Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Jumat/26 Juli 2013
Judul : Berguru Pada Pesohor, Panduan Wajib Menulis Resensi Buku
Penulis : Diana AV Sasa dan Muhidin M Dahlan
Penerbit : d:buku dan I:BOEKOE
Cetakan : II/2012
Tebal : xii + 265 halaman
ISBN : 978-602-98997-0-2
Harga : Rp60.000
Profesi sebagai penulis buku sudah
menjadi jamak di jagat literasi. Tapi profesi sebagai resensor alias
peresensi buku belum begitu banyak dijajaki. Padahal menurut buku ini,
selain mengabadikan kenangan fana tentang isi buku yang telah dibaca,
ketekunan meresensi buku ternyata juga dapat memberi keuntungan materi.
Beberapa media massa lokal dan
nasional mengganjar resensi buku yang dimuatnya dengan puluhan, ratusan
dan bahkan jutaan rupiah. Bahkan sudah jadi rahasia umum bahwa
beberapa penerbit terkemuka pun siap memberi tambahan honorarium dan
kiriman buku-buku terbaru sebagai apresiasi bagi para resensor (halaman
5).
Buku ini lebih merupakan sharing
pengalaman dari kedua penulis. Isinya memuat filosofi dan kiat jitu
meresensi buku di media massa. Tatkala Diana AV Sasa dan Muhidin M
Dahlan berjalan-jalan menyusuri deretan rak perpustakaan, buku yang
mengulas resensi secara mendalam masih minim. Kebanyakan topik “resensi
buku” hanya jadi sub bab dalam sebuah buku panduan menulis artikel dan
esai.
Menurut penulis, secara epistemilogis istilah resensi berasal dari bahasa Latin “recensere”.
Artinya melihat kembali, menimbang, dan menilai sesuatu. Oleh sebab
itu, resensi sinonim dengan catatan yang ditorehkan dari usaha
intelektual seorang pembaca guna mengomentari buku yang telah rampung
dibaca. Kendati demikian, kini seiring perkembangan zaman, resensi juga
menjadi cara sistematis untuk memetakan jalan pikiran (mind mapping).
Lantas dari aspek keilmuan,
meresensi juga merupakan latihan paling dasar sebelum menulis buku.
Kenapa? Sebab dengan semakin sering membaca dan meresensi, resensor
tahu pasti bagaimana sebuah buku diracik. Mulai dari membuat judul,
menentukan tema, mengolah data menjadi kata, kalimat, paragraf, bab,
hingga tahap desain, dan pemasaran buku. Goenawan Mohammad, Rosihan
Anwar, Remy Sylado dulu pun suka sekali meresensi buku.
Syarat utama menjadi peresensi ialah
rajin membaca. Dalam arti betah memelototi halaman dan lembaran buku.
Perbandingan aktivitas membaca dan menulis kisarannya 90% : 10%.
Sembilan puluh persen itu termasuk juga kerja meriset. Ironisnya, kini
ada segelintir peresensi yang “hobi” mencari jalan pintas dan sekadar copy paste
dari blog orang lain. Barangkali resensi tersebut berhasil dimuat di
media massa tertentu, tapi yang jelas kata hati nuraninya menjerit,
“Saya tak membaca sendiri buku itu!” (halaman 13).
Lewat buku ini, penulis juga mengingatkan bahwa membaca untuk meresensi dan membaca sekadar demi mengisi waktu luang (leisure time)
berbeda 180 derajat. Seorang peresensi merupakan gabungan antara
pelancong dan detektif. Ia boleh mengagumi panorama sebuah buku, tapi
sekaligus siap mengkritisi setiap detail isi buku yang mengantongi
catatan kriminal berat, yakni antara lain berupa penjiplakan, pemuatan
data palsu, kesaksian bohong, dan pencemaran nama baik.
Sistematikanya, “Berguru Pada
Pesohor, Panduan Wajib Menulis Resensi Buku” terdiri atas 14 bagian.
Analoginya unik, resensi itu ternyata ibarat rumah. Judul ialah plang
alamat, alinea pertama identik dengan halaman depan, tubuh resensi
ibarat kamar-kamar dan dapur, kemudian alinea penutup merupakan taman
halaman belakang.
Dalam proses menulis alinea
pamungkas misalnya, apakah halaman belakang rumah perlu ditata secara
saksama? Bagi yang tahu arti kesehatan dan relatif berselera artistik,
tentu menjawab ya. Ibarat hunian, halaman belakang ialah batas akhir
dari sebuah rumah. Menurut penulis, pilihannya ada 2, hendak diberi
taman kecil atau tembok kosong kaku begitu saja. Komposisi meletakkan
barang juga perlu dipertimbangkan secara cermat agar tak tampak seperti
gudang pembuangan anak tuyul (halaman 183).
Pada setiap topik bahasan, penulis
senantiasa menyajikan contoh resensi buku yang bertebaran di media
massa. Rentang waktunya seabad lebih, yakni sejak 1901-2010. Salah
satunya, “Resensi Pembunuh Buku” karya S.I.Poeradisatra yang berjudul
“Dari Barat, atau Islam?” (1978). Saat itu, Prof. R. Slamet Imam
Santoso terpaksa mengirim surat kepada kepala proyek Pengadaan Buku
Departemen P & K. Beliau mengecam cara kerja panitia pengadaan buku
“Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan” (1977). Lantas, Prof. Slamet
meminta agar rekomendasi untuk bukunya dicabut.
Buku ini juga melampirkan daftar 39
media massa (Koran, Majalah, Radio, dan TV) yang menyediakan ruang
kreasi bagi para peresensi buku. Tak lupa penulis mencantumkan alamat
e-mail redaksi, nomor telepon, nominal besaran honor, dan nama
kolom/program.
Buku setebal 265 halaman ini layak
dibaca oleh para akademisi, pecinta buku, dan siapa saja yang hendak
belajar serius meresensi buku. Sebab menyitir pendapat Soebagio
Sastrawardojo, “Buku seharusnya mengingatkan kita pada langit dan mega,
kepada kisah dan keabadian…” Selamat membaca dan meresensi buku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar