Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi
III DPR dengan masyarakat pada Rabu (26/9/2012), Komunitas Pencinta
Anand Ashram (KPAA) mengungkap berbagai kejanggalan dan pelanggaran
dalam proses hukum Anand Krishna. Selama hampir 2 tahun lamanya
(2010-2012), tokoh aktivis spiritual lintas agama tersebut telah
mengalami pelecehan secara fisik dan emosi.
KPAA menilai Kasasi MA sebagai produk
cacat hukum. Pun menegaskan adanya indikasi kuat telah terjadi
perampasan Hak Asasi Manusia (HAM) Anand oleh praktik jahat segelintir
oknum yang memanfaatkan busuknya sistem peradilan di Indonesia.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Nazir
Djamil ini, diungkapkan berbagai bukti kejanggalan dalam kasus tersebut
dari awal, penyelidikan, penyidikan hingga tingkat pengadilan dan
Mahkamah Agung dibeberkan secara gamblang oleh Dr. Sayoga sebagai juru
bicara KPAA.
Ternyata, pada awalnya sengaja telah dirancang Black Campaign
sedemikian rupa sehingga muncul “korban” lain secara satu per satu
hingga jumlahnya konon mencapai 42 orang. Toh akhirnya, pelapor 1 orang
saja dengan 4 saksi lain yang telah saling mengenal sebelumnya.
Dr. Sayoga juga menyampaikan kepada para
anggota dewan yang terhormat ihwal kutipan beberapa media online atas
pernyataan Kuasa Hukum pelapor, Agung Mattauch pada tanggal 25
Februari 2010 bahwa kasus pelecehan seksual ini hanyalah entry gate (pintu masuk) bagi persoalan yang lebih serius. Ini adalah penodaan agama.
“Karena itu, kami berkeyakinan kuat
bahwa kasus pelecehan seksual ini hanyalah kasus rekayasa hukum sebagai
pintu masuk untuk membunuh karakter Anand Krishna. Sebagai upaya
membungkamkan dirinya dan menghentikan kegiatan-kegiatan lintas agama
yang mengedepankan Perdamaian, Cinta Kasih dan Keselarasan Global,”
ucapnya
.
Kasus yang diwarnai hubungan tidak sah
antara hakim Hari Sasangka dan saksi Shinta Kencana Kheng ini pun
berpihak kepada Anand, ketika Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan yang dipimpin hakim Albertina Ho membebaskannya dari segala
tuduhan dan memulihkan hak atas kedudukan, harkat dan martabatnya
(22/11/2011).
Namun dengan sengaja mengabaikan
instruksi Jaksa Agung Basrief Arief dalam rapat kerja dengan Komisi III
DPR (18/7/2011) untuk tidak mengajukan permohonan kasasi pada
kasus-kasus berkeputusan bebas di tingkat pengadilan negeri, kecuali
pada kasus-kasus yang merugikan keuangan negara, JPU Martha P Berliana
dan Kepala Kejari Jakarta Selatan, ngotot mengajukan permohonan kasasi
walaupun hal ini bertentangan dengan Pasal 244 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Permohonan kasasi ini disusun sedemikian
rupa oleh JPU Martha P Berliana sehingga terdapat berkas kasus lain
dari Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang dijadikan salah satu bukti bagi
pertimbangan pengabulan permohonan kasasi.
“Anehnya, permohonan kasasi seperti ini
dapat dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Anand Krishna kemudian diadili
sendiri hanya berdasarkan Surat Dakwaan JPU. Di mana ada letak
keadilannya?” kata Dr Sayoga dengan nada tinggi terkait permohonan
kasasi yang dikabulkan Hakim Agung Zaharuddin Utama, Achmad Yamanie dan
Sofyan Sitompul (24/7/2012).
Atas paparan KPAA ini, salah satu
anggota dewan yang terhormat, Achmad Basarah mengungkapkan rasa
keterkejutannya atas kejanggalan proses hukum terhadap Anand Krishna
dan merekomendasikan Komisi III untuk mendalami persoalan ini lebih
lanjut.
“Pertama secara pribadi saya
menyampaikan rasa empati dan prihatin terhadap masalah yang dihadapi
Pak Anand Krishna. Kalau saya melihat laporan yang dibuat ini saya
dapat menduga bahwa mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan
sampai persidangan ini telah terjadi hal-hal di luar kepatutan,”
katanya.
Hal senada disampaikan H. Nurdiman Munir
SH yang secara tegas mengatakan bahwa kesewenangan-wenangan
oknum-oknum penegak hukum dalam tubuh lembaga negara seperti Kejaksaan
dan Mahkamah Agung terhadap Anand Krishna ini dapat menjadi bukti dan
masukan penting bagi anggota dewan dalam membahas RUU Kejaksaan dan RUU
Mahkamah Agung.
“Jangan sampai oknum-oknum lembaga
penegak hukum dapat seenaknya melakukan tindakan dan menggunakan
kewenangannya yang melanggar UU,” ucapnya menambahkan.
Sementara
itu, KPAA menegaskan bahwa preseden hukum seperti ini telah mendapat
perhatian dari dunia internasional. Mereka sedang mempersiapkan tim
yang akan berkunjung ke Indonesia dalam waktu dekat ini.
Anand sendiri telah menyatakan akan
mengadakan perlawanan terhadap putusan cacat hukum atas dirinya. Serta
bertekad untuk mempertahankan hak asasi dan konstitusinya sampai titik
darah terakhir. “Silakan kalian datang menjemput saya, tapi hanya mayat
saya yang akan kalian dapatkan,” tandas Anand lewat akun facebook
sahabatnya Menristek pada era Gus Dur, Muhammad AS Hikam.
Fotografer: Prabu Dennaga
http://www.facebook.com/media/set/?set=a.10151110358658611.448331.544843610&type=3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar