Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Minggu/2 Juni 2013
“Be proud with yourself, banggalah dengan diri kalian sendiri. Sebab saat weekend (akhir pekan) begini, biasanya kan muda-mudi nongkrong di mall, bergosip, mengobrol tak jelas, atau merokok. Tapi kalian ajaib, tidak normal, dalam pengertian positif lho. Semoga acara sore ini bermanfaat. Jujur saja saat saya seusia kalian, saya bandel hehe. Tapi sekarang walau kalian masih muda sudah mau belajar dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya menyongsong masa depan,” begitulah paparan Billy Boen, salah seorang narasumber dalam acara Meet and Greet, Street Bentang Festival pada Sabtu (25/5/2013) di Myoozik Cafe, Sagan, Yogyakarta. Dua pembicara lainnya ialah Palmira Vidya Mumpuni dan Jonathan C. Susanto (Kontributor buku Campus Ambassador, Bentang, 2012).
Acara dibuka dengan lantunan tembang dari grup band Summer Salad with Mayonnaise. Mereka membawakan dua buah lagu. Bagi peserta yang datang on time
jam 15.00 WIB tentu dapat berbincang langsung dengan para narasumber.
Itulah keuntungan orang yang datang lebih awal. Disiplin waktu memang
merupakan salah satu kunci sukses. Oleh sebab itu, sampai ada pepatah
dalam bahasa Inggris, “Anda bisa menemukan orang sukses di bawah jam
weker.”
Lazimnya ide merupakan “barang” mewah bagi seseorang yang bekerja di industri kreatif. Uniknya, penulis buku Young On Top (Bentang,
2012) tersebut justru berpendapat bahwa ide sangat murah. “Saya tidak
pernah merasa khawatir ide saya dicuri orang,” ujar General Manager
untuk Oakley di Indonesia itu. “Karena yang mahal implementasinya. Kita
harus berupaya dan perlu ada tindakan nyata,” imbuhnya lagi.
Selain itu, Chief Executive Officer PT. Jakarta International
Management (JIM) dan PT. YOT Nusantara itu melihat bahwa kesuksesan
harus dimulai dari diri sendiri. “Kita harus mengetahui apa kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness)
dalam diri. Begitu pula dalam berbisnis, kalau kita tahu bahwa
kelemahan kita tidak punya modal, maka tinggal mencari mitra kerja yang
memiliki modal,” katanya. “Teorinya memang sesederhana itu, tapi memang
praktik memulai sebuah usaha butuh kerja keras. Ibarat membuka jalan
setapak di hutan belantara yang belum pernah dijamah manusia. Kita harus
babat alas,” ujarnya lagi.
Di usianya yang baru menginjak 29 tahun Billy Boen sudah menjadi pemimpin tiga perusahaan di bawah naungan MRA Group: Hard Rock Café Jakarta, Hard Rock Café Bali, dan Haagens Dazs. Dia harus membawahi 500 karyawan lebih saat itu. Uniknya, ia tidak pernah menyepelekan para staff.
Padahal banyak pemimpin perusahaan yang jumawa dan menganggap remeh
karyawannya. “Saya selalu berusaha menjalani apa yang saya katakan (walk the talk) agar bisa menjadi contoh, pemimpin bisa sukses karena bantuan semua karyawan. Selain itu, tidak asyik kalau sukses sendiri. Para karyawan saya juga harus bisa sukses dong,” ujarnya.
Latar belakang pendidikan Billy Boen pun relatif cemerlang. Ia mendapat gelar Bachelor of Science dari Utah State University dalam waktu 2 tahun 8 bulan saja. Lalu, Billy melanjutkan kuliah S2 State University of West Georgia. Ia hanya membutuhkan waktu satu tahun dan mendapat gelar Master of Business Administration dengan predikat cum laude. Pasca pulang ke tanah air, ia langsung direkrut oleh perusahaan untuk bekerja menangani merk Nike, Umbro, dan menciptakan merek League pada tahun 2004. Spesialisasinya memang dalam strategi branding. Ia juga sedang menulis buku terkait topik tersebut.
Jika hendak dipadatkan, ada empat hal penting untuk meraih sukses. Pertama, milikilah passion (hasrat) untuk meraih kesuksesan. Kedua, harus punya mimpi. Kita tahu apa yang hendak kita tuju, jadi jalannya tidak muter-muter. Senada dengan petuah Stephen R. Covey, “Begin with the end.” Ketiga, miliki karakter yang baik. Sebab kita selalu butuh bantuan orang lain untuk meraih kesuksesan. Nah, jaringan relasi yang luas (wide networking) berbanding lurus dengan kesuksesan kita. Dalam konteks ini reputasi menjadi sangat penting. Keempat, terus mau belajar dan berbagi (learn and share).
Secara khusus, Billy Boen membuat portal online https://www.youngontop.com/ sebagai ajang saling belajar dan berbagi anak-anak muda di seluruh Indonesia. “Tak perlu menunggu yang wah,
misalnya kalau teman-teman melihat ada seorang pemuda memberi tempat
duduk di bis kepada seorang ibu tua. Tulis dan unggah segera di situs
tersebut, sign up-nya gratis. Karena kepedulian semacam itu
kini menjadi barang langka, terutama di kota-kota besar,” ujarnya. “Saya
juga sedang mengusahakan agar kalau kalian share di situ dan mendapat sekian view maka akan mendapat fee. Enak kan sudah berbagi dapat duit lagi hahaha,” imbuhnya lagi dan disambut tepuk tangan seluruh hadirin.
Yang Muda yang Bersuara
Giliran berbagi selanjutnya jatuh pada Palmira Vidya Mumpuni, seorang
dokter gigi. “Dulu saya ini sering gagap kalau disuruh berbicara di
depan banyak orang. Ide sih sudah ada di kepala, tapi tak bisa
untuk mengungkapkannya secara verbal. Untungnya, sekarang bisa lancar
karena tahu tekniknya, yakni dengan aktif menggerakkan tangan ketika
berbicara,” ujarnya.
“Saya menyadari kelemahan saya, tapi saya tidak jadi minder, saya justru nekat ikutan lomba public speaking, speech (pidato), debate
(debat), dll. Pernah suatu ketika dalam kompetisi lomba debat, penyakit
gagap saya kumat. Pada babak-babak awal penyisihan semua baik-baik
saja, eh giliran sampai ke final saya seperti blank.
Oleh guru pendamping saya diberitahu bahwa kalau berbicara itu harus ada
iramanya, jadi seperti orang sedang menyanyi. Ternyata resep itu
mujarab, saya bisa mengatasi penyakit gagap saya,” imbuhnya lagi.
Dari sharing pengalamannya tersebut, Palmira sekadar mengajak
para peserta untuk melihat dan belajar dari masa lalu orang-orang yang
sukses. “Ternyata mereka pun mempunyai masalah yang sama seperti kita
juga. Bedanya, orang yang sukses tidak menyerah kepada keadaan dan
berani melakukan perubahan. Role model saya ialah Billy Boen dan Iwan Setyawan. Salute untuk Om Billy yang walau sibuk masih bisa menjaga kondisi tubuh tetap fit dengan jogging, menyediakan waktu untuk keluarga dan juga beribadah ke gereja setiap Minggu,” katanya.
Selanjutnya, Jonathan C. Susanto juga menyampaikan sebuah cerita.
Menjelang kematian seorang ayah, ia memanggil kedua anaknya. Sang ayah
membagikan harta warisan dan menyampaikan dua wejangan. Pertama, tidak boleh meminta uang kepada orang lain. Kedua, tidak boleh terkena sinar matahari.
Tahun-tahun berlalu seiring bergulirnya waktu, si sulung tetap miskin
dan serba berkesusahan. Badannya kurus kering, tinggal tulang berbalut
kulit. Ketika sang ibu mengunjunginya dan bertanya apa yang ia lakukan
dengan harta warisan dan wejangan ayahnya? Si sulung menjawab, “Karena
tidak boleh meminta uang ke orang lain, saya memakai harta warisan
untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Akhirnya uang habis, lalu saya
bekerja di kantor. Karena ayah berpesan tidak boleh kena sinar
matahari, saya berangkat dan pulang dari kantor dengan naik taksi. Jadi
gaji bulanan yang sudah mepet tersebut harus dipotong juga untuk biaya
transportasi.”
Lantas, sang ibu mengunjungi si bungsu. Keadaannya berbeda 180 derajat
dengan anak pertamanya tadi. Si bungsu menjadi orang kaya dan dikenal
sebagai dermawan. Ketika ditanya apa yang ia lakukan dengan harta
warisan dan wejangan sang ayah? Si bungsu menjawab, “Saya bederma
kepada orang-orang yang berkesusahan. Karena tak boleh kena sinar
matahari, saya berangkat kerja sebelum matahari terbit dan baru pulang
dari kantor setelah matahari tenggelam. Saya bekerja dalam rentang
waktu yang lebih lama dibanding teman-teman sekantor lainnya. Alhasil,
saya menjadi karyawan teladan dan akhirnya diangkat menjadi manajer
perusahaan.”
Lewat kisah di atas, Jojo hendak menyampaikan agar kita memiliki mindset
yang benar. Pesannya boleh sama, tapi pemaknaan dan implementasinya
bisa berbeda 180 derajat. Itu yang menentukan kesuksesan seseorang.
“Oleh sebab itu, lakukan yang terbaik, gunakan waktu seefektif mungkin,
dan berkaryalah untuk hal-hal yang bermanfaat. Taburlah kebaikan maka
cepat atau lambat kita pasti menuai hasilnya, ujarnya.
Tak terasa dua jam telah berlalu, pertemuan sore itu harus segera
berakhir. Ada satu hal dari Billy Boen yang menggelitik dan patut
menjadi perhatian kita bersama. Sebagian besar lulusan universitas
terkemuka di Indonesia dengan IPK tinggi tapi kok tidak bisa bekerja secara profesional, kurang tangguh (tough), dan minus karakter positif. Ada apa dengan dunia pendidikan kita? Sebagai solusi, ia mendirikan Campus Ambassador (CA) yang sepanjang 2010-2012 telah meluluskan ratusan alumnus.
Di awal seleksinya ketat dan kalau di tengah jalan mereka melanggar
kesepakatan ada peringatan, bahkan bisa dikeluarkan. Alhasil, hanya 60
persen saja yang lulus dan menjadi alumnus CA. “Tapi saya berani
menjamin, Palmira, Jojo, dan alumnus CA lainnya kelak akan menjadi
orang-orang hebat yang melakukan hal-hal konkrit bagi bangsa ini,”
ujarnya dengan mantap. See You On Top!
Sumber Foto: Dok. Pri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar