Dimuat di Harian Detik, Sabtu/20 April 2013
Judul: Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati
Penulis: Wahyu Aditya
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: II/ Februari 2013
Tebal: xvii + 302 halaman
ISBN: 978-602-8811-99-6
Harga: Rp59.000
Penulis: Wahyu Aditya
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: II/ Februari 2013
Tebal: xvii + 302 halaman
ISBN: 978-602-8811-99-6
Harga: Rp59.000
“Jadilah seperti anak kecil, hilangkan prasangka agar tercipta karya-karya kreatif.”
Bagaimana sih cara
memunculkan ide-ide kreatif? Lewat buku ini, penulis berbagi jurus
ampuh, yakni dengan berani bertanya kepada diri sendiri. Teknisnya,
mari berefleksi dengan awalan kalimat, “Bagaimana kalau…?” Contohnya,
“Bagaimana kalau saya mendirikan restoran dengan menu makanan tanpa
MSG?”
Wahyu Aditya juga menceritakan
pengalamannya sendiri. Dulu ia pernah bertanya-tanya, “Kenapa anak-anak
muda zaman sekarang kurang mengenal tokoh pewayangan?” Lantas muncul
pertanyaan susulan, “Bagaimana kalau ia mengubah visual Gatot Kaca
versi wayang kulit jadul menjadi Gatot Kaca versi anak gaul? Hasil
kreasinya dapat dilihat di halaman 74. Desain kaus oblong bergambar
Gatot Kaca berwajah angker ternyata laku keras. Bahkan peminatnya tak
hanya dari kalangan anak muda, tapi juga dari anak-anak kecil sampai
manula.
Lantas, Pendiri HelloMotion Academy
yang sejak 2004 telah meluluskan 2.000 siswa tersebut menandaskan bahwa
proses pencarian ide kreatif lebih sering tak cukup sekadar dengan
menunggu wangsit. Tapi manusia harus berjuang merangsang ide kreatif
tersebut agar segera muncul ke permukaan. Caranya dengan menantang diri
sendiri untuk menjawab pertanyaan yang telah kita lontarkan sebelumnya
(halaman 77).
Sistematikanya, “Sila ke-6, Kreatif
Sampai Mati” terdiri atas 17 butir pencerahan untuk menemukan sumber
kreativitas dalam diri. Antara lain berjudul, “Lakukan Hal Spontan,”
“Rangkul Keterbatasan,” “Mampu Mengurai,” “Fleksibel Saja,” dll.
Pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2008 ini memang sengaja mendesain buku
ini agar bisa dibaca tanpa harus dirunut dari awal sampai akhir.
Pembaca dapat menikmatinya secara acak (random). Selain itu, jika pembaca bosan dengan cover depan yang asli, kita bisa menggambar desain sampul sendiri setelah diputar dan dilipat. Kreatif bukan?
Pemenang Best Short Movie dalam JiFfest 2004 ini juga memberikan contoh nyata kreativitas anak negeri dalam hal berpakaian. Yoris Sebastian, seorang creativepreneur yang sempat menjabat sebagai general manager termuda di Hard Rock Café Jakarta berkata kepadanya bahwa setiap kali meeting dengan klien, ia selalu menggunakan kaus oblong.
Yoris hendak membuktikan bahwa
kaus jangan dianaktirikan sebagai pelindung badan dalam aktivitas
kasual saja. Alhasil, kebiasaan tersebut menjadikannya tampak berbeda
dan unik dibanding dengan konsultan kreatif lainnya yang lazimnya
berdandan formal dan “klimis” (Informal ke Formal, halaman 149).
Cara lain untuk mengasah kreativitas
adalah belajar pada anak kecil. Mereka senang mengamati dan menebak
bentuk awan dalam wujud lain sesuai imaginasi masing-masing. Permainan
ini merupakan contoh kegiatan sederhana yang bisa dilakukan untuk
melatih kreativitas dan daya imaginasi. Ada awan berbentuk kuda dan
anjing. Silakan simak fotonya di halaman 191. Dalam konteks ini, tesis
Thomas Huxley menjadi relevan, “Jadilah seperti anak kecil, hilangkan
prasangka agar tercipta karya-karya kreatif.”
Buku setebal 302 halaman ini
menyadarkan bahwa kreativitas itu pun merupakan salah satu sifat Tuhan.
Layak dibaca oleh setiap anak manusia yang hendak memekarkan benih
kreativitas agar senantiasa berbuah lebat. Selamat membaca dan salam
kreatif! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM
Angon (Sekolah Alam), Ekskul English Club di SMP Kanisius Sleman dan TK
Mata Air Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar