April 23, 2013

Kreativitas Itu Lintas Batas

Dimuat di Oase Kompas.com, Rabu/24 April 2013

Judul: Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati
Penulis: Wahyu Aditya
Penerbit: Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan: II/ Februari 2013
Tebal: xvii + 302 halaman
ISBN: 978-602-8811-99-6
Harga: Rp59.000 

Masih ingatkah Anda pada kasus Prita Mulyasari? Ia seorang ibu rumah tangga di Tangerang yang digugat oleh sebuah Rumah Sakit Internasional. Saat itu, banyak masyarakat merasa gerah menyaksikan ketidakadilan yang menimpa Prita. Ia harus membayar ganti rugi sebesar Rp204 juta hanya karena sebuah surat elektronik yang memuat komplain terkait perawatan di rumah sakit tersebut. Prita dituntut dengan pasal pencemaran nama baik.

Dalam waktu relatif singkat, jutaan masyarakat Indonesia berinisiatif menggalang dana dengan mengumpulkan koin untuk membayar ganti rugi tersebut. Wahyu Aditya pun tergerak berpartisipasi sesuai kompetensinya. Seniman desain dan aktivis animasi ini membuat logo perlawanan. Proses produksi desain Free Prita! hanya memakan waktu 2 jam. Tak ada yang menyuruhnya, sekadar respon spontan terhadap sebuah fenomena sosial.

Lantas, Pendiri HelloMotion Academy yang sejak 2004 telah meluluskan 2.000 siswa tersebut menyebarkannya lewat blog, Facebook, dan forum-forum on line populer seperti Kaskus. Harapannya sederhana saja, agar banyak orang menggunakan gambar grafis tersebut di avatar atau profile picture mereka sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap Prita.

Beberapa hari kemudian, paska penulis merilis logo tersebut, para panitia yang sedang menggalang dana untuk Prita menjadikannya sebagai logo resmi. Pun logo yang notabene dibuat secara spontan tersebut juga dipakai untuk kampanye penggalangan dukungan lewat T-shirt, stiker, banner, backdrop, press conference, hingga poster konser amal. Lihat dokumentasinya di halaman 66. Pemenang Best Short Movie dalam JiFfest 2004 itu merasa bangga karena menjadi bagian dari gerakan penggalangan dana yang fenomenal. Tak tanggung-tanggung total uang yang terkumpul Rp650 juta lebih! Selain itu, akhirnya Prita juga bebas. “Senang rasanya ketika karya kita bermanfaat untuk banyak orang,” ujarnya (halaman 67).

Sistematika buku “Sila ke-6, Kreatif Sampai Mati” terdiri atas 17 butir pencerahan untuk menemukan sumber kreativitas dalam diri. Antara lain berjudul, “Lakukan Hal Spontan,” “Rangkul Keterbatasan,” “Mampu Mengurai,” “Fleksibel Saja,” dll.  Pemenang Wirausaha Muda Mandiri 2008 ini memang sengaja mendesain buku ini agar bisa dibaca tanpa harus dirunut dari awal sampai akhir. Pembaca dapat menikmatinya secara acak (random). Selain itu, jika pembaca bosan dengan cover depan yang asli, kita bisa menggambar desain sampul sendiri setelah diputar dan dilipat. Kreatif bukan?

Juara Dunia British Council – International Young Creative Entrepreneur 2007 ini juga mendirikan Kementerian Desain Republik Indonesia (KDRI) (belum/tidak sah) pada Agustus 2006 silam. Visi kementerian ini untuk menyebarkan semangat Indonesia ke dunia melalui kekuatan visual! Sasaran propaganda ialah anak muda dan siapa saja yang berjiwa muda. Caranya dengan membentuk komunitas berjiwa militan bernama Gembolers. Kenapa disebut demikian? Karena Menteri KDRI ialah Mas Gembol (halaman 236).

Mas Gembol hobi sekali mendesain ulang visual produk pemerintahan Indonesia yang dianggap kaku, monoton, dan nggak asyik. Saat ini, KDRI beranggotakan puluhan ribu orang Gembolers yang aktif berinteraksi lewat dunia maya. Ciri khas mereka sangat “Gembol sekali”. Dalam pengertian berpikiran terbuka, tidak anarkis, kreatif, dan tentunya cinta Indonesia. Pada halaman 245 termaktub salah satu logo hasil kreasi mereka, ‘Kenali, Cintai Indonesia!” Ibarat kata pepatah, “Bagaimana mau sayang kalau belum kenal?”

Dalam pelbagai seminar, penulis sering mendengar curhatan peserta. Banyak anak muda yang dipaksa oleh orang tua mereka untuk menjadi PNS. Bahkan ada yang sampai diancam tidak boleh pulang kalau tak mau menuruti. Menurut Wahyu Aditya, profesi PNS tidaklah jelek, malah merupakan pekerjaan mulia. Karena tugasnya melayani masyarakat dan berbhakti pada negara. Kendati demikian, para pemikir tua juga harus menyadari bahwa dunia terus berubah. Jenis profesi baru di abad ke-21 ini bermunculan ibarat jamur di musim hujan.

Misalnya Ligwina Hananto, ibu 3 anak ini bekerja sebagai Perencana Keuangan Independen. Ia lebih banyak mengurusi keuangan sebuah keluarga. Suaranya ceplas-ceplos, celetukannya jujur, sehingga membuat pendengarnya sadar diri, terutama terkait masalah finasial. Visinya sederhana tapi mulia, Mbak Ligwina mau menciptakan keluarga kelas menengah yang melek finasial, memiliki keuangan yang terencana - mulai dari dana pendidikan, dana pensiun, lancarnya pembayaran utang hingga paham investasi. Tesisnya pun unik, semakin banyak kelas menengah yang kuat niscaya Indonesia kian makmur (halaman 272).

Buku setebal 302 halaman ini menyadarkan bahwa kreativitas itu lintas batas. Mulai dari ranah sosial kemasyarakatan sampai finansial an sich. Layak dibaca oleh setiap orang yang mau jadi lebih kreatif. Menyitir pendapat Fadly Padi, “Kreativitas adalah salah satu bentuk kemerdekaan dalam berimaginasi. Kreativitas itulah yang mencetak orang-orang besar!” Selamat membaca dan salam kreatif! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam), Ekskul English Club di SMP Kanisius Sleman dan TK Mata Air Yogyakarta)

13667645571924390880

Tidak ada komentar: