Dimuat di Rubrik Surat Pembaca Harian Joglosemar 19 September 2008
http://harianjoglosemar.com/index.php?option=com_content&task=view&id=24970&Itemid=1
Thomas Paine mengatakan negara musti seminimal mungkin mencampuri urusan pribadi warga. Apalagi soal tingkah laku dan cara berpakaian, parameternya beragam dan tergantung pada konteks. Itu jelas bukan wewenang pelayan publik, yang lebih urgen ialah bagaimana memenuhi kebutuhan sembako rakyat dari Sabang sampai Merauke jelang perayaan Idul Fitri ini.
Rencana pengesahan RUU Pornografi pada 23 September 2008 mendatang terlalu tergesa. DPR perlu mendengarkan aspirasi warga Papua yang biasa bertelanjang dada dan berkoteka dalam aktivitas kesehariannya. RUU ini berpotensi mencederai kebinekaan bangsa.
Sebagai Nation State, Indonesia terdiri atas pelbagai suku, budaya, agama, dan golongan yang memiliki persepsi beragam terhadap nilai kesusilaan dan batasan pornografi. Sehingga tak perlu diseragamkan, apalagi dipatenkan lewat undang-undang.
Secara lebih mendalam, RUU Pornografi menganggap perempuan sebagai penyebab kemerosotan moral. Sebab kaum wanita tidak bertingkah laku sopan dan tidak menutup rapat tubuhnya. Pemahaman tersebut sungguh bias gender dan sangat patriarkal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar