Februari 16, 2013

Keunikan Bahasa Apresiasi Manusia

Dimuat di Seputar Indonesia, Minggu/17 Februari 2013
http://www.seputar-indonesia.com/news/keunikan-bahasa-apresiasi-manusia


Judul: 5 Bahasa Apresiasi dalam Dunia Kerja
Penulis: Dr. Gary D. Chapman, Ph.D dan Dr. Paul White
Alih bahasa: Slamat Parsaoran Sinambela
Penerbit: Visipress
Cetakan: 1/September 2012
Tebal: 285 halaman
ISBN:  978-602-8073-76-9

Presisi alias ketepatan menjadi kata kunci dalam buku ini. Bayangkan pada suatu siang yang terik, seorang rekan sekerja Anda merasa kehausan. Kemudian, datanglah seorang karyawan lain menawarkan pertolongan seturut pemahamannya sendiri. Alih-alih menyuguhkan segelas air es, ia justru menyodorkan kursi untuk diduduki. Insiden miskomunikasi tersebut niscaya membuat frustasi, baik dalam diri si pemberi maupun si penerima bantuan (halaman 26).

Oleh sebab itu, buku “5 Bahasa Apresiasi dalam Dunia Kerja” mendedah 5 macam bahasa apresisasi manusia. Mulai dari bagian hulu hingga ke hilir. Sehingga interaksi antar individu menjadi lebih lancar. Pun kerjasama antar lini dalam perusahaan terjalin kian harmonis.

Ada sebuah kisah nyata, Claricia menghadiahi tiket gratis pertandingan Yankees di akhir pekan kepada Mike. Karena koleganya tersebut telah bekerja secara professional dan optimal. Mike bersedia lembur untuk merampungkan proyek tertentu. Anehnya, Mike tetap bermuram durja. Bahkan ia justru beranggapan pihak managemen perusahaan tak menghargai jerih payahnya sama sekali.

Ternyata Mike tak menginginkan tiket gratis itu. Sebab bahasa apresiasi primernya ialah act of service alias tindak pelayanan. Mike lebih suka teman-temannya membantu tatkala proyek tersebut musti dikebut. Pun ia tak suka bekerja sendirian. Dalam hati ia berharap mereka dan supervisornya turut kerja lembur dan bahu-membahu menyingsingkan lengan baju. Sekadar mengucap terimakasih ataupun memberi hadiah nyata (tangible gift) tak akan memuaskan dahaga emosional Mike untuk dihargai.

Menurut Gary Chapman dan Paul White ada 5 model bahasa apresiasi, yakni, “Kata-kata Penghargaan”, “Waktu Berkualitas”, “Tindak Pelayanan”, “Hadiah Nyata”, dan “Sentuhan Fisik”. Tak dapat dipungkiri bahwa mayoritas pegawai mendambakan kenaikan gaji, tapi faktor utama kepuasan kerja bukan materi semata. Apresiasi merupakan kebutuhan eksistensial manusia. Jiwa para pekerja - dari Direksi, CEO sampai cleaning service dan bagian rumah tangga – memberontak jika tak dihargai.

Buku ini juga memaparkan hasil penelitian Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat. Temuannya cukup mengagetkan, ternyata 65 persen orang Amerika meninggalkan pekerjaan mereka bukan karena urusan finansial an sich, tapi karena ketiadaan penghargaan batin (baca: apresiasi). Dalam konteks ini, tesis almarhum Stephen R. Covey menjadi relevan, “Setelah keberlangsungan fisik, kebutuhan terbesar manusia ialah keberlangsungan psikologis, yakni untuk dipahami, diakui, dihargai, dan dicintai.” (Halaman 22).

Sebelumnya, Gary Chapman telah menulis buku The Five Love Languages: The Secret to Love That Lasts (Lima Bahasa Cinta: Rahasia Mengasihi Yang Langgeng). Penerbitnya The New York Times. Buku tersebut terjual sebanyak enam juta kopi versi bahasa Inggrisnya. Bahkan kemudian diterjemahkan pula ke dalam 40 bahasa.

Lantas, banyak pembaca meminta Direktur Marriage and Family Life Consultant, Inc tersebut menulis topik senada tapi fokusnya lebih dalam dunia kerja. Singkat cerita, konselor keluarga berjam terbang 40 tahun lebih tersebut menggandeng Dr. Paul White. Selama 3 tahun terakhir, mereka berkolaborasi dalam Motivating by Appreciation Project (Proyek Memotivasi dengan Apresiasi).

Terkait sistematika buku ini,  “5 Bahasa Apresiasi dalam Dunia Kerja” terdiri atas 4 bagian. Ibarat bangunan rumah diawali dengan fondasi, “Apa itu apresiasi?” Lantas, tiang-tiang penyangganya ialah penjelasan runut ihwal 5 model bahasa apresiasi. Pun dilengkapi dengan ornamen penerapan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Terakhir atapnya, penulis menyajikan tips praktis untuk mengatasi tantangan yang biasa menghadang.

Keunggulan buku ini memberi porsi besar bagi pengembangan karakter positif. Antara lain ketekunan, keberanian, kerendahan hati, disiplin diri, welas asih, kesediaan mengampuni, kejujuran, integritas, kesabaran, kebajikan, dan pengorbanan. Butir-butir mutiara nilai keutamaan tersebut niscaya tak lekang oleh waktu.

Seorang pemimpin juga perlu loyal dalam memberi pujian bagi pegawai yang berprestasi. Penulis menceritakan pengalamannya sendiri ketika disanjung secara verbal oleh bosnya, “Saya belum pernah menyampaikan hal ini namun saya mengagumi Anda. Anda salah satu orang terbaik yang pernah saya temui. Saya memerhatikan cara kerja Anda membantu rekan kerja ketika mereka kewalahan dengan tugasnya. Anda sebetulnya tak perlu melakukan semua itu sebab memang bukan bagian dari tugas pekerjaan Anda. Tapi pengorbanan Anda tersebut menyiratkan karakter Anda yang sungguh mendalam.” (halaman 49).

Selain kata-kata penghargaan ada juga karyawan yang suka menerima hadiah “liburan”. Menurut observasi penulis yang kerap menjadi narasumber di hampir seluruh 5 benua ini, pekerja muda dari generasi muda (Gen X, Gen Y, dan Millennial) sangat mengapresiasi waktu senggang. Namun tentu syaratnya, mereka harus merampungkan dulu proyek besar perusahaan.

Akhir kata, buku setebal 285 halaman ini sebuah referensi berharga untuk menyelami keunikan bahasa apresiasi manusia. Sepakat dengan pendapat Prof. Lyle W. Dorsett dalam kata pengantar, “Jika wawasan dan kebijaksanaan yang ditawarkan Chapman dan White dipraktikkan di dunia kerja niscaya terjadi revolusi yang gemilang dalam hubungan antarmanusia.” Selamat membaca!























Tidak ada komentar: