Oktober 23, 2011

Srikandi Penegak Hukum


Bidikan Utama Majalah TIRO edisi bulan Oktober 2011 bertajuk:

“Skandal Busuk untuk Menghancurkan Tokoh Pluralisme Anand Krishna”

Sejatinya terdiri dari 4 ulasan panjang, silakan baca lengkapnya di http://www.freeanandkrishna.com/in/tiro/

Terimakasih dan silakan disebarluaskan. Salam Keadilan!



Srikandi Penegak Hukum

Ia seorang wanita dan seorang hakim yang berjiwa besar, bertindak adil dan bijak. Sorot matanya yang tajam dan tanpa “kedap-kedip” di persidangan, seolah-olah menambah kharismanya selaku pemutus keadilan. Albertina Ho, ialah sosok srikandi hukum masa kini yang tak mampu dibeli.

Betapa carut marutnya hukum dan keadilan di negeri ini, tatkala seorang Gayus Halomoan Tambunan, disebut-sebut bukan aktor utama dalam “mafia pajak” di negeri ini, tampak begitu mudah keluar masuk rumah tahanan Brimob di Kelapa Dua Jakarta. Dengan “kesaktian” yang dimilikinya, Gayus berkesempatan untuk “indehoy” ke Pulau Dewata beserta istri tercintanya. Harta kekayaan Gayus ternyata masih berserakan. Dengan uang yang dimilikinya, Gayus mampu “menina-bobokan” para petugas aparat hukum untuk mengatur apa yang diinginkannya.

Mafia pajak dan Gayus identik dengan sayur asam tanpa garam. Terasa hambar kalau tidak dicampur atau dipisahkan. Tentu tidak akan terlepas dari hadirnya sosok Ketua Majelis Hakim persidangan yang bernama Albertina Ho. Publik rupanya mulai menaruh perhatian terhadap ibu hakim, di samping terhadap masalah substantif yang jadi materi utama persidangan.

Ketertarikan publik, tentu bukan didasarkan pada faktor fisik atau lahiriah, namun lebih disebabkan karena pembawaan dan karakternya dalam memimpin jalannya sidang. Albertina Ho betul-betul mampu mengambil posisi sebagai hakim ketua yang adil dan bijak. Sorot matanya yang tajam dan tanpa “kedap-kedip” dengan tersangka, menambah kharismanya selaku pemutus keadilan. Pertanyaannya menukik pada inti masalah.

Tampilannya yang segar mengusir suasana “ewuh-pakewuh” . Kesan galak bias saja muncul, tapi dalam “kamus hukum” barangkali lebih pas disebut berwibawa.

Ya, seorang hakim memang perlu tampil sebagai lambang keadilan. Hakim sangat tidak diharapkan cengengesan atau cekikikan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaannya, baik kepada tersangka, saksi, jaksa, ataupun pembela.

Sebagai Pimpinan Sidang, seorang Hakim Ketua tentu harus tampil prima. Hakim bukan pelawak hukum. Dirinya tidak boleh terlihat loyo atau lelah. Apalagi jika kelihatan sedang bingung dan bersusah hati karena butuh uang untuk bayar anaknya kuliah. Dirinya harus selalu yakin bahwa palu yang dipegang dan diketukannya itu harus selalu mengacu pada nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan.

Oleh sebab itu, betapa sakitnya kita selaku warga bangsa, kalau tiba-tiba ada kabar bahwa ada seorang hakim yang terima suap atau melanggar kode etik. Lebih sedih lagi jika muncul isu bahwa di negeri ini sudah sejak lama terjadi “mafia peradilan”. Hakim, Jaksa, dan Pembela dapat mengatur hasil akhir dari sebuah persidangan.

Albertina Ho, tampaknya ingin menunjukan jati dirinya bahwa tidak semua hakim sebagaimana yang ditudingkan banyak pihak. Albertina Ho sadar betul bahwa kasus Gayus, bukan sebuah kejadian yang sifatnya biasa-biasa saja.

Networking telah terbangun. Bisa saja ada kolaborasi antara aparat pemerintah dan aparat penegak hukum. Berbasis pada hal-hal yang demikian, sah-sah saja kalau Albertina Ho, memainkan perannya selaku hakim ketua yang bebas nilai. Akhirnya, bila kita cermati pertanyaan-pertanyaan yang diajukan maka tampak tegas, lurus, dan galak.

Albertina Ho kita harapkan benar-benar menjaga kredibilitasnya selaku hakim ketua yang berwibawa dan menyinarkan lambang keadilan. Apa yang sudah dilakukannya, mudah-mudahan dapat dipertahankan. Tak hanya kasus Gayus, dalam kasus Anand Krishna pun kredibilitasnya dipertaruhkan sebagai hakim. Bangsa ini, butuh Srikandi Hukum yang berkarakter dan cerdas. Dirinya tidak takut pada tekanan. Dirinya tidak tergiur oleh tahta atau pun harta. Yang ditakutkan hanyalah satu yakni Tuhan Yang Maha Esa.

Kita percayakan saja hal itu kepada Albertina Ho, walaupun ada di antara kita yang meragukannya. Maklum menuntaskan carut-marutnya hukum di negeri ini ibarat kita minum setetes air di tengah padang pasir. Tak hanya itu, Albertina Ho dipercaya untuk memimpin sidang dalam kasus Anand Krishna untuk menggantikan hakim Hari Sasangka.

Terbalik

Kalau Albertina Ho merupakan sosok hakim yang cerdas, bersih, independen dan berani maka tidak demikian dengan hakim Hari Sasangka. Hari Sasangka bila dilihat dari track recordnya ketika menangani kasus Anand Krishna yang justru langsung memvonis terdakwa bersalah. Padahal belum adanya keputusan hakim yang menyatakan Anand Krishna bersalah.

Hari Sasangka, namanya sering disebut-sebut belakangan ini karena “bermain mata” dengan saksi pelapor, karena itu hakim tersebut dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Terhadap laporan tersebut apalagi menurut Komisioner Komisi Yudisial yang menjabat sebagai ketua bidang pengawasan hakim dan investigasi Suparman Marjuki bahwa laporan dugaan keras pelanggaran etika yang dilakukan oleh hakim Ketua Hari Sasangka ini sudah dianggap lengkap dan memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti.

Dengan disertai petunjuk puluhan bahkan ratusan foto-foto dan adanya lima saksi mata yang menyaksikan langsung peristiwa tersebut di tiga kesempatan terpisah, maka jelaslah bahwa kenapa selama ini ketua hakim majelis selalu menunjukan sikap keberpihakan dengan mengabaikan asas praduga tak bersalah dalam kasus Anand Krishna ini, yang salah satunya adalah mengeluarkan surat penetapan penahanan pada bulan Maret 2011 lalu, ini adalah kedua kalinya, hakim Hari Sasangka diadukan ke KY terkait perkara yang sama.

Akhirnya Hari Sasangka yang mengadili perkara Anand Krishna pun dimutasi ke Pengadilan Tinggi Ambon dan diganti oleh Albertina Ho.

Pergantian Majelis Hakim itu ditetapkan berdasarkan nomor keputusan 1054/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel pada tanggal 7 Juni 2011 ditandatangani Ketua PN Jakarta Selatan Herry Swantoro.

Keputusan yang dibacakan Humas PN Jakarta Selatan, di halaman kantor PN Jakarta Selatan itu menetapkan dan menunjuk Albertina Ho sebagai ketua majelis, Muhammad Razzad sebagai hakim anggota, dan Susko Harsono sebagai hakim anggota.

Alasan digantinya, karena yang bersangkutan dimutasi dan untuk melanjutkan perkara yang dimaksud perlu ditunjuk majelis hakim yang baru. “Pertimbangan lainnya karena ada laporan dari Komunitas Pencinta Anand Ashram (KPAA) tertanggal 7 Juni 2011,” kata Ida Humas PN Jakarta Selatan.

Seperti diberitakan, hakim Hari Sasangka dilaporkan oleh Tim Kuasa Hukum Humphrey R. Djemat ke Komisi Yudisial (KY). Dalam laporan itu Humphrey yang datang ke KY bersama lima orang saksi yang melihat adanya pertemuan hakim Hari Sasangka dengan saksi korban Shinta Kencana Kheng. Semoga Albertina Ho tetap menjadi hakim yang objektif di dalam memeriksa dan memutus suatu perkara terlebih Anand Krishna adalah korban konspirasi.

(Matroji Dian Swara, Feri Sumirat)

Tidak ada komentar: