Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Jumat/5 Juli 2013
"Sekarang,
beliau ini melihat hilirnya. Ketika masyarakat, ibu-ibu, mengambil
tindakan sendiri, tidak...," ujar Munarman, yang kemudian dipotong
Tamrin.
"Dengar dulu, Anda tidak tahu apa yang saya maksud," kata Tamrin.
Munarman
kemudian terlihat emosi. "Anda diam kalau saya lagi ngomong," kata
Munarman sambil menyiramkan secangkir teh tepat ke wajah Tamrin.
Tamrin sesaat terlihat terdiam. Sementara Munarman masih berbicara, "Anda kelewatan, Anda diam kalau saya lagi ngomong," ujarnya.
**
Begitulah kutipan insiden memalukan di TV One pada Jumat pagi (28/6) pukul 07.50-08.00 WIB silam. Simak rekamannya di https://www.youtube.com/watch?v=vRb-0eJw0gM. Dalam siaran program Apa Kabar Indonesia yang ditonton jutaan pemirsa di seluruh Indonesia tersebut Juru
Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman menyiramkan secangkir teh ke
wajah Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Tamrin
A. Tomagola.
Menurut M.A.S Hikam, Munarman terlalu
emosional dan melakukan tindakan sangat tidak sopan dan merendahkan
martabat orang lain, yakni dengan menyiram air di muka lawan debatnya
“Inilah 'kualitas' asli dari pentolan FPI yang tidak sungkan-sungkan
melakukan perbuatan seperti itu ketika merasa tersinggung. Bagaimana
mungkin masyarakat akan bisa menerima manusia seperti ini sebagai
wakilnya di Parlemen?” ujarnya.
“Saya kira tidak salah
jika seluruh media (elektronik dan non elektronik) melakukan boikot
terhadap Munarman setelah ini. Kelakuan seperti itu jelas bukan kelakuan
manusia yang punya etiket pergaulan, apalagi sambil membawa-bawa nama
agama. Na'udzubillah min dzalik,” imbuh Menristek pada era Gus Dur tersebut.
Selain
itu M.A.S Hikam juga menyarankan agar Prof. Dr. Tamrin A. Tomagola
membawa kasus ini ke polisi supaya penistaan tersebut diganjar dengan
hukuman setimpal. TV One juga mesti menayangkan rekaman insiden
tersebut supaya publik seluruh Indonesia tahu siapa dan bagaimana
kelakuan Munarman, karena ia juga calon legislatif dari Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2014 mendatang.
Komentar
lain datang dari Dominggus Koro, aktivis perdamaian asal Maumere, “Saya
tidak kaget dengan tindakan manusia jenis Munarman yang melembagakan
kekerasan. FPI hanya wujud "padat" pikiran dan jiwa kita yang keras.
Kekurangajaran Munarman terhadap sosiolog santun dan compassionate Tamagola adalah refleksi penghalalan segala cara demi sebuah ideal tentang negara ini--yang entah seperti apa itu.”
Dr.
Tamrin Amal Tomagola sendiri adalah sosiolog dari Universitas
Indonesia. Ia sempat mengenyam pendidikan di beberapa universitas,
antara lain Sosiologi FISIP UI (1974), Universitas Nasional Australia
(M.A. bidang demografi sosial, 1982), dan Universitas Essex, Britania
Raya (Ph.D. bidang sosiologi media, 1990).
Prof. Dr. Tamrin A. Tomagola melalui akun Twitter-nya, @tamrintomagola menyatakan tak mau melayani preman. "Biarkan publik yg menilai n beri hukuman sosial yg setimpal. Sy tdk mau melayani preman," tulisnya setelah acara selesai.
Merespons tayangan yang tak mendidik tersebut, TV One, melalui akun Twitter @akipagi_tvone, menyampaikan permintaan maaf kepada publik. "Segenap crew Apa Kabar Indonesia memohon maaf kepada pemirsa atas kejadian tidak terduga yang baru saja terjadi," demikian tulis akun tersebut.
Sebaliknya, Munarman SH berdalih argumentasi Tamrin sudah keluar dari substansi perdebatan tentang pelarangan sweeping
di tempat hiburan malam selama bulan Ramadhan. "Saya memang melakukan
itu karena argumentasinya sudah di luar konteks. Saya anggap dia itu
intelektual sampah," ujar Munarman.
Munarman juga
mengatakan bahwa dirinya akan mempertanggungjawabkan tindakannya
tersebut. Dia mengaku siap bila masalah tersebut diperpanjang sampai ke
ranah hukum. "Saya akan ladeni dia, saya tidak takut. Karena dalam
diskusi itu, argumentasinya ngawur. Makanya, dia saya sebut intelektual sampah," tegas Munarman lagi.
Kenesologi
Dalam buku Be Happy, Anand Krishna Ph.D pernah mengulas seputar Kenesologi (halaman 129). Intinya tentang ilmu gerak (kinesis,
dari bahasa Yunani) otot dikaitkan dengan keadaan fisik dan mental
seseorang. Pelopor penemuan mutakhir tersebut ialah Dr David R Hawkins.
Beliau telah menulis pula buku Power vs Force (Hay House, 2002).
Ternyata
tatkala manusia melakukan tindak kekerasan, otot-otot tubuhnya melemah
dan berdampak pula pada jiwa sehingga tak mampu bertindak secara santun.
Level paling bawah, pada angka 20 yakni saat seseorang ketakutan dan
nekat melakukan kekerasan (misalnya menyiram secangkir teh ke wajah
orang lain).
Para pelaku bom bunuh diri, preman berjubah
yang menggunakan cara-cara 'himsa' (kekerasan) berada pada kisaran ini
karena energinya begitu rendah. Amrozi, Mukhlas, Imam Samudra, Abu Bakar
Baasyir, Munarman, Rizieq, dkk terobsesi untuk merusak diri sendiri dan
mencelakakan sesama anak bangsa. Ibu Pertiwi merintih menyaksikan
putra-putrinya tercerai-berai hanya karena ulah segelintir aktor
intelektual yang memancing di air keruh.
Raden Ngabehi
Ronggowarsito pun pernah meramalkan bahwa kita sekarang hidup di zaman
edan. Kita hidup di tengah-tengah orang gila, tapi tidak berarti kita
musti ikut-ikutan menjadi gendeng. Jangan jadi gila, jadilah waras.
Kurang Ajar
Dari
kalangan seniman, Eko Tunas dari Forum Penyair Islam turut bersuara,
“Orang yang kurang ajar menyiramkan air ke muka orang lain di forum
terhormat dalam acara televisi (yang dengan sendirinya disaksikan jutaan
pasang mata), niscaya sanggup membunuh orang sambil tertawa; kami
perintahkan kepada aparat untuk menangkap orang berbahaya ini, apalagi
dia memakai kedok ormas agama yang secara langsung telah menghinakan
umat Islam di hari menjelang Ramadhan.”
Selanjutnya, Ketua
Setara Institute Hendardi menganggap tindakan yang dilakukan Munarman
sebagai cerminan FPI. "Tindakan Munarman tidak lain mencerminkan sikap
sesungguhnya dari FPI," kata Hendardi. Ia menegaskan, sikap Munarman itu
juga merupakan cerminan dari kelompok vigilante, atau kelompok yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri dan cenderung bertindak anarkis dalam mencapai tujuannya.
Menurut
Hendardi, tindakan Munarman sangat tidak terpuji. Dalam alam demokrasi,
debat sepanas apapun harus berlangsung dengan kepala dingin dan tetap
mengedepankan etika terhadap orang yang berbeda pendapat.
Komnas
HAM pun menilai, Munarman tidak siap untuk berdemokrasi. "Ini
menunjukkan kalau dia (Munarman) tidak siap untuk berdemokrasi," kata
Komisioner Bidang Koordinasi Sub Komisi Pengkajian dan Penelitian Komnas
HAM, Roichatul Aswidah.
Politisi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) Eva K Sundari mengaku geram dengan perilaku
Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI), "Saya prihatin dan marah, karena
itu pendidikan politik yang buruk bagi khalayak. Munarman tidak bisa
mengendalikan kemarahan sehingga memilih ekspresi fisik daripada adu
argumen," kata Eva.
Anggota Komisi III DPR RI ini
menyampaikan, forum debat memang sering dihiasi dengan sikap saling sela
dari kubu yang silang pendapat. Namun begitu, tetap tidak dapat
dibenarkan saat perdebatan memanas, lalu salah satu pihak menyerang
secara fisik. Menurutnya, Munarman juga telah melangkahi otoritas
pembawa acara tersebut.
"Sumbu pendek sebagai perwujudan
akal pendek ini sepatutnya jadi pertimbangan media untuk selektif
memilih pembicara. Ajang debat faktanya berubah jadi ajang jumawa yang
melecehkan pembicara lain," ujarnya.
Tokoh Nahdlatul Ulama
(NU), KH Gus Nuril Arifin ikut berkomentar insiden penyiraman yang
dilakukan Juru Bicara FPI Munarman. Menurut Gus Nuril, tindakan Munarman
yang pemarah tersebut bukanlah sifat seorang pemimpin. Pemimpin adalah
bisa menahan hawa nafsu, bila tidak suka menahan hawa nafsu bukan
pemimpin.
"Umat Islam itu seharusnya memberikan keteduhan.
Sebagai kelompok mayoritas, maka penugasannya adalah menebarkan cinta
dan kedamaian," kata Gus Nuril.
Lebih
lanjut Gus Nuril mengatakan, saat ini pemimpin banyak ditafsirkan bukan
dari pengkaderan pemimpin, sehingga ilmu yang diwariskan pun tidak
cukup. Akibatnya, menurut Gus Nuril timbul pemimpin karbitan untuk
menjadi pemimpin.
"Menurut saya mas
Munarman pemimpin dari mana yang angkat siapa juga tidak jelas, tapi
kalau di NU mekanisme kepemimpinannya jelas," ujarnya.
Komentar ICRP
Menyikapi peristiwa ini, Musdah Mulia selaku Ketua Umum ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) bersama pimpinan tokoh agama di Indonesia menyatakan beberapa hal sebagai berikut:
- Mengecam dan mengutuk tindakan Munarman. Arogansi Munarman telah mengancam ruang kebebasan berpendapat, berdiskusi, dan juga mengancam demokrasi di Indonesia.
- Memberi dukungan kepada Prof. Dr. Tamrin Amal Tomagola untuk tetap menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan dengan latar belakang intelektual yang beliau miliki.
- Menuntut kepada TV One untuk meminta maaf dan tidak lagi mengundang narasumber seperti Munarman yang jelas-jelas telah berulang kali melakukan kekerasan dan diputus bersalah oleh pengadilan.
- Menyesalkan kepada pihak TV One yang terus memberikan panggung dan kesempatan kepada pelaku kekerasan dan pelaku intoleran untuk berbicara dan menunjukkan semangat kebencian dan permusuhan di tayangan atau program-program acara TV One.
- Menuntut agar Kepolisian Republik Indonesia segera melakukan tindakan atau proses hukum bagi Munarman yang jelas-jelas melakukan tindakan kekerasan di muka umum tanpa menunggu laporan dari korban.
- Meminta kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memberikan teguran keras dan sanksi kepada TV One sesuai dengan kode etik dan peraturan tentang penyiaran.
Referensi: Kompas.com, Tempo.co, Rimanews.com, Tribunnews.com, Facebook, Twitter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar