Judul: Be Happy! Jadilah Bahagia dan Berkah bagi Dunia
Penulis: Anand Krishna
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: I, Januari 2008
Tebal: xv + 177 halaman
Harga: Rp 35.000
"Menderita bukan berarti absennya bahagia." - Anonim
Beberapa waktu lalu BBC mengadakan penelitian seputar rasa bahagia. Ada tiga hal yang menjadi pemicu mengalirnya mata air kebahagiaan dari dalam diri. Pertama, ketenangan batin. Para anggota dewan di Senayan yang “mengemis” pengadaan Laptop dari kas uang rakyat jelas masih gelisah dan belum berpuas diri. Kenapa? karena mereka membutuhkan sarana luaran untuk mendongkrak kinerja melayani putra-putri Ibu Pertiwi. Seyogianya beliau-beliau merogoh kocek sendiri dari gaji bulanan dong. Kedua, kesehatan. Kini sudah ada perda larangan merokok di tempat umum. Tapi masih banyak smokers yang kebal-kebul sembarangan di dalam bus, pasar, kantor bahkan sekolah. Seorang guru olah raga memberi aba-aba sembari ngudut. Ironis, karena mereka tak peduli terhadap kesehatan pribadi, lha bagaimana bisa dijadikan panutan para murid? Ketiga, hubungan keluarga dan persahabatan. Lebih dari 48 persen responden menempatkan relasi sebagai prioritas utama. Mereka mengeluhkan minimnya interaksi antarmanusia (human touch) di kota-kota besar. Banyak orang merindukan nuansa hangat pedesaan, memiliki rumah “mewah” (mepet sawah). Kenapa? Karena nuansa tersebut lebih memfasilitasi terjalinnya relasi personal dengan para tetangga dan lingkungan sekitar.
Selanjutnya, buku ini memaparkan tips untuk mencecap kebahagiaan sejati. Pepatah lama mengatakan, "Experience is the mother of wisdom". Kita diajak untuk belajar dari para pendahulu zaman yang pernah mengguyuri bumi biru ini dengan hujan Kesadaran dan Mukzijat Cinta. Sebut saja Aristoteles, Edward de Bono, Franklin D. Roosevelt, Hellen Keller, Kalidasa, Ludwig Wittgenstein, Mark Twain, Pearl S. Buck, Sophocles, Taisen Deshimaru, Voltaire, Fransiskus Asisi, Zeno of Elea (150-170 BC). Misalnya Sang Buddha, 3000 tahun silam beliau “merayu” anak manusia untuk menjadi bahagia dan berbagi pencerahan dengan apa dan siapa saja (Be Joyful and Share Your Joy with Others). Sebaliknya, bapak psikologi modern Carl Jung mengatakan kebahagiaan tak bisa eksis tanpa pembandingnya, yakni kesusahan. Dua hal di muka tampaknya bertentangan. Secara redaksional berbeda tapi sejatinya erat bertautan. Para Buddha kontemporer niscaya menjadi bahagia hanya (dan hanya jika) telah menerima penderitaan sebagai penderitaan. Manusia abad 21 ini tak perlu melakukan apapun untuk menyusahkan dirinya lagi. Nah saat itu terjadilah anugerah kelegaan dari dalam (deep insight) (halaman 78).
Yang menarik ialah ulasan Anand Krishna seputar Kenesologi (halaman 129). Yakni ilmu gerak (kinesis, dari bahasa Yunani) otot dikaitkan dengan keadaan fisik dan mental seseorang. Pelopor ilmu mutakhir ini ialah Dr. David R Hawkins. Beliau menulis buku Power vs Force (Hay House, 2002). Temuan pakar tersebut begitu memukau. Tatkala manusia berdusta atau menghadapi kebohongan maka otot-otot tubuhnya melemah, bahkan berdampak pula pada jiwa sehingga tak mampu berfungsi (baca: mencintai) secara wajar.
Level paling bawah ialah pada angka 20, yakni saat seseorang menghadapi rasa takut sekaligus membuat takut orang lain. Para pelaku bom bunuh diri berada pada kisaran ini karena energinya begitu rendah. Amrozi, Mukhlas, Imam Samudra cs terobsesi untuk merusak diri sendiri dan mencelakakan orang lain yang tak berdosa. Sebaliknya, level teratas berada pada kisaran 700 lebih hingga tak berhingga. Pada maqam ini manusia menjadi beradab dan menyadari tanggungjawab atas kemaslahatan diri sendiri, sesama dan seluruh titah ciptaan.
Be Happy! lebih merupakan sharing pengalaman-cum-pemahaman Anand atas kebutuhan mendasar sekaligus mendesak umat manusia dewasa ini: Happiness, Bliss, Aananda, Sumringah apapun sebutannya pada rasa universal yang satu itu. Buku ini merupakan sarana refleksif untuk menjadi manusia bahagia kini dan di sini. Sebab menjadi bahagia merupakan pilihan bebas. Mengutip kata-kata mendiang Willa Cather (7 Desember 1873 – 24 April 1947), "That happiness: to be dissolved into something completely great." Intinya cara menjadi bahagia ialah dengan larut dan menyatu dengan “sesuatu” yang Maha Besar. Yakni nilai kemanusiaan dan peri kemanusiaan yang meliputi kita semua tanpa pandang bulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar