Putra Anand Krishna, Prashant Gangtani menampik pernyataan oknum
Kepala Kejari (Kejaksaan Republik Indonesia) Jakarta Selatan (Jaksel).
Sebelumnya, Masyhudi mengatakan kepada publik bahwa kesulitan yang
dihadapi dalam eksekusi Anand karena ia terus berpindah dari satu
tempat ke tempat lain. “Yang bersangkutan di daerah mana masih terus
diidentifikasi, karena ada informasi yang bersangkutan
berpindah-pindah,” ujar Masyhudi pada Kamis (7/2/2013) silam.
“Padahal kami sudah memberitahukan keberadaan ayah saya langsung ke
Pusat Pelayanan dan Hukum Kejagung sejak tanggal 27 November 2012. Kami
pun mempunyai rekaman video dan rekaman suara, lengkap dengan
saksi-saksi ihwal pelaporan tersebut. Jadi bila oknum Kepala Kejari
Jaksel mengaku tidak mengetahui keberadaan ayah saya, jelas ia telah
berdusta kepada publik,” tandas Prashant.
Selain itu, Prashant dan Kuasa Hukum Anand juga menilai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) sejak awal cacat hukum. Kenapa? karena memuat kejanggalan-kejanggalan yuridis dan tidak memenuhi unsur-unsur yang disyaratkan oleh Pasal 197 (1) ayat d, e, f dan h UU No. 8/1981 tentang KUHAP.
Bahkan dalam putusan MA itu tidak memuat pertimbangan hukum bagi pengabulan kasasi. MA justru memuat pertimbangan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing yang berasal dari kasus pidana pemalsuan merek dari Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada tahun 2006. Padahal notabene kasus Erik Mulya Wijaya sama sekali tidak ada kaitannya dengan kasus Anand Krishna (Sumber: http://news.detik.com/read/2012/11/14/100955/2091191/10/astaga-jaksa-pakai-kasus-pidana-merek-untuk-kasasi-anand-krishna).
“Segala kejanggalan di atas membuat kami yakin bahwa putusan ini cacat hukum. Oleh karenanya musti batal demi hukum. Ayah saya jelas berhak melakukan perlawanan terhadap upaya eksekusi yang tidak sah di mata hukum nasional dan melanggar nilai-nilai HAM,” imbuh Prashant.
Kejanggalan Putusan MA ini juga diamini oleh kalangan akademisi dan para pakar hukum. Beliau-beliau antara lain Prof. Dr. Nyoman Serikat Putrajaya S.H, M.H (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang), Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej S,H. M.Hum (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta), Dr. I. Dewa Gede Palguna S.H, M.H (Mantan Hakim Konstitusi periode 2003-2008) dan Dr. I.B Surya Jaya S.H, M.H (Ahli Hukum Pidana Universitas Udayana (UNUD) Bali) dalam Eksaminasi Publik atas Kasus Anand Krishna di gedung UC UGM Yogyakarta (18/10/2012) dan Denpasar (25/10/2012) lalu.
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej S,H. M.Hum misalnya, Prof. Eddy (nama panggilan beliau) mengatakan bahwa putusan MA yang mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha Berliana Tobing setelah putusan bebas dikeluarkan merupakan sebuah kesalahan fatal. “Saya sebagai ahli hukum merasa bertanggungjawab untuk memberi kritik dan memperingatkan terhadap putusan MA tersebut,” ujarnya (Sumber: http://jogja.antaranews.com/berita/304983/kpaa-lakukan-eksaminasi-publik-kasus-anand-krishna). Silakan menonton videonya yang telah diunggah di Youtube http://www.youtube.com/watch?v=feFLk1depbI
Sedangkan dari Pulau Dewata, akademisi senior UNUD, Prof. Wayan Suparta menilai jika yang diadili saat ini bukan kasus hukumnya, melainlan lebih pada hasil karya, pemikiran, dan perjuangan lintas agama (interfaith) Anand Krishna. “Kami yang sudah terbiasa bekerja dengan obyektivitas, validitas, dan data faktual sangat menyesal dengan putusan MA tersebut, “ imbuhnya (Sumber: http://beritadewata.com/Daerah/Denpasar/Tokoh_Bali_Serukan_agar_Anand_Krishna_tidak_Serahkan_Nyawa_ke_MA.html)
Senada dengan pendapat anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka berpendapat bahwa proses kasus terhadap kasus ini diindikasi terjadi pelanggaran HAM berat terhadap Anand. “Kami juga telah menerima salinan surat dari Komnas HAM yang mengindikasikan adanya pelanggaran HAM atas proses hukum ayah saya sehingga Komnas HAM telah menulis surat kepada Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kepolisian untuk tidak menahan ayah,” ujar Prashant.
Kronologinya, putusan MA terhadap Anand diputus oleh Majelis Hakim Kasasi - dimana Hakim Agung Ahmad Yamanie telah dipecat dari MA oleh Mahkamah Kehormatan Hakim (MKH) karena memalsukan vonis bandar narkoba, Hakim Agung Zaharuddin Utama yang juga telah dilaporkan ke KPK dan KY dengan dugaan penyuapan dalam kasus lain, dan Hakim Agung Sofyan Sitompul - pada tanggal 24 Juli 2012.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) yang dipimpin oleh Srikandi Hukum jujur, berintegritas, dan ber-track record bersih Hakim Albertina Ho telah memvonis bebas Anand tanggal 22 November 2011 silam.
Pungkasnya, kenapa oknum Kepala Kejari Jaksel, Masyhudi sampai kelepasan mengeluarkan pernyataan yang disinyalir mengelabui masyarakat? Apakah karena terlanjur malu karena kasus kasasi Anand Krishna ini kian terlihat unsur rekayasanya? Sebab JPU Martha Berliana Tobing ketahuan menggunakan kasus sengketa merek Erik Mulya Wijaya untuk mengkasasi Anand Krishna. Mari kita tanya kenapa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar