Menyikapi
surat putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap tokoh humanis, aktivis
spiritual lintas agama, dan penulis 150 buku lebih Anand Krishna,
Prashant Gangtani, putra Anand mengatakan, “Keputusan MA itu adalah
keputusan yang sesat!”
“Berdasarkan
KUHAP pasal 244 UU No. 8/1981, putusan bebas tidak bisa dikasasi. Dalam
KUHAP tidak ada termin yang menyatakan bebas dibagi menjadi 2 kategori,
putusan bebas murni dan bebas tidak murni. Itu hanya
cara-cara para oknum hakim MA yang bandel. Tunduk pada putusan sesat
sama saja kita turut melanggar hukum,” imbuh Prashant.
Prashant juga menagih janji Jaksa Agung dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR pada 18 Juli 2011 silam. Dalam kesempatan tersebut, Jaksa Agung menyatakan putusan bebas yang tidak merugikan uang negara tidak akan dikasasi.
Kemudian Prashant mempertanyakan bagaimana mungkin JPU Martha Berliana Tobing bisa menjadikan yurisprudensi sebagai dasar pengajuan kasasi. “Di semester pertama Fakultas Hukum (FH) pun jelas diajarkan bahwa yurisprudensi digunakan apabila tidak ada hukumnya. Kalau ada Pasal 244 KUHAP tapi justru memakai yurisprudensi
itu artinya melanggar hukum. Artinya pelanggaran hukum dilakukan oleh
MA sendiri. Bagaimana rakyat mau taat pada hukum kalau instansi hukum
tertinggi negara pun melanggarnya,” tandas Prashant.
Mengenai
isi dari putusan tersebut, Prashant mengatakan banyak ketidaksesuaian
antara fakta hukum dan pertimbangan MA yang tertulis dalam putusan.
Misalnya pada halaman 38 dijelaskan Judix Factie berdasarkan
kasus nomor 20/Pid/2006/PT.bdg yang disidangkan di pengadilan Jawa
Barat. Padahal kasus Anand Krishna disidangkan di Jakarta Selatan dan
tidak pernah dilakukan di pengadilan di luar Jakarta.
Selain itu, persidangan Anand Krishna terjadi pada tahun 2010 hingga 2011. Anehnya, pada rujukan Judix Factie
berdasarkan kasus yang terjadi pada tahun 2006. Hal ini sangat
membingungkan dan mengundang tanya besar, apa yang sebenarnya terjadi?
Nyata pula ada copy-paste
JPU Martha Berliana Tobing. Ia memasukkan kasus orang lain sepanjang 3
halaman dalam memori kasasi. Ironisnya kenapa para hakim MA tidak
melihat pembohongan publik tersebut. Apakah hakim MA tidak
mempelajarinya dengan saksama dan justru terburu nafsu ambil keputusan
begitu saja.
Dr.
Muhammad A.S. Hikam, APU, Menteri Negara Riset dan Teknologi pada
Kabinet Persatuan Nasional di era Gus Dur mengatakan dalam account
FB-nya, “MA telah menerbitkan putusan kasasinya di situsnya, sehari
setelah pengacara pihak yang menuduh Pak Anand Krishna meminta agar
surat putusan tersebut segera dieksekusi. Sangat aneh bila lembaga
tinggi negara seperti MA bisa didesak oleh pengacara.”
“Semoga para pemimpin kita diberi petunjuk dan pepadhang oleh
Tuhan YME sehingga tidak melakukan kenistaan dan ketidakadilan. Amin…”
begitulah doa dan harapan AS Hikam terhadap penegakan hukum di
Indonesia.
Pungkasnya,
AS Hikam menyampaikan dukungan terhadap perjuangan Anand Krishna dalam
mencari keadilan. “Untuk Pak Anand Krishna, saya akan tetap mendukung
perjuangan Bapak, sama dengan dukungan saya terhadap almarhum Gus Dur
dan para pejuang demokrasi dan HAM lainnya.”
(Reporter: Su Rahman, Editor: T. Nugroho, Fotografer: Prabu Dennaga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar