JAKARTA, RIMANEWS-Terkait dengan adanya informasi dari Tim Kuasa Hukum Anand Krishna, dan munculnya pemberitaan di beberapa media cetak dan elektronik beberapa minggu terakhir ini tentang sejumlah kejanggalan-kejanggalan dakwaan terhadap Kasus Anand Krishna, maka Komunitas Pecinta Anand Ashram (KPAA) yang berasal dari berbagai daerah seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bogor, Bandung, Denpasar, Singaraja, Tabanan, Yogyakarta, Solo, Semarang, Magelang, Lampung, Kalimantan, Riau berkumpul di Jakarta dan bermaksud menemui Ketua Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Bapak Donny Kadnezar Irdan, SH, MH di Kantor Kejati DKI Jakarta, Jl. HR Rasuna Said No. 2, Jakarta Selatan, Selasa – 25 Oktober 2011,pkl 10.00 WIB supaya mengawasi dan memperdalam lebih lanjut kasus ini, serta memperbaiki kinerja Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing SH yang menangani kasus ini. Di antara sejumlah kejanggalan yang ditemukan KPPA, sebagaimana disampaikan dalam rilis persnya kepada RIMANEWS, antara lain:
1.Perintah Pencabutan Infus dan memaksa mengirimkan Anand Krishna ke Rutan Cipinang sehingga kadar gula darahnya turun drastis menjadi 64, dan mengalami serangan light stroke dan hypoglychemie pada 48 jam berikutnya (Harian Indopos, 14 Oktober 2011) adalah tindakan yang bukan hanya tidak profesional dan melanggar etika korps adhyaksa untuk selalu menjalankan tugas berdasarkan Trikrama Adhyaksa : Satya Adhi Wicaksana, tapi juga merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang sangat serius.
2. Beberapa saksi yang dihadirkan pun mengakui bahwa memang ada penggalangan dan koordinasi di antara mereka sebelum kasus ini dibawa ke polisi. Mereka menyebut nama Muhammad Djumat Abrory Djabbar dan Shinta Kencana Kheng sebagai orang yang memfasilitasi dan mengkoordinir mereka. Sementara itu, Shinta Kencana Kheng diduga terlibat dalam pelanggaran kode etik hakim karena yang dilakukan Hakim Ketua Majelis lama Hari Sasangka karena terlihat beberapa kali berduaan dalam satu mobil di malam hari, di tempat yang sepi. Kasus ini sendiri sedang dalam penanganan oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA). (Majalah Tiro Edisi Oktober 2011)
3.JPU kurang cermat dalam menghadirkan saksi-saksi kredibel, dan sesuai dengan pasal yang didakwakan dimana semestinya saksi yang dihadirkan adalah terkait juncto pasal 64 (perbuatan berulang pada satu subyek), bukan pasal 65.
4.Pada copy visum pelapor tertanggal 3 Maret 2010, pukul 15.40 dari RSCM yang ditandatangani oleh dr. Abd. Nun’im Idris tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan seksual dan persetubuhan, bahkan selaput dara masih utuh pada diri pelapor. (Harian Suara Pembaharuan, 12 Oktober 2011)
5. Adanya saksi baru diluar BAP, yaitu Guntur Tompubolon, yang memberikan keterangan yang dalam kasus lain yang dilaporkan di Kepolisian Depok ternyatata tidak terbukti, dan kasus tersebut dihentikan (SP3). Namun, saat pemeriksaan Guntur Tompubolon, secara sangat subjektif Hakim Hari Sasangka seolah membenarkan keterangannya secara sepihak (rekaman dan transkrip ada sama penasehat hukum Anand Krishna)
6. Adanya barang bukti baru diluar daftar barang bukti yang disita oleh Kepolisian, berupa sebuah kalung dan beberapa foto yang tertempel diatas selembar kertas, yang mana saat persidangan ulang raib lagi tanpa bekas.
7. Penggunaan kata-kata repulsif terhadap terdakwa, dan pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tidak relevan dengan dakwaan, baik yang diajukan kepada terdakwa maupun para saksi lainnya, khususnya 3 orang saksi JPU sendiri yang ternyata membantah apa yang dituduhkan kepada mereka oleh pelapor.
Untuk itu pula, KPAA meminta dengan Ketua Kejati DKI Jakarta, Donny Kadnezar Irdan, SH, MH untuk segera mempelajari dakwaan ini lebih lanjut dan lebih dalam demi keadilan bagi Spiritualis Anand Krishna, dan demi bersihnya citra Korps Adhyaksa dari tingkah laku oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sumber: http://www.rimanews.com/read/20111023/44490/kasus-anand-krishna-penuh-kejanggalan-kppa-berniat-temui-ketua-kejati-dki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar