Juli 28, 2013

Memuliakan Allah lewat Usaha Bisnis

Dimuat di Radar Seni, Minggu/28 Juli 2013
http://radarseni.com/2013/07/28/memuliakan-allah-lewat-usaha-bisnis/

Judul: Business for the Glory of God, Ajaran Alkitab Tentang Kebaikan Moral Bisnis
Penulis: Prof. Wayne Grudem, Ph.D.
Penerjemah: Samuel Tumanggor
Penyunting: James Yanuar
Penerbit: VISI Press
Cetakan: 1/2010
Tebal: 110 halaman
ISBN: 978-602-8073-31-8
Harga: Rp27.000

Pada 3-5 Oktober 2002 silam, Ted Yamamari mantan presiden Food for the Hungry meminta Prof. Wayne Grudem, Ph.D. menyampaikan makalah dalam Konferensi untuk Usahawan Holistik di Regent University Graduate School of Business. Prof. Wayne memang telah bertahun-tahun meriset ajaran Alkitab terkait usaha bisnis. Makalahnya saat itu berjudul “Bagaimana Bisnis Dapat Memuliakan Allah”. Nah buku ini merupakan perluasan dari curah gagasan tersebut.

Tatkala kita mendengar kata bisnis beberapa orang sontak berpikiran negatif. Kenapa? Karena selama ini bisnis selalu dikaitkan dengan hal-hal yang kotor. Pertanyaan kritisnya, apakah  bisnis tidak bisa dipergunakan untuk memuliakan Tuhan? Tesis Prof. Wayne Grudem,  Ph.D. Profesor Riset Alkitab dan Theologi di Phoenix  Seminary, Scottsdale, Arizona, U.S.A. sederhana tapi mendalam, penyalahgunaan bisnis yang marak terjadi dewasa ini tidak menjadikan bisnis itu sendiri jahat. Bisnis pada hakikatnya baik dan potensial dipakai  untuk memuliakan Allah. Dalam konteks ini, senada dengan petuah dalam tradisi Kejawen, kesadaran dan kewaspadaan (eling lan waspada) menjadi penting. Sehingga manusia tak tergelincir dalam pemberhalaan bisnis demi kepemilikan harta semata (melik nggendong lali).

Lewat buku ini, alumnus dari Harvard University (B.A.), Westminster Seminary (M.Div.) menyoroti 9 aspek bisnis dengan terang iman Kristiani. Mulai dari aspek kepemilikan, produktivitas, pekerjaan, transaksi dagang, laba, uang, ketidakmerataan barang  milik, persaingan, hingga meminjam dan memberi pinjaman. Intinya, Doctor of Philosophy (Ph.D.) di University of Cambridge, U.K. tersebut menegaskan bahwa bisnis merupakan rancangan Allah bagi kemuliaan-Nya, kebaikan seluruh umat manusia, dan kemaslahatan segenap titah ciptaan.

Misalnya terkait aspek meminjam dan memberi pinjaman dalam usaha bisnis. Penyunting buku Recovering Biblical Manhood and Womanhood tersebut berpendapat, “Ketika kita memahami makna meminjam yang sesungguhnya, kita akan menyadari bahwa proses meminjam dan memberi pinjaman adalah keajaiban yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Kenapa? Karena hewan tidak bisa meminjam, memberi pinjaman, atau membayar bunga. Hewan tidak bisa memahami proses ekonomis semacam itu.” (halaman 82).

Lebih lanjut, penulis memaparkan logika berpikirnya yang masuk akal, “Nilai hebat dari meminjam dan memberi pinjaman ialah keduanya menggandakan kegunaan seluruh kekayaan yang dimiliki suatu masyarakat. Analoginya mirip seperti buku di perpustakaan. Perpustakaan kota saya mungkin hanya memiliki satu eksemplar sebuah buku rujukan, tetapi 300 orang dapat membacanya dalam setahun. Jadi warga kota kami memiliki kekayaan kira-kira senilai 300 eksemplar ini jika semua orang harus membeli satu buku.” (halaman 83).

Manfaat yang sama nyata terasa dalam proses meminjam dan memberi pinjaman dalam dunia bisnis. Jika ada uang sebesar $90.000 terparkir di brankas sebuah bank, uang tersebut tidak berguna bagi siapa pun dan hanya menganggur di sana. Padahal ada orang yang hendak membeli rumah seharga $100.000 tapi ia hanya memiliki $10.000. Artinya, ia membutuhkan waktu bertahun-tahun agar bisa menabung $90.000 untuk membeli rumah tersebut. Lalu, sang bankir memberi pinjaman $90.000 kepada orang tersebut dan tiba-tiba uang itu menjadi berguna. Berkat uang tersebut orang tadi bisa membeli dan tinggal di rumah baru. Sebagai konsekuensinya, ia membayarkan bunga penggunaan uang sebesar 6% atau $5.400 per tahun yang membuat sang bankir juga tersenyum lebar.

Buku ini juga meninjau secara mendalam tentang maksud dan makna uang. Terkadang orang beranggapan bahwa uang adalah akar segala kejahatan. Tapi penulis jeli mengutip ayat Alkitab dalam 1 Timotius 6:10, “Akar segala kejahatan ialah cinta uang.” Jadi Paulus berbicara tentang cinta uang bukan tentang uang itu sendiri. Pada hakikatnya, uang itu baik karena merupakan temuan manusia yang membedakan kita dengan hewan. Uang memampukan semua manusia untuk menjadi produktif. Sehingga manusia bisa menikmati buah kerja kerasnya ribuan kali lebih luas ketimbang tidak memiliki sepeser uang pun dan harus saling membarter barang (halaman 55).

Tanpa uang penulis hanya memiliki satu barang yang diperdagangkan, yakni bukunya. Ia boleh memiliki ratusan eksemplar buku, tapi di dunia yang tanpa uang, ia tidak tahu apakah satu eksemplar buku itu sama nilainya dengan sebakul roti, dua helai baju, sebuah sepeda, atau mobil. Penjual bahan pangan juga mungkin tak tertarik membaca bukunya. Jadi ia enggan menukarkan sekeranjang roti dengan buku. Alhasil, penulis hanya memiliki tumpukan buku dan tak ada seorang pun yang mau membarter barang dengannya. Tanpa uang, penulis terpaksa kembali mencari nafkah dengan berkebun dan berternak ayam. Sehingga ia dapat membarterkan sayuran dan telur dari waktu ke waktu.

Dalam konteks ini, uang menemukan kebermanfaatannya. Sebab uang merupakan barang yang diterima setiap penukar barang. Dengan sistem uang, penulis jadi tahu berapa nominal harga satu eksemplar bukunya, yakni $40. Alhasil, ribuan pembaca rela membayar sebesar itu. Hebatnya, uang juga menyimpan nilai sesuatu sampai kita membelanjakannya untuk barang atau jasa yang lain. Ketika penulis mendapat $40, uang itu memegang nilai bukunya sampai ia hendak pergi ke toko penjual bahan pangan. Ia mau menukarkan $40 dengan roti. Penjual bahan pangan yang semula tak mau menukarkan rotinya dengan sebuah buku, kini senang menerima uang $40 tersebut. Kelak, penjual bahan pangan itu pun bisa menukarkannya untuk mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan $40.

Artinya, uang membuat pertukaran sukarela lebih adil, tidak sia-sia, dan jauh lebih luas. Di dunia ini, manusia memerlukan uang agar dapat menjadi pengurus bumi yang baik. Sehingga dapat memuliakan Allah dengan menggunakan uang secara bijak demi kebaikan bersama. Jika uang bersifat jahat dalam dirinya sendiri, tentu Allah tidak mengijinkan uang ada. Tetapi Ia bersabda, “Kepunyaan-Kulah perak dan kepunyaan-Kulah emas, demikianlah firman Tuhan semesta alam.” (Hag.2:9).

Buku setebal 110 halaman ini sebuah referensi berharga untuk bekal interaksi dengan atasan, pelanggan, rekan kerja, pegawai, dan kolega bisnis lainnya. Sehingga menyitir pendapat Dave Browne, Direktur Family Christian Stores, “Bisnis kita dapat menjadi bagian penting dari cara manusiawi melayani Allah dan dapat berdampak kekal pada banyak jiwa.” Selamat membaca!

1375015615842066854

Tidak ada komentar: