Juli 04, 2013

Munarman dan Kontrol Emosi Manusia

Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Jumat/5 Juli 2013

"Sekarang, beliau ini melihat hilirnya. Ketika masyarakat, ibu-ibu, mengambil tindakan sendiri, tidak...," ujar Munarman, yang kemudian dipotong Tamrin.

"Dengar dulu, Anda tidak tahu apa yang saya maksud," kata Tamrin.

Munarman kemudian terlihat emosi. "Anda diam kalau saya lagi ngomong," kata Munarman sambil menyiramkan secangkir teh tepat ke wajah Tamrin.

Tamrin sesaat terlihat terdiam. Sementara Munarman masih berbicara, "Anda kelewatan, Anda diam kalau saya lagi ngomong," ujarnya.

**

Begitulah kutipan insiden memalukan di TV One pada Jumat pagi (28/6) pukul 07.50-08.00 WIB silam. Simak rekamannya di https://www.youtube.com/watch?v=vRb-0eJw0gM. Dalam siaran program Apa Kabar Indonesia yang ditonton jutaan pemirsa di seluruh Indonesia tersebut Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyiramkan secangkir teh ke wajah Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Tamrin A. Tomagola.

Menurut M.A.S Hikam, Munarman terlalu emosional dan melakukan tindakan sangat tidak sopan dan merendahkan martabat orang lain, yakni dengan menyiram air di muka lawan debatnya “Inilah 'kualitas' asli dari pentolan FPI yang tidak sungkan-sungkan melakukan perbuatan seperti itu ketika merasa tersinggung. Bagaimana mungkin masyarakat akan bisa menerima manusia seperti ini sebagai wakilnya di Parlemen?” ujarnya.  

“Saya kira tidak salah jika seluruh media (elektronik dan non elektronik) melakukan boikot terhadap Munarman setelah ini. Kelakuan seperti itu jelas bukan kelakuan manusia yang punya etiket pergaulan, apalagi sambil membawa-bawa nama agama. Na'udzubillah min dzalik,” imbuh Menristek pada era Gus Dur tersebut.  

Selain itu M.A.S Hikam juga menyarankan agar Prof. Dr. Tamrin A. Tomagola membawa kasus ini ke polisi supaya penistaan tersebut diganjar dengan hukuman setimpal. TV One juga mesti menayangkan rekaman insiden tersebut supaya publik seluruh Indonesia tahu siapa dan bagaimana kelakuan Munarman, karena ia juga calon legislatif dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2014 mendatang.

Komentar lain datang dari Dominggus Koro, aktivis perdamaian asal Maumere, “Saya tidak kaget dengan tindakan manusia jenis Munarman yang melembagakan kekerasan. FPI hanya wujud "padat" pikiran dan jiwa kita yang keras. Kekurangajaran Munarman terhadap sosiolog santun dan compassionate Tamagola adalah refleksi penghalalan segala cara demi sebuah ideal tentang negara ini--yang entah seperti apa itu.”

Dr. Tamrin Amal Tomagola sendiri adalah sosiolog dari Universitas Indonesia. Ia sempat mengenyam pendidikan di beberapa universitas, antara lain Sosiologi FISIP UI (1974), Universitas Nasional Australia (M.A. bidang demografi sosial, 1982), dan Universitas Essex, Britania Raya (Ph.D. bidang sosiologi media, 1990).

Prof. Dr. Tamrin A. Tomagola melalui akun Twitter-nya, @tamrintomagola menyatakan tak mau melayani preman. "Biarkan publik yg menilai n beri hukuman sosial yg setimpal. Sy tdk mau melayani preman," tulisnya setelah acara selesai.

Merespons tayangan yang tak mendidik tersebut, TV One, melalui akun Twitter @akipagi_tvone, menyampaikan permintaan maaf kepada publik. "Segenap crew Apa Kabar Indonesia memohon maaf kepada pemirsa atas kejadian tidak terduga yang baru saja terjadi," demikian tulis akun tersebut.

Sebaliknya, Munarman SH berdalih argumentasi Tamrin sudah keluar dari substansi perdebatan tentang pelarangan sweeping di tempat hiburan malam selama bulan Ramadhan. "Saya memang melakukan itu karena argumentasinya sudah di luar konteks. Saya anggap dia itu intelektual sampah," ujar Munarman.

Munarman juga mengatakan bahwa dirinya akan mempertanggungjawabkan tindakannya tersebut. Dia mengaku siap bila masalah tersebut diperpanjang sampai ke ranah hukum. "Saya akan ladeni dia, saya tidak takut. Karena dalam diskusi itu, argumentasinya ngawur. Makanya, dia saya sebut intelektual sampah," tegas Munarman lagi.

Kenesologi

Dalam buku Be Happy, Anand Krishna Ph.D pernah mengulas seputar Kenesologi (halaman 129). Intinya tentang ilmu gerak (kinesis, dari bahasa Yunani) otot dikaitkan dengan keadaan fisik dan mental seseorang. Pelopor penemuan mutakhir tersebut ialah Dr David R Hawkins. Beliau  telah menulis pula buku Power vs Force (Hay House, 2002).

Ternyata tatkala manusia melakukan tindak kekerasan, otot-otot tubuhnya melemah dan berdampak pula pada jiwa sehingga tak mampu bertindak secara santun. Level paling bawah, pada angka 20 yakni saat seseorang ketakutan dan nekat melakukan kekerasan (misalnya menyiram secangkir teh ke wajah orang lain).

Para pelaku bom bunuh diri, preman berjubah yang menggunakan cara-cara 'himsa' (kekerasan) berada pada kisaran ini karena energinya begitu rendah. Amrozi, Mukhlas, Imam Samudra, Abu Bakar Baasyir, Munarman, Rizieq, dkk terobsesi untuk merusak diri sendiri dan mencelakakan sesama anak bangsa. Ibu Pertiwi merintih menyaksikan putra-putrinya tercerai-berai hanya karena ulah segelintir aktor intelektual yang memancing di air keruh.

Raden Ngabehi Ronggowarsito pun pernah meramalkan bahwa kita sekarang hidup di zaman edan. Kita hidup di tengah-tengah orang gila, tapi tidak berarti kita musti ikut-ikutan menjadi gendeng. Jangan jadi gila, jadilah waras.

Kurang Ajar

Dari kalangan seniman, Eko Tunas dari Forum Penyair Islam turut bersuara, “Orang yang kurang ajar menyiramkan air ke muka orang lain di forum terhormat dalam acara televisi (yang dengan sendirinya disaksikan jutaan pasang mata), niscaya sanggup membunuh orang sambil tertawa; kami perintahkan kepada aparat untuk menangkap orang berbahaya ini, apalagi dia memakai kedok ormas agama yang secara langsung telah menghinakan umat Islam di hari menjelang Ramadhan.” 

Selanjutnya, Ketua Setara Institute Hendardi menganggap tindakan yang dilakukan Munarman sebagai cerminan FPI. "Tindakan Munarman tidak lain mencerminkan sikap sesungguhnya dari FPI," kata Hendardi. Ia menegaskan, sikap Munarman itu juga merupakan cerminan dari kelompok vigilante, atau kelompok yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri dan cenderung bertindak anarkis dalam mencapai tujuannya.

Menurut Hendardi, tindakan Munarman sangat tidak terpuji. Dalam alam demokrasi, debat sepanas apapun harus berlangsung dengan kepala dingin dan tetap mengedepankan etika terhadap orang yang berbeda pendapat.

Komnas HAM pun menilai, Munarman tidak siap untuk berdemokrasi. "Ini menunjukkan kalau dia (Munarman) tidak siap untuk berdemokrasi," kata Komisioner Bidang Koordinasi Sub Komisi Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM, Roichatul Aswidah.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eva K Sundari mengaku geram dengan perilaku Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), "Saya prihatin dan marah, karena itu pendidikan politik yang buruk bagi khalayak. Munarman tidak bisa mengendalikan kemarahan sehingga memilih ekspresi fisik daripada adu argumen," kata Eva.

Anggota Komisi III DPR RI ini menyampaikan, forum debat memang sering dihiasi dengan sikap saling sela dari kubu yang silang pendapat. Namun begitu, tetap tidak dapat dibenarkan saat perdebatan memanas, lalu salah satu pihak menyerang secara fisik. Menurutnya, Munarman juga telah melangkahi otoritas pembawa acara tersebut.

"Sumbu pendek sebagai perwujudan akal pendek ini sepatutnya jadi pertimbangan media untuk selektif memilih pembicara. Ajang debat faktanya berubah jadi ajang jumawa yang melecehkan pembicara lain," ujarnya.

Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Gus Nuril Arifin ikut berkomentar insiden penyiraman yang dilakukan Juru Bicara FPI Munarman. Menurut Gus Nuril, tindakan Munarman yang pemarah tersebut bukanlah sifat seorang pemimpin. Pemimpin adalah bisa menahan hawa nafsu, bila tidak suka menahan hawa nafsu bukan pemimpin.

"Umat Islam itu seharusnya memberikan keteduhan. Sebagai kelompok mayoritas, maka penugasannya adalah menebarkan cinta dan kedamaian," kata Gus Nuril. 

Lebih lanjut Gus Nuril mengatakan, saat ini pemimpin banyak ditafsirkan bukan dari pengkaderan pemimpin, sehingga ilmu yang diwariskan pun tidak cukup. Akibatnya, menurut Gus Nuril timbul pemimpin karbitan untuk menjadi pemimpin. 

"Menurut saya mas Munarman pemimpin dari mana yang angkat siapa juga tidak jelas, tapi kalau di NU mekanisme kepemimpinannya jelas," ujarnya. 

Komentar ICRP

Menyikapi peristiwa ini, Musdah Mulia selaku Ketua Umum ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) bersama pimpinan tokoh agama di Indonesia menyatakan beberapa hal sebagai berikut:
  1. Mengecam dan mengutuk tindakan Munarman. Arogansi Munarman telah mengancam ruang kebebasan berpendapat, berdiskusi, dan juga mengancam demokrasi di Indonesia.
  2. Memberi dukungan kepada Prof. Dr. Tamrin Amal Tomagola untuk tetap menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan dengan latar belakang intelektual yang beliau miliki.
  3. Menuntut kepada TV One untuk meminta maaf dan tidak lagi mengundang narasumber seperti Munarman yang jelas-jelas telah berulang kali melakukan kekerasan dan diputus bersalah oleh pengadilan.
  4. Menyesalkan kepada pihak TV One yang terus memberikan panggung dan kesempatan kepada pelaku kekerasan dan pelaku intoleran untuk berbicara dan menunjukkan semangat kebencian dan permusuhan di tayangan atau program-program acara TV One.
  5. Menuntut agar Kepolisian Republik Indonesia segera melakukan tindakan atau proses hukum bagi Munarman yang jelas-jelas melakukan tindakan kekerasan di muka umum tanpa menunggu laporan dari korban.
  6. Meminta kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memberikan teguran keras dan sanksi kepada TV One sesuai dengan kode etik dan peraturan tentang penyiaran.

Referensi: Kompas.com, Tempo.co, Rimanews.com, Tribunnews.com, Facebook, Twitter

Tidak ada komentar: