November 17, 2012

Kenapa MA Biarkan Kasus Merek Orang Lain Masuk dalam Perkara Anand Krishna?


Berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung (MA) No 138/KMA/SK/IX/2009, urutan pemeriksaan perkara relatif berliku jalannya. Penyelesaian proses hukum tersebut harus menempuh:
1. Penelaahan
2. Registrasi
3. Penetapan Tim oleh Ketua MA/Waka MA bidang Yudisial
4. Pendistribusian perkara
5. Penetapan majelis hakim oleh ketua tim
6. Pendelegasian pelaporan Panitera Muda Tim (Askor) ke Panitera Muda
7. Pendelegasaian berkas perkara kepada majelis untuk pemeriksaan berkas perkara
8. Musyawarah dan pemutusan (oleh Majelis Hakim)
9. Minutasi dan pengiriman berkas ke kembali dari Panitera Muda Tim/Askor kepada Panitera Muda
10. Pengiriman berkas kembali oleh Panitera Muda Pengadilan Pengaju

Berdasarkan alur di atas, tatkala musyawarah dan pemufakatan majelis rampung, maka putusan sudah tidak bisa diperbaiki lagi.

Pertanyaan kritisnya, bagaimana mungkin Zaharuddin Utama, Achmad Yamanie, dan Sofyan Sitompul bisa meloloskan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing dalam kasus Anand Krishna yang sebelumnya sudah diputus bebas Albertna Ho?

Padahal dalam salinan putusan Anand Krishna yang di-download detikcom dari website resmi MA, Rabu (14/11/2012), dalam halaman 38 muncul pertimbangan JPU mengajukan kasasi sbb:

“Bahwa sebagai bukti bagi Judex Juris tentang tidak pedulinya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat terhadap fakta hukum yang tertuang dalam tuntutan pidana kami dapat dilihat dari putusan yang dibuat oleh Judex Facti Nomor 20/Pid/2006/PT.Bdg tanggal 21 April 2006 yang tidak secuil pun menyinggung tuntutan pidana kami sehingga dengan demikian sungguh cukup beralasan demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum untuk menganulir putusan Nomor 20/Pid/2006/PT/Bdg tanggal 21 April 2006 yang dibuat oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat.”

Setelah dilacak oleh wartawan detikcom, ternyata nomor perkara 20/Pid/2006/PT.Bdg tanggal 21 April 2006 adalah sengketa pidana merek. Dalam berkas perkara MA tersebut, duduk sebagai terdakwa Erik Mulya Wijaya.

Tapi alasan kasasi JPU tersebut muncul lagi dalam salinan putusan Anand Krishna. Apakah itu sekadar copy paste?

Alhasil, Majelis kasasi bersepakat menghukum Anand Krishna dengan  2 tahun 6 bulan.

Pertanyaan kritisnya lagi, mengapa bisa muncul pertimbangan pidana merek versi JPU tersebut di putusan Anand Krisnha? Sungguh ironis jika modus operandi copy paste semacam itu dibiarkan lembaga yudisial tertinggi sekelas MA?  Mari kita tanya KENAPA?

Rujukan:
http://news.detik.com/read/2012/11/18/064101/2093426/10/siapa-berbohong-di-putusan-pembatalan-vonis-mati-hengky-gunawan
http://news.detik.com/read/2012/11/14/100955/2091191/10/astaga-jaksa-pakai-kasus-pidana-merek-untuk-kasasi-anand-krishna

13532043911351672302

Tidak ada komentar: