April 09, 2008

ATASI NARKOBA DENGAN TAWA

Dimuat di Rubrik Bebas Bicara, Bernas Jogja, 15 Mei 2008


Kapal Republik Indonesia ini nyaris karam dihantam badai Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAFZA). Modus operandi tersebut merupakan konspirasi tingkat tinggi untuk menciptakan The Lost Generation di bumi Pertiwi tercinta. Tujuannya supaya kelak negeri ini mudah dikuasai dan diekspoloitasi. "Virus" berbahaya itu tak pandang suku, agama, ras, strata sosial, ataupun usia. Bahkan belakangan penyalahgunaan NAFSA telah merambah pula di kalangan siswa-siswi SMP.

Pelajar yang menyalahgunakan NAFZA bukan untuk pengobatan tapi sekedar untuk pelarian bisa kecanduan (Adicted). Akibatnya stamina merosot karena fungsi hati, jantung dan paru-paru tersendat. Selain itu, mereka juga rentan tertular penyakit hepatitis B/C dan HIV/AIDS karena pemakaian jarum suntik secara bergiliran atas nama solidaritas semu. Last but not least, kalau sampai overdosis maka maut datang menjemput lebih awal.

Ketergantungan pada NAFSA menyebabkan perkembangan mental-emosional generasi penerus bangsa terganggu. Memang sudah ada aturan hukum untuk membatasi peredaran dan penyalahgunaannya. Misal UU Psikotropika No. 22/ 1997. Pemakai dan bandar golongan I dan II diancam hukuman 7-10 tahun penjara. Lalu para pengedarnya bisa divonis tahanan seumur hidup atau penjara minimal 20 tahun. Tapi praktek penegakan hukum di sini ibarat pepatah, "Jauh panggang dari api". Senada dengan lirik lagu "Gosip Jalanan" SLANK, karena ujung-ujungnya duit!

Sebagai pengajar yang acapkali berinteraksi dengan para murid di sekolah, seyogyanya para guru bisa mendeteksi gejala awal penyalahgunaan NAFZA. Berdasarkan pengalaman penulis, para pemakai biasanya menunjukkan prilaku menyimpang. Misal malas menggarap Pekerjaan Rumah (PR), tapi kalau ditegur justru membalas dengan sikap membangkang. Bahkan dari tampilan fisik bisa kentara sekali, seperti mata merah, wajah pucat dan bibir kehitam-hitaman. Di sinilah peran guru "plus" untuk meluangkan waktu dan energi untuk berbagi rasa. Pastikan si murid tahu bahwa kita ingin ia bebas dari kergantungan pada NAFZA. Yakinkan bahwa kita akan senantiasa berada di sampingnya walau apa pun yang terjadi.

Sedikit sharing, penulis sempat menjadi volunteer program "Menghindari Narkoba dengan Olah Raga Tawa" dalam rangka memperingati hari Kesehatan Nasional yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen bekerjasama dengan Anand Krishna Centre (AKC) Joglosemar pada November silam. Rasanya terharu sekaligus bahagia menyaksikan 3.000 pelajar SD-SMP-SMA tumpah-ruah memadati GOR Diponegoro dan mempraktekkan bersama olah raga tawa. Menurut Dokter Djoko Pramono MM asal Pati tatkala kita terbahak-bahak terciptalah hormon endorphin di otak. Selain itu 1 menit tertawa lepas efeknya sebanding dengan 45 menit berolahraga.

Tidak ada komentar: