Judul: Klinik Belajar Otak Kanan
Penulis: Femi Olivia
Penerbit: Elex Media Komputindo
Cetakan: 1/Juni 2012
ISBN: 9786020027296
Tebal: xii + 176 halaman
Harga: Rp32.800
Setidaknya ada tiga model
pembelajaran anak didik. Tipe visual lebih mudah mengingat dengan cara
menggambar dan membuat peta pikiran (mind mapping). Sedangkan,
tipe auditori lebih mudah memahami pelajaran lewat obrolan santai,
akrostik, dan lagu. Tapi ternyata mayoritas anak merupakan pembelajar
kinestetik. Mereka lebih mudah menangkap pelajaran jika diijinkan
menyentuh dan mempraktikkan langsung. Eksperimen lewat tamasya ke alam,
gerakan aktif, dan olah seni sangat bermanfaat bagi proses
pembelajaran (halaman 57).
Lewat buku Klinik Belajar Otak Kanan ini, Femi Olivia juga memaparkan riset intensif Prof. Howard Gardner dari Harvard University. Prof.
Gardner ialah penemu 8 jenis kecerdasan anak. Tipe musikal lebih suka
belajar sambil mendengarkan musik. Tipe visual-spasial lebih suka
memerhatikan media gambar warna-warni. Tipe logis-matematis lebih suka
bergelut dengan angka. Tipe lingustik kaya perbendaharaan kata dan
bahasa. Tipe kinestetik lebih suka belajar menggunakan gerakan. Tipe
intrapersonal rajin mencatat di buku harian. Tipe interpersonal
menikmati proses belajar bersama teman-teman. Tipe naturalis biasanya
suka belajar di bawah langit di tengah alam terbuka.
Artinya, orang tua dan para guru
perlu memerhatikan anak secara cermat. Sehingga dapat mengenali
kecenderungan belajar mereka. Alhasil, proses pembelajaran menjadi
mudah, lancar, dan menyenangkan. Prinsipnya sederhana tapi universal.
Tidak ada anak bodoh di dunia ini. Mereka hanya perlu diberi kesempatan
untuk mengeluarkan potensi diri secara optimal. Senada dengan petuah
bijak Plato, “Arah pendidikan dimulai ketika seorang anak dapat
menentukan masa depannya sendiri.”
Sistematika buku terdiri atas 4 bagian pokok. Pertama, bagian pengantar menggugat orang tua dan guru yang terlalu “memanjakan” otak kiri anak ketimbang otak kanannya. Kedua, antara lain memuat arah kemampuan retrival alias proses memanggil kembali informasi dalam otak. Ketiga, aneka jurus untuk merayu anak agar jadi “hobi” belajar. Keempat, panduan bagi para orang tua dan guru untuk memfasilitasi buah hati tercinta menjadi murid jempolan.
Menurut penulis, salah satu cara
efektif untuk menghapal ialah lewat media cerita. Dongeng ialah alat
pengingat mujarab. Kenapa? Sebab menghubungkan kata-kata dalam sebuah
rangkaian sehingga mudah digambarkan dalam pikiran. Sebagai contoh,
saat anak musti mengingat macam-macam enzim bisa dirangkai dalam bentuk
kisah, “Ada 3 orang bekerja pada Pak ENZIM. Pertama, si AMILASE yang
bekerja di bagian pH netral alias sedikit asam. Kedua, si PEPSIN yang
mengidap sakit lambung karena suka makan buah asam. Ketiga, TRIPSIN
yang suka basa-basi kalau ditawari makan sate usus halus.” (halaman
100).
Anak juga jadi lebih mudah belajar
kalau materi pelajaran dijadikan orkes suara. Secara khusus, pembelajar
tipe auditori sangat menggemari teknik ini. Misalnya untuk mengingat
macam-macam peristiwa alam, banjir (seolah-olah mendengar suara air
mengalir byur, byur, byur). Halilintar (seolah-olah mendengar suara petir menyambar duuuuuer!). Hujan (seolah-olah mendengar gemericik tetesan hujan yang jatuh di atap tes tes tes).
Prinsip Dasar
Buku ini tak hanya memuat tips
praktis mengembangkan kemampuan belajar anak, tapi juga memaparkan
prinsip dasar dalam mendidik. Terapkan satu model pengasuhan hanya
untuk satu anak. Kenapa? Sebab setiap anak itu unik. Tuhan terlalu
kreatif untuk menciptakan dua anak yang bertabiat sama. Selain itu,
jika ingin meningkatkan prestasi akademik anak dan memperoleh hasil
yang bertahan lama (durable). Ada 3 syarat mutlak, yakni
konsistensi, dedikasi, dan kesabaran. Analoginya mirip meregangkan
gelang karet, jangan disentak namun harus perlahan-lahan sekali
(halaman 63).
Selain itu, penulis mengungkapkan pula hasil penelitian mutakhir dari Columbia University.
Ternyata anak-anak yang keluarganya secara teratur makan bersama dalam
keadaan rileks, bukan hanya berkemungkinan kecil menyalahgunakan obat
terlarang (baca: narkoba), tapi juga terbukti dapat mendapat nilai
tinggi di kelas. Oleh sebab itu, resepnya sederhana, sajikan hidangan
sehat, matikan TV dan HP/BB, nikmati keakraban antar anggota keluarga
satu sama lain. Pun jadikan aktivitas ini sebagai kebiasaan harian.
Pesan lain yang tak kalah penting,
jangan biarkan anak hanya duduk di sofa menonton televisi sepanjang
hari. Anak-anak harus lebih aktif melakukan kegiatan fisik dan
mengalirkan endorphin (morfin alami) ke seluruh tubuh. Caranya
mudah, yakni dengan bergabung dengan tim olah raga atau kegiatan
ekskul lainnya. Sehingga ia pun dapat meningkatkan jaringan sosial dan
pergaulan dengan rekan sebaya. Tapi jika anak lebih suka sendiri, ia
tetap perlu berjalan kaki dan bermain di lingkungan pekarangan rumah.
Kenapa? Karena para ahli bersepakat bahwa anak yang aktif bergerak
relatif lebih ceria hidupnya.
Buku setebal 161 halaman ini dapat
menjadi referensi berharga bagi para orang tua dan pendidik dalam
proses mendampingi proses tumbuh-kembang anak secara memadai. Kemampuan
otak kiri dan otak kanan memang sama pentingnya. Alhasil, buah hati
tercinta dapat mengoptimalkan anugerah inteligensia tersebut. Selamat
membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di
PKBM Angon (Sekolah Alam), Ekskul Englsih Club di SMP Kanisius Sleman
dan TK Mata Air Jogjakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar