Dimuat di Koran Jakarta, 18 September 2012
http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/100902
Sebagai putra sulung dari 10
bersaudara, sejak belia Sulaiman Budiman sudah terbiasa membanting
tulang membantu keluarga yang dituangkan ke dalam buku ini. Menurut
penulis, resep mujarab sukses harus fokus. Ibarat mengejar kelinci,
seseorang tak akan dapat menangkap seekor pun bila mengejar lebih dari
satu kelinci pada saat bersamaan (halaman 153).
Dalam konteks ini, totalitas menjadi
signifikan. Contohnya, kebiasaan unik suku Maasai, masyarakat pedalaman
Afrika Timur, yang populasinya mencapai 900.000 jiwa lebih. Suku ini
begitu terkenal karena tarian memanggil hujan. Konon upacara suku yang
bermukim di Kenya dan Tanzania itu sering berhasil.
Tatkala kemarau panjang menyebabkan
tanah kering kerontang, mereka segera berkumpul di lapangan, lengkap
dengan pakaian adat dan alat musik nan semarak. Kemudian, mereka mulai
menari bersama seturut irama hingga akhirnya hujan turun deras.
Banyak ilmuwan merasa penasaran, apa
rahasia suku Maasai dalam prosesi memanggil hujan itu. Selama
berhari-hari mereka meneliti dan mengamati dengan saksama. Ternyata,
rahasianya bukan pada jampi-jampi dari dukun ataupun mantra dari
paranormal, melainkan pada keyakinan dan kegigihan mereka.
Suku Maasai tidak akan berhenti menari
sampai akhirnya hujan turun. Tak peduli berapa lama yang dibutuhkan.
Bisa memakan waktu berharihari, berminggu-minggu, bahkan
berbulan-bulan. Mereka terus menari sampai tetes hujan pertama membasahi
bumi (halaman 42).
Berani Teriak Berani Bertindak merupakan buku ke-4 Sulaiman Budiman. Associate Trainer di James Gwee Success Centre ini merupakan konselor di Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional. Buku sebelumnya adalah Golden Wisdom,
Ubah Slogan Jadi Tindakan, dan Berani Menertawakan Diri Sendiri. Buku
ini terdiri atas 45 kisah reflektif. Dari “Berani Teriak Berani
Bertindak” sampai “Inikah Sukses yang Anda Cari?”
Ada sebuah kisah menggetarkan. Di sebuah
desa terpencil hiduplah seorang ibu yang sudah keriput. Sekalipun
fisik renta, semangatnya tetap membara.
Dia baru saja ditinggal mati suami. Ibu
itu harus berjuang membesarkan anak laki-laki tunggalnya. Tapi anaknya
justru membalas air susu dengan air tuba. Dia kerap berkelahi dan
mencuri sehingga harus keluar-masuk penjara.
Karena sudah berkali-kali mencuri dan
tidak ada penyesalan sama sekali, raja menjatuhkan hukuman mati
kepadanya. Kemudian, ibu itu pergi menghadap raja untuk meminta semacam
grasi. Namun, keputusan raja sudah bulat, anak tersebut tetap harus
menjalani hukuman pancung. Dia akan dieksekusi pukul tujuh pagi.
Keesokan harinya, para warga berduyun-duyun mendatangi alun-alun
istana. Semua peralatan sudah disiapkan, termasuk algojo yang akan
mengeksekusi. Anehnya, walau waktu yang ditentukan sudah lewat, toh
lonceng jam istana belum berdentang 7 kali. Padahal sudah jam tujuh
lewat lima menit.
Hal ini tentu membuat semua orang
bertanya-tanya. Syahdan, mereka melihat darah segar menetes dari atas
lonceng istana. Seorang pengawal segera memeriksanya. Dia begitu
terkejut karena di dalam lonceng terbujur kaku tubuh sang ibu memeluk
bandul sehingga membuatnya tak berdentang. Inilah upaya terakhir yang
bisa dilakukan seorang ibu. Menyaksikan pengorbanan itu, anaknya hanya
bisa meraung-raung menyesali perbuatannya selama ini (halaman 143).
Buku setebal 204 halaman ini merupakan
referensi berharga. Ibarat anak tangga, pembaca dapat menapaki alias
melakoni isinya demi peningkatan kualitas hidup. “Tidak semua tindakan
membawa hasil. Tapi tiada hasil tanpa tindakan,” kata Benjamin
Disraeli.
Diresensi T Nugroho Angkasa, Guru SMP Kanisius, Sleman.
Judul : Berani Teriak Berani Bertindak
Penulis : Sulaiman Budiman
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan : 1, April 2012
Tebal : xxiii 204 halaman
Harga : Rp52.000
ISBN : 978-979-074-830-9
Penulis : Sulaiman Budiman
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer
Cetakan : 1, April 2012
Tebal : xxiii 204 halaman
Harga : Rp52.000
ISBN : 978-979-074-830-9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar