Foto jaksa Martha sebelum sidang pembacaan tuntutan terhadap Anand Krishna (26/10)
“Ini jelas pemaksaan untuk menghukum Anand Krishna,” seru Humprey R Djemat, penasihat hukum aktivis spiritual Indonesia ini, usai mendengar sidang tuntutan kasus kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel pada Rabu (26/10) siang.
Sidang kasus dugaan pelecehan seksual ini terlambat 4 jam dari jadwal. Lagi-lagi karena JPU Martha Berliana Tobing SH terlambat datang ke persidangan.
Dalam tuntutan-nya, JPU Martha menuntut Anand dihukum 2 tahun 6 bulan. Karena dianggap melanggar Pasal 294 ayat 2 ke 2 KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Menurut Humprey, dakwaan jaksa Martha hanya mengacu pada keterangan Tara Pradipta Laksmi semata yang tertera di BAP, tanpa mempertimbangkan fakta-fakta dalam persidangan dan tak berdasar sama sekali.
“Tuntutan Jaksa Martha seperti copy paste dari BAP keterangan pelapor Tara Pradipta Laksmi saja. Tak ada saksi yang melihat dan tak ada bukti sama sekali,” ungkapnya.
Kasus Anand Krishna amat kontroversial karena jelas dipaksakan sejak dari kepolisian, kejaksaan hingga di pengadilan.
“Bayangkan saja, kasus ini tidak pernah direkonstruksi oleh penyidik di kepolisian, dipaksakan P21 di kejaksaan, dan ketika di pengadilan terjadi pergantian majelis hakim karena ketua hakim lama berhubungan dengan saksi Shinta Kencana Kheng,” papar Humprey
Sementara itu ketika ditanya pendapatnya tentang tuntutan atas dirinya, Anand Krishna menegaskan bahwa tuntutan hukum atas dirinya adalah dagelan belaka.
“Ini merupakan pelecehan terhadap institusi hukum di Indonesia,” tandas pendiri Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB) tersebut.
Hal senada diungkapkan oleh juru bicara Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA), Dr Sayoga yang menyatakan bahwa KPAA akan melaporkan JPU Martha Berliana Tobing ke Jaksa Muda Bidang Pengawasan dan Komisi Kejaksaan. Karena ia telah menuntut seseorang dengan mengabaikan fakta-fakta di persidangan yang telah berlangsung lebih dari setahun dua bulan ini.
“Kami akan terus melawan tindakan sewenang-wenang ini sampai keadilan bisa ditegakkan,” katanya.
Humprey juga menambahkan bahwa kasus ini berindikasi adanya “pesanan” untuk menjatuhkan kliennya. Apalagi track record JPU Martha dalam menangani kasus-kasus lain selama ini, seperti Kasus Aan dan Kasus Daniel Sinambela sangatlah kontroversial.
“Silakan teman-teman wartawan melihat sendiri penanganan Jaksa Martha sendiri selama ini dalam menangani kasus-kasus,” tambahnya saat konferensi pers.
Dirinya optimis akan kejelian dan kebijaksanaan Hakim Albertina Ho dalam memutuskan kasus ini di persidangan nanti.
“Kami percaya Ibu Albertina Ho akan dengan mudah melihat kejanggalan-kejanggalan tuntutan Jaksa dan itu sudah terlihat ketika beliau melakukan persidangan pemeriksaan tempat perkara,” jelasnya.
Tapi sebelumnya menurut Hymprey bersama tim penasihat hukum lainnya, mereka telah siap membacakan pledoi pada 7 November 2011 mendatang . “Nanti pledoi ada dua dari Pak Anand dan pengacara,” ujarnya.
Menyikapi tuntutan JPU tersebut, AS Hikam dalam blog pribadinya (http://www.mashikam.com/2011/10/tuntutan-26-th-terhadap-anand-krishna.html) menulis, “Tuntutan ini sangat tidak fair dan cerminan dari sebuah proses peradilan yang sesat. Sejak awal proses peradilan Pak Anand Krishna (AK) sudah dicemari oleh berbagai kejanggalan, manipulasi, kebohongan, dan rekayasa yang intinya adalah fitnah serta upaya mengkriminalisasi seorang pemikir dan pejuang HAM.”
Lebih lanjut, menurut Menristek pada era Gus Dur ini, “Pak AK seharusnya sudah sejak awal dibebaskan dan proses peradilan tersebut dinyatakan mistrial (batal) karena penuh dengan ketidakberesan. Salah satunya adalah keterlibatan Hakim yang memimpin persidangan dalam selingkuh dengan pihak pelapor. Setelah Hakim bejad itu diganti, semakin banyak lagi kecurangan yang ditemukan dalam persidangan.”
Peneliti LIPI ini juga menyayangkan, “Toh JPU (yang juga ternyata bermasalah) tetap menuntut 2, 6 tahun kepada Pak AK. Mungkin JPU sudah malu untuk mundur sehingga dalam rangka mempertahankan wibawa pribadi dan lembaga, dia “ngotot” menjerat Pak AK dengan semena-mena. Saya masih berharap Hakim Albertina Ho, yang selama ini aktif membongkar berbagai kesalahan dan manipulasi proses peradilan sebelumnya, akan menolak total tuntutan itu. Pak AK justru menjadi korban dari manusia-manusia yang berhati setan yang rela memfitnahnya, padahal mereka semua berhutang budi kepada beliau dan Ashram Anand Krishna!”
AS Hikam menutup dengan sebait doa, “Tuhan tidak akan membiarkan hamba-Nya yang difitnah. Ia akan memberikan pertolonganNya. Amin…”
Secara kebetulan, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) baru saja menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada jaksa nonaktif Cirus Sinaga. Selain hukuman penjara, Cirus juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Cirus dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana korupsi dalam penghilangan salah satu pasal untuk terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Perbuatan Cirus tersebut dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah untuk memberantas korupsi dan mencoreng nama lembaga penegak hukum.
Bisa jadi Jaksa Martha akan mengalamai hal serupa karena menyalahgunakan wewenang yang diamanahkan rakyat. Ia akan menjadi cirus Sinaga jilid II. Salam keadilan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar