Dimuat di Majalah Nuntius edisi Januari 2013
Judul: Di Simpang Peristiwa, Mencatat Peristiwa Menuai Hikmah
Penulis: Friedz Meko, SVD
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1/ Juli 2012
Tebal: xxxiii + 249 halaman
ISBN: 978-979-22-8590-1
Harga: Rp63.000
Siang itu matahari bersinar terik
di atas Stasiun Gubeng kota Pahlawan. Penulis hendak menjemput seorang
kolega. Syahdan, datanglah anak lelaki usia delapan tahunan
menghampiri. Ia mengulurkan tangan memohon sedekah. Sebelum memberi
uang, Pastor Freids Meko, SVD bertanya siapa nama anak itu dan apakah
orang tuanya masih ada (halaman 21).
Anak tersebut bernama Kholis.
Ayahnya sudah meninggal dunia karena tenggelam dalam kecelakaan kapal
tatkala berlayar ke Makassar. Sekarang, si anak berhenti sekolah dan
musti membantu ibu menafkahi keluarga. Karena kedua adiknya masih
kecil-kecil. Tak jauh dari situ hanya berjarak sekitar 50 meter tampak
seorang ibu menjajakan koran. Walau mengidap sakit paru-paru, ibunda
tercinta terpaksa bekerja demi sesuap nasi.
Penulis buku ini alumnus Sekolah
Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Ledalero Maumere, Flores. Ia merasa
terharu sekali mendengar penuturan si anak tadi. Gaya bicara anak itu
seperti layaknya orang dewasa. Kholis menjadi lebih cepat matang
kepribadiannya. Situasi memang serba sulit. Pun kegetiran menempa
pikirannya cerdas menyikapi realitas.
Secara lebih mendalam, Vikaris
Episcopalis Religius (Vikep Religius) Surabaya tersebut merefleksikan
perjumpaannya dengan Kholis. Bagi si anak, ibu merupakan sandaran
satu-satunya. Senada dengan petuah para bijak, “Ibu ialah sebuah kata
yang selalu menggetakan jiwa.” Beliau sosok yang pernah menjerit
kesakitan sekaligus meneteskan air mata bahagia tatkala menyaksikan
tubuh mungil kita berlumuran darah keluar dari rahimnya (halaman 22).
Dalam konteks ini, pria kelahiran
Manamas, Timor, 21 Juni 1963 tersebut melihat peran suci dan martabat
mulia ibunda diwariskan langsung oleh Sang Pencipta. Dalam diri para
ibu tersemai “bulir” kehidupan selama 9 bulan 10 hari. Alhasil,
lahirlah generasi baru di muka bumi. Sosok ibu juga identik dengan
kelembutan, atensi, kerelaan berkorban, dan cinta kasih.
Buku “Di Simpang Peristiwa,
Mencatat Peristiwa Menuai Hikmah” ini menyajikan kejadian sehari-hari.
Tapi penulis menyelaminya dari perspektif religius. Dr. Paul Budi
Kleden, SVD memberi apresiasi di dalam kata pengantar, “Saat berada di
simpang peristiwa, Freids Meko, SVD tidak hanyut di dalamnya ataupun
terseret oleh arus. Ia sanggup mengambil jarak imaginer, memandang
dari tempat tertentu, dan piawai memberi penilaian yang mendalam”
(halaman xxxiii).
Sistematika buku ini terdiri atas 4
bab. Antara lain, “Memaknai Realitas Sekitar,” “Memahami Raut
Negeriku Merah Darahku,” dan “Membaca Pesan dari Langit Suci.”
Sebagian besar artikel pernah dimuat di Majalah Bentara, Majalah Kana,
Majalah Hidup, Majalah Cermien, dan Dian Ende. Rentang waktu
penulisannya relatif lama, yakni dari tahun 1993-2011.
Paderi dari Serikat Sabda Allah
(SVD) ini juga berbagi pengalaman selama berada di Irlandia. Saat itu
sedang bulan suci Ramadhan. Karena terbiasa merasakan suasana puasa
saudara-saudari Muslim di tanah air, ia ingin segera pulang, “Alunan
adzan subuh dan adzan magrib yang mengingatkan manusia akan pentingnya
berpaling kepada Allah swt, dan realitas berbuka bersama keluarga
yang merupakan ungkapan rasa solidaritas, tidak saya alami di
negaranya kelompok band rock legendaries U2 tersebut.” (halaman 200).
Kemudian terkait aspek
kepemimpinan, Ketua Komisi Komunikasi SVD Jawa ini bersepakat dengan
pendapat HB. Mantiri, seorang Pangdam Udayana di Pulau Dewata. Ketika
dipercaya memangku amanah rakyat, Mantiri melakoni prinsip SUCCESS.
Kepanjangannya Spiritual, Unselfish (tidak egois), Cooperative (bekerjasama dengan orang lain), Courage (berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan), Establish (mapan dan mantap), Sacrifice (siap berkorban waktu, tenaga, dan bahkan nyawa), Soul Winner (identik dengan captatio benevolentiae, bisa memenangkan jiwa alias menarik simpati orang lain).
Penulis memerincinya lewat istilah Catur Muka.
Seorang pemimpin jempolan berperan sebagai komandan, bapak/ibu, guru,
dan sahabat. Mereka pun harus berjalan dengan dada sekaligus kepala.
Artinya, senantiasa menjaga keseimbangan antara daya nalar dan kekuatan
batin. Semua itu tercermin dari keluasan wawasan dan keputusan yang
tepat.
Buku setebal 249 halaman ini ibarat
tebu. Butuh kesabaran ekstra untuk memamah dan menyesap saripati
pesannya. Sebuah referensi apik untuk sejenak merenungi ziarah hidup
ini. Manusia memang hanya mekar sebentar tapi eksistensinya sungguh
menyiratkan berjuta makna. Sepakat dengan pendapat Romo Friedz Meko,
SVD, “Bila seseorang berhasil memberi makna bagi hidupnya, maka
niscaya ia tetap dikenang oleh generasi mendatang.” Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru bahasa Inggris di PKBM Angon (Sekolah Alam) http://www.angon.org/, Ekskul English Club di SMP Kanisius Sleman, TK Mata Air Yogyakarta).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar