Berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah
Agung (MA) No 138/KMA/SK/IX/2009, urutan pemeriksaan perkara relatif
berliku jalannya. Penyelesaian proses hukum tersebut harus menempuh:
1. Penelaahan
2. Registrasi
3. Penetapan Tim oleh Ketua MA/Waka MA bidang Yudisial
4. Pendistribusian perkara
5. Penetapan majelis hakim oleh ketua tim
6. Pendelegasian pelaporan Panitera Muda Tim (Askor) ke Panitera Muda
7. Pendelegasaian berkas perkara kepada majelis untuk pemeriksaan berkas perkara
8. Musyawarah dan pemutusan (oleh Majelis Hakim)
9. Minutasi dan pengiriman berkas ke kembali dari Panitera Muda Tim/Askor kepada Panitera Muda
10. Pengiriman berkas kembali oleh Panitera Muda Pengadilan Pengaju
2. Registrasi
3. Penetapan Tim oleh Ketua MA/Waka MA bidang Yudisial
4. Pendistribusian perkara
5. Penetapan majelis hakim oleh ketua tim
6. Pendelegasian pelaporan Panitera Muda Tim (Askor) ke Panitera Muda
7. Pendelegasaian berkas perkara kepada majelis untuk pemeriksaan berkas perkara
8. Musyawarah dan pemutusan (oleh Majelis Hakim)
9. Minutasi dan pengiriman berkas ke kembali dari Panitera Muda Tim/Askor kepada Panitera Muda
10. Pengiriman berkas kembali oleh Panitera Muda Pengadilan Pengaju
Berdasarkan alur di atas, tatkala musyawarah dan pemufakatan majelis rampung, maka putusan sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Pertanyaan kritisnya, bagaimana mungkin
Zaharuddin Utama, Achmad Yamanie, dan Sofyan Sitompul bisa meloloskan
kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing dalam kasus
Anand Krishna yang sebelumnya sudah diputus bebas Albertna Ho?
Padahal dalam salinan putusan Anand
Krishna yang di-download detikcom dari website resmi MA, Rabu
(14/11/2012), dalam halaman 38 muncul pertimbangan JPU mengajukan
kasasi sbb:
“Bahwa sebagai bukti bagi Judex
Juris tentang tidak pedulinya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa
Barat terhadap fakta hukum yang tertuang dalam tuntutan pidana kami
dapat dilihat dari putusan yang dibuat oleh Judex Facti Nomor
20/Pid/2006/PT.Bdg tanggal 21 April 2006 yang tidak secuil pun
menyinggung tuntutan pidana kami sehingga dengan demikian sungguh cukup
beralasan demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum untuk menganulir
putusan Nomor 20/Pid/2006/PT/Bdg tanggal 21 April 2006 yang dibuat oleh
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat.”
Setelah dilacak oleh wartawan detikcom,
ternyata nomor perkara 20/Pid/2006/PT.Bdg tanggal 21 April 2006 adalah
sengketa pidana merek. Dalam berkas perkara MA tersebut, duduk sebagai
terdakwa Erik Mulya Wijaya.
Tapi alasan kasasi JPU tersebut muncul lagi dalam salinan putusan Anand Krishna. Apakah itu sekadar copy paste?
Alhasil, Majelis kasasi bersepakat menghukum Anand Krishna dengan 2 tahun 6 bulan.
Pertanyaan kritisnya lagi, mengapa bisa
muncul pertimbangan pidana merek versi JPU tersebut di putusan Anand
Krisnha? Sungguh ironis jika modus operandi copy paste semacam itu
dibiarkan lembaga yudisial tertinggi sekelas MA? Mari kita tanya
KENAPA?
Rujukan:
http://news.detik.com/read/2012/11/18/064101/2093426/10/siapa-berbohong-di-putusan-pembatalan-vonis-mati-hengky-gunawan
http://news.detik.com/read/2012/11/14/100955/2091191/10/astaga-jaksa-pakai-kasus-pidana-merek-untuk-kasasi-anand-krishna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar