Dimuat di ChanelBali.com, Senin/1 Juli 2013
Judul: Emotion for Success
Penulis: Josua Iwan Wahyudi
Proof Reader: James Yanuar
Penerbit: Visi Press
Cetakan: 1/2010
Tebal: xiii + 245 halaman
ISBN: 978-602-8073-31-8
Seorang manajer dari sebuah perusahaan mendengar kabar bahwa dirinya akan dipromosikan menjadi general manager. Ia akan menggantikan orang yang sebelumnya baru saja mengundurkan diri. Walau baru sebatas rumor, toh
berita itu telah membuatnya melayang tinggi ke awan. Betapa tidak, dulu
ia merintis karirnya dari nol. Kini, ia berusia 29 tahun dan durasi
kerjanya baru 6 tahun, tapi ia bakal dipercaya menduduki posisi penting
dalam perusahaan. Hebat bukan?
Ironisnya, ibarat duri dalam daging
ada saja orang yang merasa iri melihat pencapaian tersebut. Para
manajer yang usianya lebih senior dan sudah bekerja lebih lama tak
terima dengan rencana itu. Lalu, mereka menyebarkan gosip yang intinya
menjelek-jelekkan si manajer muda. Mulai dari masalah pribadi sampai
fitnah terkait pekerjaan-pekerjaannya di kantor.
Secepat angin berhembus, berita
buruk itu sampai juga ke telinga si manajer muda. Pada awalnya, ia
masih bisa menahan diri tapi semakin lama kesabarannya kian menipis.
Apalagi para manajer senior tersebut sering menyindir dan mengeluarkan
humor-humor sarkasme di hadapan si manajer muda.
Akhirnya pada suatu hari, dalam
sebuah rapat rutin, seluruh manajer hadir di sana. Direktur perusahaan
menyampaikan kasus besar yang terjadi di lembaga bisnis mereka. Tapi
ternyata seluruh manajer senior telah bersekongkol untuk
mengkambinghitamkan si manajer muda. Saat perdebatan mulai memanas, si
manajer muda sendirian kewalahan mempertahankan diri. Tiba-tiba ia
berdiri dan menuding-nudingkan jarinya ke arah para manajer yang ada di
sana dengan penuh kegeraman, “Ucapan kalian semuanya Bull**it!!! Kalian berusaha memojokkan saya karena iri dengan prestasi saya dan tidak terima kalau saya diangkat menjadi general manager!”
Singkat cerita, manajer muda itu
dipanggil oleh sang direktur, “Saya tahu kamu manajer yang potensial.
Tapi siapa yang bilang kamu akan dipromosikan jadi GM? Sampai hari ini
manajemen belum memutuskan siapa yang akan menjadi GM. Tadinya kami
memperhitungkan dirimu, tapi setelah melihat perilakumu tadi di ruang meeting…jelas sudah bahwa kamu belum layak menjadi general manager….”
Manager muda itu bukan orang bodoh.
Bahkan pendidikan S1-nya diselesaikan di salah satu kampus elit di
negeri Paman Sam. IQ-nya lebih dari cukup untuk membuat ia tahu bahwa
perbuatannya di ruang meeting bisa mengancam perkembangan
karirnya. Tapi, kadangkala kepintaran otak tidak mampu menyelamatkan
diri kita dari tindakan-tindakan konyol yang merugikan diri sendiri dan
orang lain. Sebab menyitir pendapat Anthony Dio Martin, “Sebenar
apapun posisi Anda, ketika Anda membiarkan emosi mengambil alih
tindakan, Anda bisa menjadi salah!” (halaman 7).
Dalam konteks ini, penulis juga
menganalisis kondisi emosi para teroris. Mereka tidak kunjung berhenti
menebar bom di sana-sini. Padahal para perakit bom tersebut orang-orang
pintar dan memiliki kemampuan intelektual tinggi. Bahkan beberapa
pimpinannya ada yang menyandang gelar profesor. Tapi toh
mereka masih melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan nyawa
ratusan hingga ribuan orang yang tak tahu apa-apa mengenai ideologi
mereka. Hal tersebut membuktikan bahwa perasaan benci, dendam, amarah,
dll yang sudah mengontrol mereka menutupi seluruh pikiran logisnya.
Lewat buku bersampul warna merah
ini Josua Iwan Wahyudi juga mengkategorikan manusia berdasar
kemampuannya mengelola emosi. Pertama tipe termometer, orang-orang
tersebut dikendalikan oleh hal-hal di luar diri. Mereka akan berkata, “Gara-gara lue nyebelin, gua jadi BeTe seharian!”.
Dari kalimat tersebut kentara bahwa manusia termometer menyerahkan
tombol emosinya pada orang lain. Ia ibarat termometer yang reaktif dan
tergantung pada suhu udara di sekitarnya. Jika lingkungan berkata 27
derajat, maka mau tak mau termometer juga kan berkata 27 derajat.
Sebaliknya tipe kedua ialah manusia
termostat. Ia mampu menentukan kondisi di sekelilingnya. Walau kondisi
sekitar menunjukkan suhu 32 derajat jika termostat ingin menjadikannya
27 derajat, suhu ruangan akan mengikuti kemauan termostat. Termostat
ini sering dipakai untuk mengatur suhu AC (Air Conditioner) di
dalam ruangan. Manusia termostat mampu memegang kendali atas
perasaaannya. Ia tidak lagi dikendalikan oleh lingkungan, orang lain,
ataupun masa lalu. Ia menentukan pilihannya sendiri dan mempengaruhi
atmosfer sekitar. Senada dengan afirmasi dari Anand Krishna Ph.D dalam
buku “Neo Kundalini Yoga Bagi Orang Modern” bagian Chakra I, “Aku
bertanggungjawab penuh atas hidupku ini!”
Sistematika buku Emotion for Success terdiri atas dua pokok bahasan utama, yakni mengolah emosi diri sendiri (self emotional management) dan menyikapi emosi orang lain (others emotional management).
Intinya bagaimana kita belajar menyadari munculnya emosi dan bagaimana
mengolahnya secara konstruktif. Sebab salah satu sifat emosi adalah
memiliki kadar/ tingkatan. Misalnya dalam kasus bunuh diri, sejatinya
proses suicide tidak terjadi dalam waktu singkat. Seseorang
yang merasa sangat putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya pasti
diakibatkan oleh akumulasi perasaan-perasaan yang tidak kunjung sirna
dan justru terus bertambah kadarnya (halaman 40).
Secara lebih praktis Master Trainer dari Emotion for Success
ini juga memberi tips mujarab. Tersenyum dan tertawalah lebih banyak.
Karena saat manusia ceria otaknya akan melepaskan hormon-hormon
endorphin yang membuatnya siap melakukan aktivitas apapun dengan lebih
ringan. Bahkan di India berkembang pesat kegiatan Yoga Tertawa. Mirip
seperti KTCS (Klub Tawa Ceria Sehat) http://circleoflaughter.com/
yang diadakan setiap 2 minggu sekali di Monas, Jakarta. “Orang yang
terkena penyakit jantung rata-rata tertawa 40 persen lebih sedikit dari
mereka yang tidak mengidap penyakit jantung. Tertawalah 100-200 kali
sehari karena manfaatnya setara dengan jogging selama 10 menit.”
(halaman 118). Mudah dan murah meriah bukan?
Buku setebal 245 halaman ini sebuah
referensi berharga untuk jadikan hidup Anda lebih sehat, bahagia, dan
sejahtera. Sebab mengutip pendapat Adi W. Gunawan, Indonesia Leading Expert in Mind Technology,
“Transformasi diri yang hakiki untuk mencapai keberhasilan hidup,
diawali oleh peningkatan kesadaran diri dengan menyadari, mengetahui,
menerima, dan mengerti emosi yang timbul tenggelam di wilayah
kesadaran.” Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar