Seluruh dunia memperingati Hari Perdamaian setiap tanggal 21 September. Sebagai puncak rangkaian acara tersebut, Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (KOMAHI) Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar perayaan International Day of Peace (IDP) di Wahana Gong Perdamaian Nusantara, Taman Pintar, Yogyakarta pada Minggu (9/10).
Mereka mengundang mahasiswa Hubungan Internasional (HI) dari Universitas UPN Veteran Yogyakarta, Universitas Respati Yogyakarta (UNRIYO), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), One Earth School (Sekolah Satu Bumi), dan Komunitas Sepeda Low Rider.
Sebelum acara di Taman Pintar, ratusan peserta mengadakan pawai perdamaian (Peace Parade). Tepat jam 11.30 WIB mereka berjalan dari Taman Parkir Abu Bakar Ali menyusuri jalan Malioboro dengan membawa Human Poster (Poster Manusia). Antara lain bertuliskan, “Together for a better life”, “Keep calm and start spreading peace”, “Damai Dab!”, dan “Yang Damai yang Gaul”.
Para turis mancanegara antusias mengambil foto iring-iringan. Para mahasiswa yang berkostum batik membagikan stiker, “Pray for Peace” kepada para pengunjung Malioboro dan tukang becak yang sedang mangkal.
Setelah beristirahat sejenak di bawah air mancur di Wahana Gong Perdamaian Nusantara, acara dilanjutkan dengan sambutan dan orasi budaya. Menghadirkan narasumber dari akademisi, pemerintah dan tokoh perdamaian.
Dalam sambutannya Dr. Phil. Hermin Indah Wahyuni, M.Si, Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UGM mengatakan, “Acara ini sejalan dengan visi Universitas, yakni sains untuk kebaikan masyarakat. Selain itu, sejalan pula dengan visi Hubungan Internasional, yakni terciptanya masyarakat berkeadilan dan sejahtera di dunia.”
“Perdamaian merupakan nilai universal. Sungguh mengharukan semangat itu digaungkan oleh generasi muda. Semoga pesan perdamaian itu sampai ke masyarakat,” ujar Hermin.
Walikota Yogyakarta diwakili oleh Drs. Edy Heri Suasana, M.Pd. Menurutnya perayaan hari perdamaian sedunia di Wahana Gong Perdamaian Nusantara ini sangat tepat. Karena sejak tahun 2008, gong tersebut berdiri di atas tanah yang dikumpulkan dari 33 propinsi. Sebagai simbol persatuan Indonesia.
Kepala Dinas Pendidikan kota Yogyakarta tersebut menambahkan, “Berdasarkan survei di 15 kota di Indonesia, Yogyakarta merupakan kota paling nyaman untuk dihuni. Karena damai, nyaman, dan sejahtera. Selain itu, Yogyakarta juga kota yang tata ruangnya ternyaman di dunia.”
“Oleh sebab itu, perdamaian dalam kehidupan sehari-hari perlu terus kita jaga. Apresiasi sedalam-dalamnya untuk para mahasiswa, semoga pesan perdamaian ini dapat sampai ke seluruh Indonesia,“ ujarnya.
Orasi Budaya
Selanjutnya Anand Krishna, Ph.D, Duta Perdamaian dari Parliament of the World’s Religions menyampaikan orasi budaya. Berikut ini petikannya:
“Teman-teman, Salam Damai, Salam Indonesia, Salam Kasih!
Teman-teman, saya merasa bukan cuma bahagia, tapi saya juga merasa ada harapan baru dalam diri saya. Bung Karno juga pernah mengatakan, “Kalau melihat orang tua, saya ingat kuburan, tapi kalau melihat orang muda saya melihat harapan baru.”
Sebelum ke sini, saya berbicara dengan Ibu Hermin dan Pak Edi. Saya terkesan dengan kartu namanya Pak Edi. Sebab memuat simbol-simbol budaya kita. Selama masih ada tokoh seperti beliau, akademisi yang peduli perdamaian seperti Ibu Hermin, serta orang muda yang penuh semangat seperti kalian…kita aman.
Maxim Gorky, seorang penulis dari Rusia pernah berkata, “Sekarang kita bisa terbang seperti burung elang dengan pesawat terbang, menyelam seperti ikan dengan kapal selam.”
Lantas, seorang petani bertanya, “Tuan, Sir, saya mau tanya apakah kita bisa hidup seperti layaknya manusia. Ada tidak teknologi untuk mendamaikan manusia?”
Intinya, Kedamaian ada dalam diri kita. Tidak ada mesin khusus untuk mendamaikan manusia. Tanpa Damai tak ada Kasih. Ungkapan Damai ialah Kasih, hasil dari Kasih ialah Kebersamaan (Togetherness).
Senada dengan seruan Bung Karno: gotong-royong, one for all, all for one. Dan ini yang bisa mewujudkan ialah para pemuda. Berhenti mengkritik, berikan solusi. Yang terjadi di sini ialah solusi konkrit. Di tengah-tengah masyarakat, kita berkumpul dengan tukang jualan dan orang tua yang membawa anak-anaknya.
Konon pasca PD I digelar konferensi perdamaian dunia. Konferensi itu bertempat di suatu gedung berlantai 80. Semua peserta menginap di sana. Setelah selesai konferensi, mereka kembali ke hotel. Tapi listrik mati, karena ada ancaman bom, sehingga lift pun macet.
Sehingga mereka harus jalan naik tangga 80 lantai. Supaya tidak menjenuhkan, setiap orang memberikan joke, lelucon. Sambil naik mereka tertawa-tawa, dagelan-nya bagus dan semua gembira. Lantai sesampainya di lantai ke-79, tiba giliran Mulla Nasrudin dari Indonesia. Lelucon saya ialah, “Kunci kamar kita ketinggalan, kita musti turun lagi…”
Damai ibarat kunci, kemajuan teknologi tak ada gunanya kalau kita tidak damai.
Bagaimana cara mengupayakan kedamaian? Tak hanya orasi seperti ini. Otak kanan-otak kiri kita pun musti seimbang.
Silakan mencoba. Tutup salah satu lubang hidung, tarik nafas dari lubang hidung yang lain, tutup satu lubang lainnya, buang nafas, begitu seterusnya. Lakukan selama 10 menit, setiap hari dalam 21 hari. Saya jamin anda akan lebih kreatif dan sukses dalam studi. Sebab ada kaitan antara nafas, lubang hidung dan bagian otak kita.
Lain kali, kalau mencari Bupati atau Walikota, cek dulu nafasnya, bukan agama atau kepercayaannya. Latihan ini bukan dari luar. Tapi dari Ronggowarsito, pujangga, resi kita sendiri. Ia memberikan latihan ini pada seorang pemuda. Saya sudah mencoba dan berhasil. Sumber kedamaian ada di dalam diri.
Saya akan mengakhiri obrolan, omong-omong ini dengan lagu, silakan mengikuti:
Start your day with Peace / Fill your day with Peace / End your day with Peace / With Peace that’s the day of God
Start your day with Love / Fill your day wish Love / End your day with Love / With Love that’s the day of God
(seluruh peserta menyanyi bersama)
Terimakasih banyak…”
Triwidodo Djokorahardjo, salah satu peserta dari Semarang mengisahkan kejadian menarik. Seorang penjual es krim, minta jaket yang dipakainya ditulisi oleh Anand Krishna. Tulisan tersebut akan dibordir, sebagai lambang perdamaian. Rupanya sang penjual menyimak orasi di atas.
Setelah orasi budaya Anand Krishna, giliran penampilan dari anak-anak Community Programme One Earth. Anak-anak pemberani dan ceria dari usia 3 tahun hingga 10 tahun, mampu memukau para pengunjung Taman Pintar, Yogyakarta sore itu, dengan memberi “orasi ala mereka sendiri”.
Lewat story telling, dan lagu genki sarat pesan tentang perdamaian, One Earth, One Sky, One Humankind, dan koreografer seru. Akhirnya ditirukan para pengunjung semua, anak-anak cemerlang ini ikut berkontribusi dalam menyadarkan kita. Saatnya mengakhiri pertengkaran dan permusuhan, mari utamakan kebaikan bagi sesama dan tidak hanya berfokus pada keuntungan diri saja.
Anak-anak juga memberi kenang-kenangan pada panitia hand print mungil mereka yang penuh warna, di selembar kertas putih berbentuk heart. Mengingatkan bahwa mewujudkan perdamaian adalah komitmen kita bersama, anak-anak, orang tua, dan siapa pun. Mari kita sebarkan damai ini karna kita semua hidup di atas satu bumi, di bawah satu langit, dan kita adalah satu umat manusia.
(Reporter: Amira Fawzia, Nugroho A, Fotografer: Ardi Pras)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar