Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta
Cetakan: II, Juni 2007
Tebal: 214 halaman
”Tak ada manusia yang lebih baik dibanding manusia yang lain” - Anonim.
Secara harafiah Eneagram (baca: eni-e-gram) berarti gambar lingkaran bertitik 9. Ilmu kuno ini berasal dari Timur-Tengah. Awalnya diajarkan secara getog-tular alias dari mulut ke mulut. Baru kemudian Oscar Ichazo dan Claudio Narajo mendokumentasikan 9 tipologi kepribadian anak tersebut di Amerika pada awal 1970-an.
Menurut teori Eneagram, tiap individu itu unik sehingga tidak ada anak yang lebih baik ketimbang anak yang lain. Dengan memahami prinsip ini, otomatis kita bisa mengapresiasi kebhinnekaan gaya prilaku dan memfasilitasi sang buah hati tercinta untuk menerima diri apa-adanya.
Elizabeth Wagele menguraikan 9 kecenderungan gaya prilaku anak (disingkat 9P). Yakni; Perfeksionis, anak yang cenderung ingin segala sesuatunya berjalan secara sempurna; Penolong, cenderung suka membantu orang lain; Pengejar prestasi, cenderung ambisius mengejar prestasi tertentu; Peromantis, cenderung mementingkan dunia rasa dan amat sensitif; Pengamat, cenderung ingin mengetahui segala sesuatu serba mendetail; Pencemas, cenderung merasa tidak aman dan was-was; Petualang, cenderung ingin mencari tantangan baru; Pejuang, cenderung bersikap pantang menyerah dan harus menang; Pendamai, cenderung menghindari konflik dan merasa puas dengan keadaan diri dan lingkungan sekitar (hlm 11-12).
Misalnya berkait bencana ekologis pemanasan bumi (Global Warming) yang menyebabkan cuaca begitu ekstrim di pelbagai belahan dunia. Psikotherapis kondang tersebut memberi ilustrasi respon anak sesuai dengan tipe Eneagram-nya. Perfeksionis akan berkata, "Kita harus menyelamatkan bumi!"; Penolong tak mau ketinggalan, "Mari kita mencintai bumi agar kita semua selamat!"; Pengejar prestasi menambahkan, "Mari terus berusaha menyelamatkan sumber daya alam kita!"; Peromantis merajuk, "Kalau bumi bersedih, akupun turut mengucurkan air mata; Pengamat angkat bicara, "Yang logis dong Bung, bersikaplah bijak terhadap bumi ini!" ; Pencemas menimpali, '"Awas, bumi kita sedang dikutuk..."; Petualang memprovokasi, "Mari selamatkan bumi ini demi Aku!"; Pejuang menantang, "Awas, akan ku libas siapa saja yang merusak bumi biru ini!" ; sedangkan Pendamai nyantai aja lagi,"Mengapa sih ribut-ribut? Bumi kita ini baik-baik saja kok!" (hlm 154).
Buku ini merupakan sarana untuk memfasilitasi anak tumbuh sehat, cerdas dan unggul sesuai kecenderungan (watak) dasarnya. Cocok dibaca, didiskusikan dan dipraksiskan oleh para orang tua serta guru dari tingkat playgroups, TK, bahkan Universitas. Yakni dalam rangka memupuk kepolosan, kesederhanaan, keceriaan, serta spontanitas ala kanak-kanak tanpa perlu menjadi kekanak-kanakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar