Dimuat di:
WAWASANews, Jumat/22 Februari 2013
http://www.wawasanews.com/2013/02/anand-krishna-versus-keadilan-aparat.html
Chanel Bali, Jumat/22 Februari 2013
http://www.chanelbali.com/2013/02/representasi-perjuangan-jiwa-manusia.html
Majalah Potret Indonesia/22 Februari 2013
http://www.majalahpotretindonesia.com/index.php/khusus/opini/2291-representasi-perjuangan-jiwa-manusia-indonesia-modern
Aktivis spiritual lintas agama Anand
Krishna telah menyerahkan diri secara sukarela kepada petugas dari
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Sebab pria kelahiran
Surakarta 57 tahun silam tersebut tak ingin menyaksikan pertumpahan
darah di Padepokan Anand Ashram Ubud, Desa Tegalantang, Bali pada Sabtu
(16/2/2013) silam. Penulis 150 buku lebih tersebut langsung
diterbangkan ke Jakarta dan dibui di LP Cipinang.
Tim eksekutor dari Kejari Jaksel
dibantu 50 orang preman berbadan tegap. Menurut kesaksian Putu Puji
Astuti, jalannya penangkapan terhadap Anand dinodai tindak kekerasan
yang menimpa para murid dan pendukungnya. “Petugas melompati pagar dan
memaksa masuk, puluhan simpatisan Pak Anand dibanting petugas sehingga
mengalami luka fisik dan trauma psikis termasuk kaum perempuan,“ ujar
ketua IWAG Peace tersebut. Videonya dapat disimak di http://www.ustream.tv/recorded/29316678 http://www.youtube.com/watch?v=DATXpQL3eNs
Kendati demikian, Puji Astuti
menandaskan bahwa sesuai komitmen awal, Anand dan rekan lainnya akan
terus berjuang menegakkan keadilan dan menyebarkan semangat kasih
sayang dan perdamaian. “Bapak tidak ingin melihat ada tindak kekerasan,
apalagi harus menimpa para sahabat yang datang dari seluruh Indonesia
dan bahkan dunia,“ pungkasnya.
Kronologi kasus Anand Krishna
terbilang penuh lika-liku. Majelis hakim yang dipimpin Albertina Ho
pernah memutuskan pendiri Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB,
2006) tersebut tidak bersalah. Putusan bebas atas Anand dibacakan
dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel)
pada Selasa (22/11/2011).
Majelis hakim menjatuhkan putusan
ini pasca mendengarkan 16 saksi dan 5 saksi ahli yang dihadirkan Jaksa
Penuntut Umum (JPU) serta 8 saksi meringankan dan empat saksi ahli yang
dihadirkan pihak Anand. “Anand Krishna harus dibebaskan dari dakwaan
tersebut,” ujar srikandi hukum yang dikenal berintegritas dan jujur
tersebut.
Namun lantas JPU Martha Berliana
Tobing mengajukan kasasi dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam
putusan terhadap Krisna Kumar Tolaram Gang Tani alias Anand Krishna
tersebut terdapat kejanggalan, sebab Jaksa Penuntut Umum mencantumkan
kasus pidana merek sebagai salah satu alasan kasasi.
Seperti dalam salinan putusan Anand Krishna yang diunduh detikcom dari website MA pada Rabu (14/11/2012), dalam halaman 38 muncul pertimbangan JPU mengajukan kasasi sbb:
“Bahwa sebagai bukti bagi Judex
Juris tentang tidak pedulinya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa
Barat terhadap fakta hukum yang tertuang dalam tuntutan pidana kami
dapat dilihat dari putusan yang dibuat oleh Judex Facti Nomor
20/Pid/2006/PT.Bdg tanggal 21 April 2006 yang tidak secuil pun
menyinggung tuntutan pidana kami sehingga dengan demikian sungguh cukup
beralasan demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum untuk menganulir
putusan Nomor 20/Pid/2006/PT/Bdg tanggal 21 April 2006 yang dibuat oleh
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jawa Barat.”
Andi Saputra, jurnalis detikcom
kemudian melacaknya, ternyata nomor perkara 20/Pid/2006/PT.Bdg tanggal
21 April 2006 adalah sengketa pidana merek. Dalam berkas perkara MA
tersebut, duduk sebagai terdakwa Erik Mulya Wijaya. Erik didakwa atas
perbuatan yang melanggar pasal 24 ayat 1 UU No 5/1984 tentang
Perindustrian. Di tingkat kasasi, Erik dihukum 2 tahun penjara karena
menggunakan merek yang sama dengan merek yang terdaftar milik pihak
lain.
Nah, alasan kasasi JPU dalam perkara
Anand Krishna ternyata muncul dalam salinan putusan Anand Krishna.
Dalam salinan putusan Anand Krishna tersebut tertulis Panitera
Pengganti adalah Dulhusin dan Panitera Muda Pidana MA Machmud Rachmi.
Majelis kasasi yang terdiri dari Zaharuddin Utama dengan dua hakim
agung Achmad Yamanie dan Sofyan Sitompul sepakat Anand telah terbukti
bersalah mengapa bisa muncul pertimbangan pidana merek versi JPU di
putusan Anand Krishna? http://news.detik.com/read/2012/11/14/100955/2091191/10/astaga-jaksa-pakai-kasus-pidana-merek-untuk-kasasi-anand-krishna
Tak berhenti sampai di situ modus
pemalsuan dokumen di lembaga yudisial tertinggi di Indonesia tersebut,
beberapa waktu kemudian Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memvonis hakim
agung Ahmad Yamanie dengan sanksi pemberhentian secara tidak hormat.
Ahmad Yamanie secara sah terbukti melakukan tindak pelanggaran
pemalsuan berkas putusan PK terpidana bos narkoba Hengky Gunawan.
“Memutuskan, menolak pembelaan diri
hakim terlapor menyatakan Ahmad Yamani melakukan pelanggaran pedoman
kode etik perilaku hakim,” kata ketua majelis MKH Paulus Effendie
Lotulung, dalam sidang MKH di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jl Medan
Merdeka Utara, Jakarta pada Selasa (8/12/2012).
Dengan demikian Ahmad Yamanie
merupakan hakim agung pertama kali di Indonesia yang dipecat oleh
majelis MKH bentukan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung. Yamanie juga
melanggar putusan bersama MA-KY tentang pedoman perilaku hakim.
Kasus ini bermula, saat Henky
Gunawan adalah pemilik pabrik ekstasi di Surabaya. PN Surabaya memvonis
Hengky dengan 17 tahun penjara, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya
menghukum 18 tahun penjara dan kasasi MA mengubah hukuman Hengky
menjadi hukuman mati. Namun oleh Imron Anwari, Hakim Nyak Pha dan Ahmad
Yamani, hukuman Hengky menjadi 15 tahun penjara.
Simpati
Kembali ke kasus Anand Krishna yang
berlangsung selama 4 tahun lebih ini, Prof. M.A.S Hikam dalam situs
pribadinya mengatakan, “Nasib pejuang HAM dan tokoh spiritual Anand
Krishna (AK) sungguh menyedihkan. Upaya untuk menjebloskan beliau ke
bui secara paksa dan kekerasan pun dilakukan oleh pihak Kejaksaan.
Padahal cara-cara tersebut selain melanggar aturan hukum yang berlaku,
juga menampilkan arogansi dan kesewenangan.”
Lebih lanjut, menurut Menristek
pada era Gus Dur tersebut, “Kasus yang dihadapi Pak AK menjadi
perhatian internasional karena begitu banyak kecurangan dan pelanggaran
yang dilakukan pihak Jaksa sejak masih di PN Jaksel. Bahkan, putusan
bebas murni pun kemudian dilanggar dengan kasasi oleh MA yang
mencabutnya. Apa yang menimpa Pak AK adalah bukti nyata bahwa kendati
negeri ini telah mengalami reformasi, tetapi hukum belumlah menjadi
panglima.”
“Semoga Pak AK tetap bersabar dan
bertahan dalam melawan kesewenang-wenangan. Dan para pendukungnya pun
tidak terprovokasi oleh prilaku aparat. Saya yakin kebenaran pada
akhirnya akan menang, kendati kejahatan ditopang oleh kekuasaan sebesar
apapun,” tandas pria yang pernah bekerja sebagai peneliti LIPI tersebut
http://www.mashikam.com/2013/02/pemanggilan-paksa-dg-kekerasan-thd.html?spref=twv .
Sedangkan dari luar negeri, Sacha Stone yang berada di lokasi eksekusi turut menyampaikan pernyataan sikap, “In
this country, we cannot identify what is law or no law, what is just
or unjust. That’s why we have to bring this case to the international
court.” (Di sini, kita tak bisa membedakan mana yang sesuai hukum
dan mana yang melanggar hukum, apa yang adil dan apa yang tak adil.
Itulah sebabnya kita harus membawanya ke mahkamah internasional).”
Lebih lanjut menurut pendiri Humanitad Foundation, lembaga independen yang aktif mengadvokasi di 90 negara ini berpendapat, “Anand Krishna represents the struggle for the modern Indonesian soul - and must therefore be protected and defended.” (Anand Krishna merepresentasikan perjuangan jiwa manusia Indonesia modern, oleh sebab itu ia harus dilindungi dan diadvokasi.”
Akhir kata, penulis bersepakat
dengan keyakinan Andreas Susetya berikut ini, “Yang putih tetaplah
putih, yang bersih tetaplah bersih. Permata tetaplah sebuah permata,
yang kilau sinarnya akan tetap ada sepanjang masa. Sebagaimana hukum
tabur-tuai yang bersifat universal, setiap “tangan-tangan kotor”
pastilah akan mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan, cepat
atau lambat. Sama seperti bejana timbangan yang digunakan untuk
menghakimi, itu pula yang akan diterimanya. Kiranya nilai keadilan dan
kebenaran yang sejati akan dapat ditegakkan dalam diri kita
masing-masing. Juga dalam sistem pemerintahan di negara kita tercinta.”
Semoga…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar