Juni 19, 2013

Bangkit dari Keterpurukan lewat Pendidikan

Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Kamis/20 Juni 2013

Judul: Prof. Dr. Suharyadi, Mendidik Dengan Hati
Penulis: Alberthiene Endah
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1/2012
Tebal: 450 halaman
ISBN: 978-979-22-8678

Buku biografi Prof. Dr. Suharyadi ini memikat hati. Kenapa? Karena mengungkap hakikat pendidikan sepanjang hayat (long life learning). Benang merahnya sederhana tapi universal. Intinya proses pembelajaran eksis dalam kehangatan keluarga, dinamika ruang kelas, dan pengalaman hidup sehari-hari. Dalam kata pengantar, Rektor Universitas Mercu Buana (1997-2012) tersebut menulis, “Setiap detik, setiap waktu yang berjalan, ada banyak nilai yang bisa manusia hirup. Semua itu niscaya menjadikan pikiran lebih baik dan bijaksana.”

Tak sekadar beretorika, petuah tersebut sungguh dilakoni oleh Profesor Suharyadi. Pasca ibunda tercinta meninggal dunia, kehidupan keluarga mereka tiarap. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula sebab, “Tak ada lagi pemandangan wanita mumpuni yang mengurus kami dengan sangat cekatan. Tak ada lagi kehidupan dinamis yang diperlihatkan Ibu sebagai seorang pedagang batik yang sukses…” (halaman 83). Padahal penghasilan bapak relatif minim. Sebagai Kepala Sekolah (Kepsek) SD di pelosok desa Bener, Salatiga, Jawa Tengah, gaji beliau tak cukup untuk menafkahi 7 anak piatu yang belum mampu hidup mandiri.

Oleh sebab itu, mereka sekeluarga terpaksa makan seadanya. Hasil kebun begitu berharga karena setiap rupiah dapat dipakai untuk menyambung napas kehidupan. Suharyanto, Suharyono dan Suharyadi kecil sering mencari ikan di sungai. Mereka mencari tambahan gizi untuk lauk makan. Lalu, hasil tangkapan tersebut diberikan kepada kakak perempuan nomor dua yang bertugas menjadi koki di dapur.

Tatkala persediaan beras telah ludes, untuk mengenyangkan perut mereka makan tiwul. Panganan itu pun sejatinya masih lumayan. Pernah suatu ketika mereka harus menyantap ampas umbi yang biasa dipakai untuk pakan ternak. Mereka memakannya karena tak ada uang sepeser pun di kantong, padahal saat itu bapak belum gajian. Ampas lalu dibumbui dan dikukus. Kendati demikian, di meja makan yang dicahayai temaram lampu pelita, mereka mengunyah makanan dengan penuh rasa syukur (halaman 85).

Biografi ini memotret secara apik perjuangan seorang anak bangkit dari keterpurukan hidup. Kendati keterbatasan ekonomi melilit urat nadi, tak memadamkan asa untuk terus menuntut ilmu sampai jenjang tertinggi. Akhirnya berbuah manis, Prof. Dr. Suharyadi berhasil menyelesaikan SD, sekolah menengah pertama dan atas (SMP-SMA), kuliah S1, menyabet gelar S2, S3, dan bahkan sempat memegang tampuk tertinggi di sebuah universitas terkemuka di Indonesia. Dalam konteks ini pendapat Andy F. Noya sungguh relevan, “Kemiskinan memang bukan halangan untuk meraih kesuksesan.” Selamat membaca!

13717014411055550624
Sumber Foto: http://www.grazera.com/

Tidak ada komentar: