laten membersihkan Lymbic Section ini dari endapan sampah pikiran, karat emosi, trauma masa lalu yang terpendam dalam gudang subconcious mind, sistem bawah sadar kita. Bisa lewat doa, meditasi, dzikir, disesuaikan dengan agama dan kepercayaan kita masing-masing. Apabila kita sudah menjadi Tuan atas diri kita sendiri, yakni mampu mengendalikan kecenderungan-kecenderuangan hewani tadi maka secara otomatis kita menjadi lebih manusiawi, peka dan berempati pada sesama. Kita tak akan mengorbankan orang lain demi kepuasan pribadi. Keberadaan kita akan menjadi berkah bagi lingkungan sekitar.

Buku ini merupakan dokumentasi Acara Diskusi Bulanan yang diadakan oleh National Integration Movement di Padepokan Spiritual Lintas Agama One Earth One Sky One Humankind, Bukit Pelangi (Jawa Barat) pada 15 April 2005 lalu. Menghadirkan 3 tokoh yang kompeten di bidangnya masing-masing. Pertama adalah Dokter Setiawan, seorang Pakar Otak yang telah puluhan tahun berpraktik di Jakarta. Pria sal Pekalongan ini sejak usia dini menekuni spiritualitas dan sains modern. Beliau adalah sosok hidup yang balance, karena otak kiri dan kanannya berkembang secara optimal. Pernah juga menulis buku Medis dan Meditasi, yang menjelaskan kaitan antara Kebijaksanaan Timur dan Sains Modern Barat. Kedua, Didi Nini Thowok, seorang penari dan pelaku budaya, beliau menguasai berbagai tarian tradisi asli Nusantara, karya klasik India serta menciptakan aneka genre tarian kontemporer baru. Seniman kelahiran Temanggung 13 November 1954 ini dengan tegas menolak untuk mengajar di kampus terkemuka di luar negeri, dengan bayaran yang menggiurkan. Dan lebih memilih membuka sanggar tari sederhana di Yogyakarta, visinya adalah untuk mengajak anak-anak mengenal dan mencintai seni dan budaya Nusantara sejak usia dini. Ketiga, adalah Anand Krishna, tokoh humanis lintas agama yang selama 15 tahun terakhir mencurahkan energi untuk menyuarakan tekad persatuan dan membangkitkan rasa Cinta-Bhakti pada Ibu Pertiwi antara lain lewat penulisan puluhan buku, menggelar Simposium Kebangsaan, mengadakan Program Mengajar Tanpa Dihajar Stress (MTDS) bagi para Pendidik-Guru dan Berkarya Tanpa Beban Stress (BTDS) untuk para karyawan.

Buku ini padat berisi, menyajikan dialog yang mencerahkan serta memberikan solusi konkrit atas peliknya persoalan kebangsaan kita. Terdiri dari 5 bagian, yang pertama adalah sesi "Bedah Otak", yakni mengulas struktur otak manusia, serta perannya dalam koordinasi tubuh sekaligus mind. Selanjutnya "Mengembangkan Rasa", sense of art and beauty, apresiasi, rasa empati dalam diri manusia menjadi lembut, pengasih dan penyayang. Ketiga "Serba-Serbi Otak - Warna Warni Otak", yaitu ajakan untuk melihat perbedaan sebagai kekayaan, ibarat warna-warni dalam pelangi yang justru memperindah dan mempercantik keberadaannya. Aneka cara untuk memberangus perbedaan dan menyeragamkan manusia berarti menyalahi kodrat hukum alam. Bagian keempat adalah "Setelah dibedah", Insya Allah, manusia menyadari Jati Dirinya, ia berhasil menaklukkan insting hewani yang selama ini mengekangnya. Ia menjadi semakin manusiawi. Terakhir adalah latihan "Pembenahan Diri" semacam panduan praktis untuk memberdaya diri, membersihkan lymbic dari sampah-sampah stres, trauma, ketakutan dan kekecewaan. Sehingga kita tak hanya rumangsa isa, sebatas paham secara kognitif-rationil tapi juga isa rumangsa, mencicipi rasa - pengalamannya.

Buku ini layak dibaca oleh para pemimpin, orang tua, guru, karyawan dan siapa saja yang berniat untuk menjadi lebih manusiawi lewat pemahaman hidup yang utuh dan seimbang tentang struktur otak. Kemudian bersedia melakukan Jihad Akbar yakni secara tekun dan rendah hati untuk menaklukkan keliaran hewani dalam diri. Sehingga akhirnya menjadi lebih manusiawi dan lembut. Hati kita akan berlembab dan inklusif sudi menghargai pelangi perbedaan yang ada. Serta mampu berbagi rasa, lewat bhakti secara tulus bagi sesama dan Ibu Pertiwi Tercinta, INDONESIA.

Tidak ada komentar: