April 06, 2013

Mengoptimalkan Kinerja Otak Kanan

Dimuat di Jogjakarta-Jateng Pos, Minggu/7 April 2013


Judul: Klinik Belajar Otak Kanan
Penulis: Femi Olivia
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: 1/Juni 2012
ISBN: 9786020027296
Tebal: xii + 176 halaman
Harga: Rp32.800

Setidaknya ada tiga model pembelajaran anak didik. Tipe visual lebih mudah mengingat dengan cara menggambar dan membuat peta pikiran (mind mapping). Sedangkan, tipe auditori lebih mudah memahami pelajaran lewat obrolan santai, akrostik, dan lagu. Tapi ternyata mayoritas anak merupakan pembelajar kinestetik. Mereka lebih mudah menangkap pelajaran jika diijinkan menyentuh dan mempraktikkan langsung. Eksperimen lewat tamasya ke alam, gerakan aktif, dan olah seni sangat bermanfaat bagi proses pembelajaran (halaman 57).

Lewat buku Klinik Belajar Otak Kanan ini, Femi Olivia juga memaparkan riset intensif Prof. Howard Gardner dari Harvard University. Prof. Gardner ialah penemu 8 jenis kecerdasan anak. Tipe musikal lebih suka belajar sambil mendengarkan musik. Tipe visual-spasial lebih suka memerhatikan media gambar warna-warni. Tipe logis-matematis lebih suka bergelut dengan angka. Tipe lingustik kaya perbendaharaan kata dan bahasa. Tipe kinestetik lebih suka belajar menggunakan gerakan. Tipe intrapersonal rajin mencatat di buku harian. Tipe interpersonal menikmati proses belajar bersama teman-teman. Tipe naturalis biasanya suka belajar di bawah langit di tengah alam terbuka.

Artinya, orang tua dan para guru perlu memerhatikan anak secara cermat. Sehingga dapat mengenali kecenderungan belajar mereka. Alhasil, proses pembelajaran menjadi mudah, lancar, dan menyenangkan. Prinsipnya sederhana tapi universal. Tidak ada anak bodoh di dunia ini. Mereka hanya perlu diberi kesempatan untuk mengeluarkan potensi diri secara optimal. Senada dengan petuah bijak Plato, “Arah pendidikan dimulai ketika seorang anak dapat menentukan masa depannya sendiri.”

Sistematika buku terdiri atas 4 bagian pokok. Pertama, bagian pengantar menggugat orang tua dan guru yang terlalu “memanjakan” otak kiri anak ketimbang otak kanannya. Kedua, antara lain memuat arah kemampuan retrival alias proses memanggil kembali informasi dalam otak. Ketiga, aneka jurus untuk merayu anak agar jadi “hobi” belajar. Keempat, panduan bagi para orang tua dan guru untuk memfasilitasi buah hati tercinta menjadi murid jempolan.

Menurut penulis, salah satu cara efektif untuk menghapal ialah lewat media cerita. Dongeng ialah alat pengingat mujarab. Kenapa? Sebab menghubungkan kata-kata dalam sebuah rangkaian sehingga mudah digambarkan dalam pikiran. Sebagai contoh, saat anak musti mengingat macam-macam enzim bisa dirangkai dalam bentuk kisah, “Ada 3 orang bekerja pada Pak ENZIM. Pertama, si AMILASE yang bekerja di bagian pH netral alias sedikit asam. Kedua, si PEPSIN yang mengidap sakit lambung karena suka makan buah asam. Ketiga, TRIPSIN yang suka basa-basi kalau ditawari makan sate usus halus.” (halaman 100).

Anak juga jadi lebih mudah belajar kalau materi pelajaran dijadikan orkes suara. Secara khusus, pembelajar tipe auditori sangat menggemari teknik ini. Misalnya untuk mengingat macam-macam peristiwa alam, banjir (seolah-olah mendengar suara air mengalir byur, byur, byur). Halilintar (seolah-olah mendengar suara petir menyambar duuuuuer!). Hujan (seolah-olah mendengar gemericik tetesan hujan yang jatuh di atap tes tes tes).

Prinsip Dasar

Buku ini tak hanya memuat tips praktis mengembangkan kemampuan belajar anak, tapi juga memaparkan prinsip dasar dalam mendidik. Terapkan satu model pengasuhan hanya untuk satu anak. Kenapa? Sebab setiap anak itu unik. Tuhan terlalu kreatif untuk menciptakan dua anak yang bertabiat sama. Selain itu, jika ingin meningkatkan prestasi akademik anak dan memperoleh hasil yang bertahan lama (durable). Ada 3 syarat mutlak, yakni konsistensi, dedikasi, dan kesabaran. Analoginya mirip meregangkan gelang karet, jangan disentak namun harus perlahan-lahan sekali (halaman 63).

Selain itu, penulis mengungkapkan pula hasil penelitian mutakhir dari Columbia University. Ternyata anak-anak yang keluarganya secara teratur makan bersama dalam keadaan rileks, bukan hanya berkemungkinan kecil menyalahgunakan obat terlarang (baca: narkoba), tapi juga terbukti dapat mendapat nilai tinggi di kelas. Oleh sebab itu, resepnya sederhana, sajikan hidangan sehat, matikan TV dan HP/BB, nikmati keakraban antar anggota keluarga satu sama lain. Pun jadikan aktivitas ini sebagai kebiasaan harian.

Pesan lain yang tak kalah penting, jangan biarkan anak hanya duduk di sofa menonton televisi sepanjang hari. Anak-anak harus lebih aktif melakukan kegiatan fisik dan mengalirkan endorphin (morfin alami) ke seluruh tubuh. Caranya mudah, yakni dengan bergabung dengan tim olah raga atau kegiatan ekskul lainnya. Sehingga ia pun dapat meningkatkan jaringan sosial dan pergaulan dengan rekan sebaya. Tapi jika anak lebih suka sendiri, ia tetap perlu berjalan kaki dan bermain di lingkungan pekarangan rumah. Kenapa? Karena para ahli bersepakat bahwa anak yang aktif bergerak relatif lebih ceria hidupnya.

Buku setebal 161 halaman ini dapat menjadi referensi berharga bagi para orang tua dan pendidik dalam proses mendampingi proses tumbuh-kembang anak secara memadai. Kemampuan otak kiri dan otak kanan memang sama pentingnya. Alhasil, buah hati tercinta dapat mengoptimalkan anugerah inteligensia tersebut. Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam), Ekskul Englsih Club di SMP Kanisius Sleman dan TK Mata Air Jogjakarta).

1365296315723131532

Tidak ada komentar: