September 25, 2012

Putusan MA dalam Kasus Anand Krishna Sarat Kejanggalan


Menyikapi surat putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap tokoh humanis, aktivis spiritual lintas agama, dan penulis 150 buku lebih Anand Krishna, Prashant Gangtani, putra Anand mengatakan, “Keputusan MA itu adalah keputusan yang sesat!”

“Berdasarkan KUHAP pasal 244 UU No. 8/1981, putusan bebas tidak bisa dikasasi. Dalam KUHAP tidak ada termin yang menyatakan bebas dibagi menjadi 2 kategori, putusan bebas murni dan bebas tidak murni. Itu hanya cara-cara para oknum hakim MA yang bandel. Tunduk pada putusan sesat sama saja kita turut melanggar hukum,” imbuh Prashant.

Prashant juga menagih janji Jaksa Agung dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR pada 18 Juli 2011 silam. Dalam kesempatan tersebut, Jaksa Agung menyatakan putusan bebas yang tidak merugikan uang negara tidak akan dikasasi.

Kemudian Prashant mempertanyakan bagaimana mungkin JPU Martha Berliana Tobing bisa menjadikan yurisprudensi sebagai dasar pengajuan kasasi. “Di semester pertama Fakultas Hukum (FH) pun jelas diajarkan bahwa yurisprudensi digunakan apabila tidak ada hukumnya. Kalau ada Pasal 244 KUHAP tapi justru memakai yurisprudensi itu artinya melanggar hukum. Artinya pelanggaran hukum dilakukan oleh MA sendiri. Bagaimana rakyat mau taat pada hukum kalau instansi hukum tertinggi negara pun melanggarnya,” tandas Prashant.

Mengenai isi dari putusan tersebut, Prashant mengatakan banyak ketidaksesuaian antara fakta hukum dan pertimbangan MA yang tertulis dalam putusan. Misalnya pada halaman 38 dijelaskan Judix Factie berdasarkan kasus nomor 20/Pid/2006/PT.bdg yang disidangkan di pengadilan Jawa Barat. Padahal kasus Anand Krishna disidangkan di Jakarta Selatan dan tidak pernah dilakukan di pengadilan di luar Jakarta.

Selain itu, persidangan Anand Krishna terjadi pada tahun 2010 hingga 2011. Anehnya, pada rujukan Judix Factie berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun 2006. Hal ini sangat membingungkan dan mengundang tanya besar, apa yang sebenarnya terjadi?

Nyata pula ada copy-paste JPU Martha Berliana Tobing. Ia memasukkan kasus orang lain sepanjang 3 halaman dalam memori kasasi. Ironisnya kenapa para hakim MA tidak melihat pembohongan publik tersebut. Apakah hakim MA tidak mempelajarinya dengan saksama dan justru terburu nafsu ambil keputusan begitu saja.

Dr. Muhammad A.S. Hikam, APU, Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Kabinet Persatuan Nasional di era Gus Dur mengatakan dalam account FB-nya, “MA telah menerbitkan putusan kasasinya di situsnya, sehari setelah pengacara pihak yang menuduh Pak Anand Krishna meminta agar surat putusan tersebut segera dieksekusi. Sangat aneh bila lembaga tinggi negara seperti MA bisa didesak oleh pengacara.”

“Semoga para pemimpin kita diberi petunjuk dan pepadhang oleh Tuhan YME sehingga tidak melakukan kenistaan dan ketidakadilan. Amin…” begitulah doa dan harapan AS Hikam terhadap penegakan hukum di Indonesia.

Pungkasnya, AS Hikam menyampaikan dukungan terhadap perjuangan Anand Krishna dalam mencari keadilan. “Untuk Pak Anand Krishna, saya akan tetap mendukung perjuangan Bapak, sama dengan dukungan saya terhadap almarhum Gus Dur dan para pejuang demokrasi dan HAM lainnya.”

(Reporter: Su Rahman, Editor: T. Nugroho, Fotografer: Prabu Dennaga)

1348479295912673003

Tidak ada komentar: