April 02, 2008

Diskusi Hari Bumi NIM Joglosemar

Dimuat di http://www.nationalintegrationmovement.org

22 April 2007 - Diskusi Hari Bumi NIM Joglosemar
di Balai Rama-Shinta
di Candi Prambanan,
Minggu, 22 April 2007, jam 12.00 - 14.00 WIB


Narasumber :
  1. Tri Widodo : Koordinator NIM Surakarta dan Kasubdin Kerjasama Dinas Pengelolaan SDA Jateng

  2. Wini Rizkining Ayu : Mahasiswa Elektronika dan Instrumentasi FMIPA UGM

  3. Eko Prastowo : Direktur Lembaga Studi Kemitraan Lingkungan (Lestari-Indonesia)

  4. Sugiarto : Perwakilan Taman Wisata Candi Prambanan (Tuan Rumah)
Moderator: Ismoyo Didit Palgunadi

Diliput oleh Jogja TV

Sebelum diskusi dimulai The Torchbearers menyanyikan lagu: "Let Make a Better World", "I Greet You in Peace" dan "Damai Indonesia" karena ada seorang tamu kehormatan, turis dari manca negara yang berkenan hadir dan menyimak jalannya diskusi. Bapak Triwidodo mengawali diskusi siang itu dengan paparan betapa pentingnya hidup selaras dengan alam. Kita hidup dipelihara oleh bumi. Apapun yang kita makan, nasi, roti, sayur, kemudian daging yang berasal dari hewan yang makanannya juga tanaman yang tumbuh di bumi ini, selanjutnya ikan dan udang mereka juga makan dari tanaman ataupun plankton yang dihasilkan bumi, bahkan bumbu yang membuat hidangan lezat juga bukan berasal dari luar angkasa sana.

Selanjutnya paparan dari generasi yang lebih muda, yakni Mbak Wini Rizkining Ayu dari Fakultas MIPA UGM, yang sempat mengharumkan nama bangsa dengan menjadi duta Indonesia dalam 8th Hitachi Young Leader Initiative yang membahas strategi pelestarian alam di Hanoi Vietnam beberapa waktu lalu. "Salah satu efek rumah kaca ialah berjangkitnya wabah malaria di pegunungan Jaya Wijaya Papua," papar Mbak Wini. Kok bisa di daerah yang dingin nyamuk anoples bisa hidup dan berkembang biak? Karena dalam dua tahun terakhir pemanasan bumi kian meningkat sehingga menyebabkan salju di sana mencair. Padahal daya tahan penduduk Papua tidak sekuat mereka yang tinggal di dataran rendah. Akibatnya banyak yang menjadi korban meninggal.

Dan ternyata ada hubungan antara kebiasaan kita naik motor pulang-pergi ke kampus dengan hal tersebut. Karena emisi bahan kendaraan bermotor kita turut menyebabkan pemanasan bumi. Bahkan di Jepang musim bunga Sakura mundur sebulan lebih, di Vietnam juga demikian, sehingga ribuan petani dan pengrajin bunga harus menanggung kerugian akibat gagal panen. Di Indonesia sendiri, para nelayan yang tinggal di pesisir pantai mulai kehilangan tempat tinggal akibat abrasi pantai yang parah.

Hal di atas membuktikan bahwa pemanasan global bukan sebatas isu melainkan sudah menjadi fakta. Ironisnya kita di sini masih banyak yang cuek-cuek saja. Di Singapura, minggu lalu mulai diberlakukan kebijakan "Bring your own bag" di bilangan pusat perbelanjaan Orchid Road dan sekitarnya, para pengunjung diwajibkan membawa tasnya sendiri-sendiri guna mengurangi pemakaian tas kresek yang notabene butuh jutaan tahun untuk didaur ulang secara alami.

Di negara maju seperti kita lihat di film Eropa, masyarakat di sana lebih memilih naik kendaraan umum seperti Tram dan Bus. Kalau kita mau pergi jarak dekat lebih baik jalan kaki sajalah. Selama 14 tahun terakhir pemanasan global sudah kian parah akibat modernisasi dan industrialisasi, banyak produk dibuat dengan mesin yang digerakkan dengan tenaga bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dst).

Secara sistematis kita juga perlu mensosialisasikan Kyoto Protokol. Nah mulai sekarang kalau beli motor pilih yang 4 tak, kalau beli mobil yang ramah lingkungan, misal yang berbahan bakarnya bertimbal rendah. Kalau 5 tahun mendatang polusi masih terjadi akan semakin banyak gletser yang mencair. Pulau-pulai di Indonesia bisa tenggelam.

Ada cerita menarik, di Antartika muncul padang bunga, bayangkan ditengah salju ada bunga bermekaran, indah sih tampaknya tapi itu merupakan akibat ozon yang bolong tepat di atasnya. Negara-negara Afrika akan 2 kali lipat lebih miskin karena kekeringan dan bencana kelaparan mewabah. Selain itu penularan penyakit juga akan semakin mudah karena CO2 merupakan penghantar yang baik untuk virus-virus menular.

Bung Didit selaku Moderator, memberikan komentar, "Ya, kita harus mulai dari sendiri" ujarnya lantang.

Sedikit sharing, saya dari Semarang, dulu waktu 1980-an sering diajak ayah ke Magelang, udara di sana masih terasa sejuk, sekarang kok panas banget. Di Semarang sendiri, ada kota atas dan kota bawah, menurut ayah saya sekitar tahun 1860- kalau kita bicara di kota atas akan keluar asap saking dinginnya, sekarang atas dan bawah sama aja panasnya. Selain itu koordinator NIM Semarang ini juga menyoroti prilaku manusia yang tak selaras dengan alam turut menyebabkan kerusakan alam.

Kabar baiknya, di Surabaya mulai ada program penanaman sejuta pohon di masing-masing kelurahan, di Jakarta saya baca juga ada kebijakan tata ruang perkotaan, rumah kudu memiliki taman. Di Hero Semarang juga ada kantong khusus yang ramah lingkungan, walau kita harus beli. Pihak Swasta juga perlu digandeng untuk mensosialisasikan dan mengantisipasi Global Warming.

Para lelulur kita mempersonifikasikan alam dengan sebutan Bunda Alam Semesta, Ibu Pertiwi, relasi parental semacam inilah yang bisa membuat kita lebih bertanggung jawab, masakan kita akan mengeksploitasi Ibu kita sendiri? Di Bali masih banyak pohon yang diberi sesaji, dibakarin dupa, menyan dst. Itu bukan memuja pohon melainkan salah satu cara menghormati sesama makhluk hidup. Lebih lanjut agar tidak merusak, kita waktu kecil sering ditakut-takuti ada wewe gombel. Nah sekarang kita harus mengemas kearifan lokal tersebut dengan bahasa orang modern yang gaul, fungky dan menarik.

Pada sesi tanya jawab Bapak Darmadi dari Solo menanggapi sikap pemerintah yang cuek saja pada masalah ekologis ini, beliau mengajak segenap peserta yang hadir di sini untuk mulai dengan diri sendiri tuk berpartisipasi dalam mengatasi pemanasan global. Sebagai tambahan informasi, menurut berita yang di baca di majalah nasional, kremasi juga menyebabkan polusi udara, terutama yang pakai mesin, kalau yang pakai kayu bakar mah aman-aman saja.

Mbak Wini menanggapi bahwa kampanye lingkungan di level grass root amatlah penting. Ini hal yang susah namun memang harus dilakukan, karena merekalah yang kena dampak langsung dari kerusakan lingkungan. Para akademisi harus sudi turun ke bawah menjelaskan dengan bahsa mereka dampak dari pemanasan global pada kehidupan sehari-hari masyarakat akar rumput.

"Al Gore kalah dalam pemilihan Presiden AS dengan Bush, ini menunjukan arah politik negara adidaya tersebut. Bahkan Al Gore dikritik habis-habisan dengan dalih menjadi kaki tangan Cina, supaya Cina bisa lebih maju," tambah Pak Tri. Iklim yang panas menyebabkan manusia, utamanya orang muda gampang frustasi, marah bahkan mengadakan penembakan sadis seperti di Virginia. "Tapi kita tak boleh putus asa, harus yakin pada disi sendiri, mulai dari diri sendiri, sadar!" tandas Pak Tri dengan penuh semangat.

Sedikit komentas dari Moderator, kemarin Jumat kita mengadakan Afirmasi Cinta Semesta di Pantai Marina, dihadiri pula oleh Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP, Ibu Tinuk, beliau cerita bahwa sebelumnya sempat stres berat karena dalam sehari ada 3 undangan rapat, beliau kalau tak ditelpon oleh kita mungkin tak hadir karena lupa, tapi begitu berdiri di tepi pantai, memandang lautan dan langit senja serta membacakan afirmasi, sontak stresnya hilang, seketika laras menyatu dengan alam.

Bapak Eko Prastowo, selaku Direktut Lestari memaparkan tiga faktor penting dalam tata kehidupan ini. Yakni manusia, alam dan kerja. Dalam kerja manusia dan alam berinteraksi. Hubungan yang tidak baik akan menyebabkan kerusakan karena bersifat eksploitatif. Akarnya adalah keserakahan dan keinginan yang berlebihan untuk mengeruk alam demi kepentingan pribadi. Bumi dan alam semesta sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, tapi tak cukup untuk memenuhi keserakahan satu manusia.

Semua agama di dunia mengajarkan supaya kita memelihara alam. Hari bumi adalah sebentuk kecemasan sekaligus harapan untuk menciptakan tata dunia yang lebih baik. Akar masalah di Bumi ini adalah perang atas penguasaan SDA, ironisnya bangsa ini tak lagi memiliki kedaulatan untuk mengelola Buminya sendiri.

Gagasan yang menarik dari Pak Eko ialah, pengajuan kurikululm pendidikan ekologis, supaya anak-anak sejak dini dekat dan kenal dengan alamnya. Sehingga kelak saat dewasa bisa melakukan pola kerja yang bertanggungjawab dan tak merusak alam. Di sini kalau ada 30 anggota NIM, maka 1 keluarga jadi pro-lingkungan, pro-bumi, menurut beliau itu sudah satu prestasi yang membanggakan.

Nenek moyang kitapun pernah membangun Prambanan, mereka sudah punya kemampuan brilian untuk merecycle, reduce dan repair. Saya bangga menjadi orang Indonesia seperti yang terpampang pada spanduk di depan.

Sebagai penutup, Bapak Sugiarto dari Taman Wisata Candi Borobudur menyampaikan permohonan maaf karena sang pimpinan Pak Bambang tak bisa hadir. Beliau sangat senang dan salute dengan kegiatan Pesta Rakyat NIM di Prambanan, juga diskusi macam ini. Ke depannya semoga terus berlanjut dan melibatkan semakin banyak lapisan elemen masyarakat.

Mas Didit dengan tangkas menceritakan bahwa ia baru membaca di koran bahwa menurut statistik jumlah pengunjung Candi Prambanan dan Borobudur meningkat tahun ini dan kebetulan berbarengan dengan penyelenggrataan Pesta Rakyat oleh NIM, tentu saja sekilas info ini di sambut tepuk tangan dan tawa segenap peserta yang hadir.

Selanjutnya NIM diwakili oleh koorditator NIM Jogja, dr. Stephanus Hardiyanto mempersembahkan souvenir kepada para Narasumber. Tak terasa sudah sore, acara diakhiri dengan Afirmasi Cinta Semesta di tepi tempuran kali Opak. Dinaungi oleh kemegahan Candi Prambanan dan disaksikan oleh patung raksasa Hanoman, seluruh peserta yang hadir membacakan afirmasi dengan mantap serta dimeriahkan dengan lantunan lagu-lagu cinta dan diakhiri dengan Indonesia Raya!

Tidak ada komentar: