Dimuat di Surat Pembaca, Suara Merdeka, Selasa/30 Juli 2013
Kebiasaan membaca berpengaruh
positif bagi setiap anak manusia, sehingga otak bisa bekerja secara
optimal sampai usia tua. Hal ini senada dengan tesis Dr Robert S Wilson
PhD, seorang peneliti dari Rush University Medical Centre di Chicago,
Amerika Serikat. Menurut dia membaca merupakan cara ampuh untuk
melatih otak. Bila sejak kecil anak-anak suka membaca, kesehatan otak
niscaya terjaga hingga lanjut usia.
Penelitian Dr Robert melibatkan 294
orang di atas usia 55 tahun. Mereka harus menjalani serangkaian tes
kognitif setiap 6 tahun sekali sampai akhirnya mereka meninggal dunia
di usia rata-rata 89 tahun. Selain itu, mereka juga diminta menjawab
pertanyaan kuisoner tentang apakah mereka membaca, menulis, dan
terlibat dalam kegiatan literer lain sejak kanak-kanak, remaja, usia
pertengahan hingga usia mereka saat itu?
Lantas setelah meninggal dunia,
otak mereka dibedah dan diteliti secara intensif di laboratorium.
Ternyata orang yang sering merangsang otak dengan membaca dan menulis
lebih lambat penurunan tingkat memorinya ketimbang yang tidak
melakukan baca-tulis sepanjang hayatnya.
Dari temuan tersebut, penulis
terinspirasi untuk memperkenalkan budaya membaca kepada para siswa di
SMP Kanisius Sleman, Yogyakarta. Dalam kelas ekskul bahasa Inggris,
para siswa tampak asyik membaca Kumpulan Dongeng Motivasi (Stories of
Great Virtue). Buku karangan Arleen Amidjaja dkk dengan ilustrator
Sherly Gunawan dkk tersebut ditulis dengan dua bahasa (bilingual).
Jadi seperti kata pepatah, sekali mendayung dua pulau terlampaui,
dengan membacanya para siswa dapat belajar nilai-nilai budi pekerti
sekaligus mengasah kemampuan linguistik.
Misalnya kisah romantik antara putri
duyung bernama Sisi dan Pangeran tampan dari Kerajaan Laut. Daya
tarik Sisi tidak semata secara fisik, tapi lebih pada inner beauty
(kecantikan batin). Sisi menjahit sendiri gaun malam untuk pesta
dansa. Sisi memahat sendiri kerajinan ukiran kerang yang hendak
dijadikan hadiah untuk Sang Pangeran. Sedangkan putri-putri duyung
lain cenderung malas dan mencari jalan pintas. Mereka cukup membelinya
di butik dan toko souvenir kerajinan tangan.
Selain itu, tatkala putri-putri
duyung lain beramai-ramai mengecat kuku mereka, Sisi justru asyik
duduk diam membaca sendirian. Ia mencari buku-buku di perpustakaan,
terutama yang terkait dengan sejarah kerajaan mereka, sehingga ketika
berjumpa dengan Sang Pangeran, ia relatif memiliki cukup banyak materi
pembicaraan. Alhasil, Sang Pangeran jatuh hati dan melamarnya menjadi
permaisuri.
Akhir kata, lewat aktivitas
sederhana itu, para siswa diperkenalkan kembali dengan budaya membaca
buku dongeng dan cerita anak. Sebab selama ini remaja lebih akrab
dengan gadget dan media sosial di internet. Dalam konteks ini,
pendapat Esther Meynell, penulis biografi The Little Chronicle of Anna
Magdalena Bach sungguh relevan, ’’Buku, bagi seorang anak yang membaca
lebih dari sekadar buku. Bagi mereka, buku merupakan impian masa
depan sekaligus pengetahuan masa silam.’’ Salam cinta buku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar