Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia edisi cetak, Juni 2013
J. Sumardianta ialah nama pena Y.
Sumardiyanto. Pria kelahiran 23 November 1966 ini alumnus IKIP Sanata
Dharma 1992. Selain bekerja sebagai guru Sosiologi di SMA Kolese De
Britto Yogyakarta, ia juga aktif menulis resensi buku dan esai
pendidikan di Kompas, Koran Tempo, Jawa Pos serta media nasional
lainnya. Ayah 3 putri tersebut telah menerbitkan beberapa buku, antara
lain “Symply Amazing” (Gramedia, 2009) dan “Guru Gokil Murid Unyu”
(Bentang, 2013). Ia pun menjadi editor buku “Tapal Batas: A Journey to
Powerful Breakthrough” (Pustaka Kaiswaran, 2011).
Penyuka olahraga jungle trekking ini
juga sering diundang sebagai Fasilitator pelatihan guru di Yogyakarta,
Solo, Ponorogo, Semarang, Sukabumi, Jakarta, Malang, Surabaya, Dili,
dan Makasar. Ia pun sempat menjadi Pembicara di Konferensi Guru
Indonesia di Jakarta. Bahkan beberapa waktu lalu, ia juga tampil dalam
acara Kick Andy Show-Metro TV.
Yuk kita simak bersama hasil wawancara ekslusif dengan Pak Guru:
Apa prinsip yang Pak Guru pegang dalam menunaikan peran sebagai guru?
Tugas guru itu sebenarnya mengantar murid menjadi manusia bahagia (delivering happiness).
Bukan sekadar membuat murid melek angka dan literasi. Murid yang
bahagia pasti sukses. Kesuksesan itu mengikuti kebahagiaan murid. Inilah
prinsip dasar saya sebagai pendidik. Soalnya, pendidikan di Indonesia
menyengsarakan murid karena terlalu sibuk mengurusi kecerdasan
artifisial dan mengabaikan kewarasan hati.
Mengapa Pak Guru tertarik untuk berkiprah di dunia pendidikan?
Profesi mendidik itu identik dengan
pelayanan dan pemberian diri. Hanya jika Anda mau melayani Anda akan
menjadi manusia bahagia. Anda akan bahagia jika mau memberi dan melepas
segala yang kita miliki. Kebanyakan guru, jangankan bahagia, pintar
saja tidak. Itu yang membuat guru jadi killer dan mengutamakan
kewibawaan ketimbang kebahagiaan murid. Guru yang bahagia senantiasa
memperbaharui diri dengan banyak membaca. Guru yang kaya informasi dan
meluas perspektifnya yang bisa memberi dan membuat muridnya bahagia.
Sejak kapan Pak Guru mulai terjun di dunia pendidikan dan mengajar di mana?
Saya mulai mengajar sejak 1992 di SMAK
Diponegoro Blitar, Jawa Timur. Pembelajaran berharga yang saya peroleh:
murid akan melupakan apa yang kita ucapkan dan ajarkan tapi mereka
selalu ingat apa yang membuat hati mereka tersentuh. Sampai sekarang
saya masih menjalin hubungan emosional dengan mantan murid. Mendidik
itu investasi mental, bukan transaksi sesaat di sekolah. Hasilnya baru
akan kita tuai dalam jangka panjang. Betapa bahagianya melihat para
alumni menjadi manusia bahagia dan berkarakter. Itu saja sudah cukup
bagi saya.
Apa hambatan terberat yang pernah dialami ketika menjalankan peran sebagai guru sekaligus penulis?
Berbuat baik saja ternyata belum cukup.
Banyak kesalahpahaman. Intrik dan konflik juga di ranah pendidikan
yang seharusnya sangat manusiawi. Pendidikan ternyata arena pertarungan
sosial. Di sana ada perebutan kepentingan dan ideologi. Ini yang
melelahkan dan menguras energi negatif
Bagaimana tips Pak Guru untuk bisa tetap produktif menghasilkan tulisan di tengah-tengah kesibukan mengajar sehari-hari?
Saya selalu mencatat apa saja yang saya
rasakan, lihat dan alami berkaitan dengan kegiatan sehari-hari
mendidik. Semua itulah yang menjadi bahan tulisan. Jadi menulis itu
sederhana: tulislah apa yang Anda rasakan, lihat, dan alami. Tulisan
kita akan mendarat karena berbasis pengalaman nyata. Tulisan kita
menyentuh bila pengalaman itu diramu dengan referensi mutakhir.
Siapa tokoh-tokoh yang menginspirasi Pak Guru? Mengapa?
Tokoh yang menginspirasi saya Ki Hajar
Dewantara dan Mahatma Gandhi. Mereka berdua SEMINAL—hidupnya
dipersembahkan bagi sesamanya yang tertindas penjajahan. Ki Hajar
Dewantara punya visi Ing ngarsa sung tulada (pendidik itu teladan). Ing madya mangun karsa (pendidik itu pembaharu). Tut wuri handayani
(pendidik itu motivator). Mahatma Gandhi tokoh dunia berparadigma
sinergis. Dia menaklukkan musuh (Inggris) dengan memperlakukannya
sebagai sahabat.
Apakah hobi Pak Guru di waktu luang?
Hobi saya di waktu luang olah raga di luar ruang (jungle trekking). Saya juga gemar membaca buku, menonton channel National Geographic Adventure,
dan menghadiri undangan seminar dan pelatihan. Ketiganya tidak bisa
lepas dari pekerjaan utama saya sebagai pendidik. Mengajar, bagi saya,
merupakan cara terbaik belajar.
Menurut Pak Guru apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari sekolah tempat bekerja? Sekolah
tempat saya bekerja, SMA Kolese De Britto Yogyakarta, dikenal
masyarakat luas sebagai sekolah yang unggul dalam pembentukan karakter
para alumninya. De Britto mencetak calon-calon pemimpin pengabdi (servant leadership)
yang kompeten, berhati nurani benar, dan berbela rasa. Di zaman digital
ini tantangannya anak-anak kurang terlatih berpikir deskriptif
sehingga kosa katanya terbatas, kurang detail, terlalu nge-pop, mudah menyerah, dan kurang argumentatif.
Bisa diceritakan secara singkat
metode pembelajaran Pak Guru di kelas beserta sistem evaluasinya di
akhir semester? Apakah ada ulangan tertulis dan pilihan ganda juga?
Metode pembelajaran yang saya terapkan Participant Centered Learning (PCL). Pembelajaran berpusat pada peserta didik. Bukan lagi Fasilitator Centered Learning
(FCL). Konsekuensinya saya sedikit mengalokasikan waktu buat mengajar.
Siswa yang lebih banyak belajar. Guru mengajar dengan murid belajar itu
dua aktivitas yang tidak selalu sejalan. Kalau saya terlalu banyak
memboroskan waktu buat mengajar belum tentu murid saya belajar. Bisa
jadi murid hanya melamun, ngantuk, dan ribut. Badan di kelas pikiran mereka mengembara ke mana-mana. Inilah kelemahan FCL.
Itu sebabnya saya sedikit sekali
memberi instruksi. Saya lebih banyak mengalokasikan waktu agar murid
lebih banyak belajar, secara individual maupun kelompok. Secara
individual program favorit saya “Silent Reading Program”
(kegiatan membaca senyap yang dilakukan murid di kelas). Buku-buku yang
mereka baca bacaan inspiratif (kisah perjalanan dan biografi) yang
sudah saya kuasai. Evaluasinya berupa wawancara individu bukan ulangan
tertulis. Evaluasi ini melatih membiasakan murid berpikir tingkat tinggi
bukan sekedar berpikir tingkat rendah menghafal konsep.
Untuk tugas kelompok (colaborative learning) evaluasinya berupa presentasi kelompok menggunakan slide show.
Ini untuk melatih murid bekerja sinergis dalam grup. mengasah
kemandirian dalam kemitraan. Mereka tidak dibiarkkan menjadi egois
karena pengetahuan harus bersifat sosial—maslahat (manfaat-ed)nya
dirasakan sesama. Juara sejati itu bukan mengungguli melainkan yang
bisa berpikir sinergis (cara berpikirmu ketemu cara berpikirku. Hasilnya
cara berpikir kita). Pendidikan sinergis hanya jalan bila evaluasinya
bukan ulangan tertulis atau pilihan ganda melainkan innerview (wawancara mendalam individual) dan presentasi produk kelompok.
Alumni semacam apa yang sudah “dihasilkan” oleh sekolah tempat Pak Guru bekerja selama ini?
Para alumni yang hidupnya mau melayani
sesama. Di bidang ekonomi Tony Prasetyantono. Di bidang manajemen Dr.
Hani Handoko. Di bidang SDM Sri Martono, salah satu CEO Astra
International. Tokoh-tokoh yang hidupnya terbimbing visi dan nilai (meaning and values led).
Bagaimana pandangan Pak Guru
sebagai praktisi pendidikan terkait perubahan kurikulum 2013 di tahun
ajaran baru mendatang? Apakah akan mempengaruhi sistem dan metode
pembelajaran Bapak di kelas?
Saya pernah dipasangkan bersama Prof.
Abdullah Alkaf, dosen ITS, Staf Ahli Mendiknas, dalam suatu diskusi
tentang kurikulum 2013 di komunitas Salihara Jakarta milik budayawan
Goenawan Mohamad. Prof. Abdullah Alkaf bilang, saya sudah mempraktikkan
spirit kurikulum 2013 jauh sebelum kurikulum baru itu diterapkan.
Metode pembelajaran saya memberdayakan dan menumbuhkan gairah murid
untuk belajar. Bukan mentunadayakan atau mempecundangi murid dengan
model kurikulum pabrikan (massal) yang diajarkan serampangan.
Bagaimana cara Pak Guru
menularkan semangat pembelajaran yang lebih manusiawi tersebut kepada
rekan-rekan pendidik lainnya di seluruh tanah air?
Saya menularkan virus pembelajaran
berpusat pada dan membahagiakan murid lewat tulisan-tulisan di surat
kabar dan buku. Saya juga hadir dalam event-event pelatihan, konferensi, dan reality show televisi semacam Kick Andy Show-Metro TV dan Rumah Perubahan Rhenald Kasali-TVRI. Saya guru dan pemimpin pembelajaran (instructional leader)
yang tidak hanya bisa mengelola kelas melainkan bisa mempengaruhi media
massa. Saya guru yang punya jaringan luas. jejaring sosial itulah yang
saya manfaatkan buat menyebarluaskan pentingnya PCL dan mudaratnya
FCL.
Apa cita-cita Pak Guru di masa depan dalam bidang pendidikan dan juga kepenulisan?
Apa yang saya raih selama ini sebagai pendidik, kolomnis, penulis buku, dan public speaker sudah jauh melampaui impian pribadi. Saya ke depan harus lebih giat menyebarluaskan spirit Be Great Teacher
(guru hebat yang menginspirasi). Soalnya mayoritas guru di Indonesia
itu tipe medioker dan superior yang kerjanya ceramah dan memadamkan
selera belajar murid. Sistem evaluasi yang ujung-ujungnya Ujian nasional
juga menambah beban berat pendidikan. Pendidikan telah merosot sekedar
pelatihan menjadi bodoh (stupidifikasi).
Apa pesan Pak Guru untuk rekan-rekan guru lainnya serta anak muda yang hendak belajar menulis juga?
“Bila guru-guru mampu menulis, maka
murid-muridnya akan lebih tangguh dalam berpikir dan bangsa ini menjadi
lebih memiliki daya saing. Metode yang digunakan dalam menulis myelin-based dengan banyak latihan membuat tulisan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar