Dimuat di Oase Kompas.com, Rabu/24 April 2013
Judul: Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati
Penulis: Wahyu Aditya
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: II/ Februari 2013
Tebal: xvii + 302 halaman
ISBN: 978-602-8811-99-6
Harga: Rp59.000
Penulis: Wahyu Aditya
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: II/ Februari 2013
Tebal: xvii + 302 halaman
ISBN: 978-602-8811-99-6
Harga: Rp59.000
Masih ingatkah Anda pada kasus
Prita Mulyasari? Ia seorang ibu rumah tangga di Tangerang yang digugat
oleh sebuah Rumah Sakit Internasional. Saat itu, banyak masyarakat
merasa gerah menyaksikan ketidakadilan yang menimpa Prita. Ia harus
membayar ganti rugi sebesar Rp204 juta hanya karena sebuah surat
elektronik yang memuat komplain terkait perawatan di rumah sakit
tersebut. Prita dituntut dengan pasal pencemaran nama baik.
Dalam waktu relatif singkat, jutaan
masyarakat Indonesia berinisiatif menggalang dana dengan mengumpulkan
koin untuk membayar ganti rugi tersebut. Wahyu Aditya pun tergerak
berpartisipasi sesuai kompetensinya. Seniman desain dan aktivis animasi
ini membuat logo perlawanan. Proses produksi desain Free Prita! hanya
memakan waktu 2 jam. Tak ada yang menyuruhnya, sekadar respon spontan
terhadap sebuah fenomena sosial.
Lantas, Pendiri HelloMotion Academy
yang sejak 2004 telah meluluskan 2.000 siswa tersebut menyebarkannya
lewat blog, Facebook, dan forum-forum on line populer seperti Kaskus.
Harapannya sederhana saja, agar banyak orang menggunakan gambar grafis
tersebut di avatar atau profile picture mereka sebagai salah satu
bentuk dukungan terhadap Prita.
Beberapa hari kemudian, paska
penulis merilis logo tersebut, para panitia yang sedang menggalang dana
untuk Prita menjadikannya sebagai logo resmi. Pun logo yang notabene
dibuat secara spontan tersebut juga dipakai untuk kampanye penggalangan
dukungan lewat T-shirt, stiker, banner, backdrop, press conference,
hingga poster konser amal. Lihat dokumentasinya di halaman 66. Pemenang
Best Short Movie dalam JiFfest 2004 itu merasa bangga karena menjadi
bagian dari gerakan penggalangan dana yang fenomenal. Tak
tanggung-tanggung total uang yang terkumpul Rp650 juta lebih! Selain
itu, akhirnya Prita juga bebas. “Senang rasanya ketika karya kita
bermanfaat untuk banyak orang,” ujarnya (halaman 67).
Sistematika buku “Sila ke-6,
Kreatif Sampai Mati” terdiri atas 17 butir pencerahan untuk menemukan
sumber kreativitas dalam diri. Antara lain berjudul, “Lakukan Hal
Spontan,” “Rangkul Keterbatasan,” “Mampu Mengurai,” “Fleksibel Saja,”
dll. Pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2008 ini memang sengaja mendesain
buku ini agar bisa dibaca tanpa harus dirunut dari awal sampai akhir.
Pembaca dapat menikmatinya secara acak (random). Selain itu, jika
pembaca bosan dengan cover depan yang asli, kita bisa menggambar desain
sampul sendiri setelah diputar dan dilipat. Kreatif bukan?
Juara Dunia British Council –
International Young Creative Entrepreneur 2007 ini juga mendirikan
Kementerian Desain Republik Indonesia (KDRI) (belum/tidak sah) pada
Agustus 2006 silam. Visi kementerian ini untuk menyebarkan semangat
Indonesia ke dunia melalui kekuatan visual! Sasaran propaganda ialah
anak muda dan siapa saja yang berjiwa muda. Caranya dengan membentuk
komunitas berjiwa militan bernama Gembolers. Kenapa disebut demikian?
Karena Menteri KDRI ialah Mas Gembol (halaman 236).
Mas Gembol hobi sekali mendesain
ulang visual produk pemerintahan Indonesia yang dianggap kaku, monoton,
dan nggak asyik. Saat ini, KDRI beranggotakan puluhan ribu orang
Gembolers yang aktif berinteraksi lewat dunia maya. Ciri khas mereka
sangat “Gembol sekali”. Dalam pengertian berpikiran terbuka, tidak
anarkis, kreatif, dan tentunya cinta Indonesia. Pada halaman 245
termaktub salah satu logo hasil kreasi mereka, ‘Kenali, Cintai
Indonesia!” Ibarat kata pepatah, “Bagaimana mau sayang kalau belum
kenal?”
Dalam pelbagai seminar, penulis
sering mendengar curhatan peserta. Banyak anak muda yang dipaksa oleh
orang tua mereka untuk menjadi PNS. Bahkan ada yang sampai diancam
tidak boleh pulang kalau tak mau menuruti. Menurut Wahyu Aditya,
profesi PNS tidaklah jelek, malah merupakan pekerjaan mulia. Karena
tugasnya melayani masyarakat dan berbhakti pada negara. Kendati
demikian, para pemikir tua juga harus menyadari bahwa dunia terus
berubah. Jenis profesi baru di abad ke-21 ini bermunculan ibarat jamur
di musim hujan.
Misalnya Ligwina Hananto, ibu 3
anak ini bekerja sebagai Perencana Keuangan Independen. Ia lebih banyak
mengurusi keuangan sebuah keluarga. Suaranya ceplas-ceplos,
celetukannya jujur, sehingga membuat pendengarnya sadar diri, terutama
terkait masalah finasial. Visinya sederhana tapi mulia, Mbak Ligwina
mau menciptakan keluarga kelas menengah yang melek finasial, memiliki
keuangan yang terencana - mulai dari dana pendidikan, dana pensiun,
lancarnya pembayaran utang hingga paham investasi. Tesisnya pun unik,
semakin banyak kelas menengah yang kuat niscaya Indonesia kian makmur
(halaman 272).
Buku setebal 302 halaman ini
menyadarkan bahwa kreativitas itu lintas batas. Mulai dari ranah sosial
kemasyarakatan sampai finansial an sich. Layak dibaca oleh setiap
orang yang mau jadi lebih kreatif. Menyitir pendapat Fadly Padi,
“Kreativitas adalah salah satu bentuk kemerdekaan dalam berimaginasi.
Kreativitas itulah yang mencetak orang-orang besar!” Selamat membaca dan
salam kreatif! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM
Angon (Sekolah Alam), Ekskul English Club di SMP Kanisius Sleman dan TK
Mata Air Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar