Januari 16, 2008

"QUO VADIS" PENDIDIKAN?

Dimuat di Rubrik Opini Pembaca, Media Indonesia, 16 Januari 2008

Tatkala sebuah negara bernama Indonesia tengah terpuruk seperti sekarang, seluruh elemen masyarakat sepakat hal itu disebabkan oleh bobroknya sistem pendidikan nasional. Biaya pendidikan begitu tinggi, gaji guru rendah, kurikulum berubah terus setiap ganti mentri, banyak bangunan sekolah ambruk, uang pengadaan buku dikorup, dan seterusnya. Kenapa? karena para pejabat sekedar menjadi birokrat dan melupakan amanah sebagai pelayan rakyat.

Inilah imbas sistem pendidikan yang cuma bersandar pada otak kiri. Padahal ada penelitian mutakhir di Amerika Serikat menyebutkan peran logika pada keberahasilan seseorang hanya 4 persen. Selebihnya, 96 persen menjadi tanggung jawab otak kanan yang berkaitan dengan imaginasi, kreatifitas, dan inovasi.

Seyogianya, pendidikan memfasilitasi perkembangan otak kiri dan kanan. Sehingga anak didik kelak menjadi manusia yang utuh dan seimbang. Sama sebangun dalam transformasi tata kehidupan berbangsa. Saat ini, kita merindukan pemimpin yang tidak hanya memiliki intelektual tinggi dan bergelar doktor, tapi juga sosok yang mampu bertindak laksana seorang Ibu, bisa ngemong dan peka terhadap kondisi riil yang berdenyut di nadi rakyat.

Sedikit berbagi, beberapa waktu lalu saya menghadiri simposium pendidikan bertema "Peran pengajar, dokter, dan psikolog dalam mengembalikan arah pendidikan yang berlandaskan budaya Nusantara demi keselamatan generasi bangsa." Hajatan besar ini difasilitasi oleh Forum Pengajar, Dokter, dan Psikolog bagi Ibu Pertiwi (ForADokSi BIP) yang diketuai Dewi Juniarti Psi. Mengambil tempat di Gedung Aula Dwi Warna Lemhanas Jakarta Pusat. Acara itu gratis dan terbuka untuk umum.

Sebagai pembicara kunci, hadir Ketua National Integration Movement (NIM) Maya Safira Muchtar, Dr B Setiawan SpB SpBS (tokoh di bidang kedokteran, spesialis bedah otak dan bedah syaraf), Sartono Mukadis Psi (psikolog senior dan pemerhati pendidikan), Ir. Sudarmadi WS MM (staf ahli mentri, pendidik), Jendral Ki Tyasno Sudarto SH ( Ketua Majelis Luhur Taman Siswa), Sasa Djuarsa PhD (Ketua Komisi Penyiaran Indonesia), Butet Manurung (tokoh pendidikan luar sekolah Sokola Rimba), Dik Doang (artis/pendidri sekolah Alam Dik Jurank Doank), Drs Lukman S Sriamin M Psi (Ketua HIMPSI Jaya), Trie Utami (artis), dll.

Tak kurang dari 1.100 peserta mengikuti acara tersebut sejak pukul 8.00-14.00 WIB nonsetop. Mahasiswa dari IKJ jurusan seni tari turut menyumbangkan aneka tarian dari pelbagai wilayah Nusantara untuk memeriahkan acara bersejarah tersebut. Uniknya, hampir 90 persen peserta berprofesi sebagi guru.

Tapi amat disayangkan karena Mentri Pendidikan Nasional kita tercinta tak bisa rawuh (datang). Artinya apa? jangan terlalu berharap pada beliau-beliau yang di atas sana. Kini saatnya segenap elemen masyarakat madani merapatkan barisan dan mendesak pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan nasional (minimal) 20 persen dari APBN sesuai amanah UUD 1945.

Yang tak kalah penting ialah membersihkan Departemen Pendidikan dari arogansi kekuasaan dan korupsi sistemik. Caranya bagaimana? Sederhana! yakni dengan mempraksiskan ajaran luhur Taman Siswa warisan Ki Hadjar Dewantara yang sudah tak asing di telinga kita. Pertama, ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh). Kedua, ing madyo mbangun karso (di tengah membangun prakarsa dan bekerja sama). Ketiga, tut wuri handayani (di belakang memberi daya-semangat dan dorongan). Mulai dari diri sendiri di lingkar pengaruh masing-masing.

Kita juga tak perlu mengimpor produk budaya dari luar yang sudah kadaluarsa. Entah itu dari Arab, China, India ataupun Eropa. Saat ini marak pelatihan IQ, EQ, SQ di hotel-hotel berbintang.
Padahal leluhur kita telah mengenal istilah sembah raga, sembah cipta dan sembah rasa seperti yang termaktub dalam Kitab Wedhatama karya KGPA Mangkunegara IV di abad ke-19 (baca: Wedhatama Bagi Orang Modern karya Anand Krishna). Inilah sistem pendidikan holistik berbasis budaya Nusantara yang niscaya mampu membawa Indonesia bangkit dan kembali menggenggam kejayaannya kembali. Amin!

2 komentar:

Senthir mengatakan...

Tulisanmu berat2 banget bro... ra nyandak aku .. :p

Unknown mengatakan...

Berat dan ringan itu relatif Bro. Sebagai orang muda, generasi penerus bangsa, calon pemimpin masa depan kita musti banyak membaca dan menulis. Eman-eman sudah dianugerahi otak oleh Gusti Allah je hehehehe