Juni 04, 2011

Pakar Hukum UGM: Kasus Anand Krishna, Gosip dan Penuh Rekayasa

Rabu, 1 Jun 2011 07:34 WIB


YOGYAKARTA, RIMANEWS-Pakar hukum pidana UGM, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., menilai kasus pelecehan seksual yang menimpa tokoh spiritual lintas agama Indonesia, Anand Krishna, merupakan rekayasa pihak-pihak tertentu dan hanya gosip belaka. Hal ini berdasarkan atas fakta bahwa kasus tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dibawa ke pengadilan, yakni minimnya jumlah saksi dan alat bukti yang diperlukan. "Dari jumlah saksi dan alat bukti tidak memenuhi unsur-unsur pidana untuk bisa dibawa ke pengadilan. Tapi ini tetap saja diteruskan ke pengadilan sehingga menandakan adanya rekayasa dalam kasus Anand Krishna," kata Edy, panggilan akrab Edward O.S. Hiariej, dalam Diskusi Kontroversi Kasus Anand Krishna, di University Club (UC) UGM, Selasa (31/5).

Edy menambahkan semua saksi yang ada juga menyatakan tidak benar-benar melihat terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan Anand Krishna pada Maret 2009 silam. Di samping itu, hasil visum dokter juga menyebutkan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan seksual dan selaput dara pelapor (inisial TR) masih utuh. "Dengan bukti tersebut, sekaligus mempertegas keyakinan bahwa kasus pelecehan seksual yang dituduhkan kepada Anand Krishna memang sangat kecil pembuktiannya," ujar Edy yang juga menjadi saksi ahli di dalam persidangan Anand Krishna.

Kasus pelecehan seksual, menurut Edy, sangat subjektif. Untuk dapat menentukan sebuah kasus pencabulan juga sulit, terutama menyangkut saksi. "Bahkan di agama Islam juga tegas sekali kalau tidak ada tiga saksi, ya langsung dihentikan. Dalam kasus ini bahkan tidak ada satupun saksi yang menyatakan melihatnya," katanya.

Mantan anggota DPR RI, Utami Pidada, dalam diskusi tersebut mendesak agar hukum di Indonesia dapat ditegakkan berdasarkan keadilan. Jangan sampai penegakan hukum melanggar norma-norma keadilan sehingga justru akan menjadi bahan tertawaan publik. "Masyarakat kita itu sudah terdidik sehingga jangan sekali-kali melanggar norma-norma hukum dan keadilan," tutur Utami.

Utami melihat akan timbul kerugian bagi diri pelapor (TR) karena sudah memberikan laporan yang direkayasa. Kerugian yang dimaksud ialah kerugian fisik dan materi. TR akan rugi karena di masyarakat akan dicap sebagai objek pelecehan seksual meskipun hanya rekayasa. Di samping itu, jika jalannya persidangan selesai, nasib TR di kemudian hari juga tidak akan jelas yang akan dilakukan. "Perempuan itu rentan posisinya di masyarakat dan sering dijadikan objek rekayasa untuk kepentingan lain sehingga keberadaan dan posisinya perlu diperkuat lagi," tambahnya.

Senada dengan itu, Romo Sapto Raharjo dari Gerakan Moral Rekonsiliasi Pancasila mengatakan agar penegakan hukum di Indonesia tegas diberlakukan dengan mengedepankan prinsip keadilan. Dalam pandangannya, jika sebuah kasus tidak memiliki bukti dan saksi yang kuat sebaiknya langsung dihentikan dan tidak diteruskan ke pengadilan, seperti dalam kasus Anand Krishna. Ditakutkan jika kasus ini terus dibiarkan, lambat-laun akan menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia. "Ujung-ujungnya hanya akan memakan korban yang tidak bersalah. Setelah Anand Krishna lalu nanti siapa lagi? Saat ini saja, Yogyakarta dan Sri Sultan HB X juga dipermainkan dengan ulah pihak yang tak bertanggung jawab dan merugikan kita terkait keistimewaan," kata Romo Sapto.

Sebagaimana diketahui, Anand dilaporkan TR (pelapor yang juga muridnya) dengan tuduhan melakukan tindak pencabulan sebagaimana tertuang dalam Pasal 294 Ayat 1 KUHP dan Pasal 294 Ayat 2 KUHP Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Sebelum diadukan dalam kasus pelecehan seksual, Anand Krishna juga sempat dilaporkan dalam kasus royalti buku dan penodaan agama. Pada 8 Juni 2011, menurut rencana agenda persidangan di PN Jakarta Selatan adalah mendengarkan tuntutan dari jaksa.

Sumber: http://www.rimanews.com/read/20110601/30124/pakar-hukum-ugm-kasus-anand-krishna-gosip-dan-penuh-rekayasa

Tidak ada komentar: