Mei 16, 2013

Mengubah Gunung Masalah Jadi Lumbung Berkah

Dimuat di Sesawi.net, Jumat/17 Mei 2013

DALAM konsep long life learning, proses pembelajaran tak melulu terjadi di ruang kelas tapi juga dalam dinamika kehidupan sehari-hari. Durasinya pun berlangsung seumur hidup, selama hayat masih dikandung badan. Lewat buku ini, Yotam Sugihyono dan dr. Alvita Dewi berbagi kisah-kisah inspiratif kepada sidang pembaca. Isinya mengungkapkan perjuangan dan kerja keras orang-orang yang berhasil mengubah gunung masalah jadi lumbung berkah.

Antara lain kisah seorang anak kecil yang marah kepada ibunya. Sebab sepatunya rusak dan sang ibu belum mampu membelikan yang baru. Berhari-hari anak tersebut ngambek dan tak mau berbicara kepada ibunya. Hingga pada suatu hari, ia melihat seorang anak kecil yang tak lagi memiliki kaki, anak tersebut sedang meminta-minta uang recehan di pinggir jalan. Kemudian anak yang marah tadi sadar, ia pun meminta maaf kepada ibunya dan mengucap syukur karena hanya sepatunya saja yang rusak bukan kedua kakinya (halaman 87).

Selanjutnya, kisah seorang ibu rumah tangga. Ia suka uring-uringan kepada suami dan anak-anaknya karena mereka sering membuat onar di rumah. Mulai dari anak-anak yang enggan membersihkan diri sebelum tidur padahal tubuh mereka masih belepotan lumpur usai bermain hujan-hujanan di halaman, sampai suami yang langsung tidur di atas ranjang sepulang dari kantor padahal pakaian masih bersimbah peluh. Tiada hari tanpa omelan ibu tersebut. Sampai suatu hari sang suami tugas ke luar kota, anak-anak yang sedang libur juga diajak. Ibu rumah tangga tersebut merasa lega karena rumahnya jadi bersih dan rapi. Tapi dalam hati ia merasakan kesepian. Ternyata kebahagiaan sejati ialah saat bersama dengan orang-orang tercinta (halaman 88).

Cerita ketiga tentang seorang ibu tua yang sedang terapung-apung di tengah lautan lepas. Kapal yang ia tumpangi karam dan sebentar lagi akan segera tenggelam. Uniknya, wajah ibu tua itu tampak tenang dan tidak terbersit ketakutan seperti para penumpang lainnya. Lantas, salah seorang penumpang yang penasaran bertanya kepada ibu tua itu mengapa ia dapat bahagia walau nyaris tewas. Ibu tua itu menjawab begini, “Saya punya dua anak laki-laki, yang pertama telah meninggal beberapa tahun yang lalu dan yang kedua hidup dengan keluarga yang baik dan telah memiliki pekerjaan yang baik pula. Kalau saya selamat, saya bahagia karena dapat berjumpa dengan anak kedua saya. Tapi kalaupun saya harus mati tenggelam, saya juga akan berbahagia karena saya akan berjumpa dengan anak pertama saya di surga.” (halaman 88).

Artinya dari ketiga kisah di atas, cara pandang seseorang niscaya mengubah seluruh prilaku seseorang. Paradigma yang tepat sesuai konteks dapat menolong dalam keseharian aktivitas hidup dan akhirnya menentukan kualitas seluruh ziarah kehidupan kita di dunia ini. Senada dengan petuah Kahlil Gibran, “Orang-orang pesimis memandangi duri dan mengabaikan mawarnya. Orang-orang optimis memandangi mawar bukan sekadar durinya.”

Tak sekadar beretorika, Alvita Dewi pun telah membuktikan perubahan cara pandang (paradigm shift) tersebut. Ia pernah diundang sebagai narasumber dalam Talk Show populer Kick Andy karena berhasil menaklukkan kanker sebanyak dua kali. Saat ini, dr. Alvita sedang mengambil Program Pendidikan Dokter Spesialis Bagian Ilmu Kedoktean Nuklir di Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Sebelum menulis “School of Life”, dr. Alvita berduet dengan suami tercinta telah menulis buku “Menggapai Bintang-bintang Harapan” dan “Warrior of Life”. Buku kedua khusus memuat perjuangan para penyandang disabilitas yang mampu menjadi legenda hidup.

Lantas apa rahasia kesuksesan mereka? Ibarat kata pepatah Melayu, “Ala bisa karna biasa.” Dalam hidup ini pun banyak hal dapat dilakukan secara terus-menerus. Sehingga lama-kelamaan menjadi sebuah kebiasaan. Nah pada akhirnya, habit tersebut otomatis menjadi keahlian (skill). Dalam buku ini dikisahkan tentang kepiawaian seorang penjual minyak. Ia mengambil gayung yang penuh berisi minyak dan menuangkannya dari tempat yang cukup tinggi tepat ke arah mulut botol yang begitu kecil diameternya. Ternyata tak ada satu tetespun minyak yang tumpah dan terbuang percuma (halaman 59).

Tapi bagaimana kalau seseorang belum tahu apa skill-nya? Kuncinya satu, yakni menyitir petuah Paul Hersey – temukan sesuatu yang paling kau sukai dan jadikan itu karirmu. Latihan tekun selama bertahun-tahun niscaya menghasilkan seorang juara. Sebab senada dengan tesis Aristoteles, “Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang. Kemahiran bukanlah tindakan sporadis tapi sebuah kebiasaan yang dinamis.”

Buku setebal 133 halaman ini merangkum aneka peristiwa kehidupan yang sarat makna. Membaca setiap lembarnya niscaya membuat kita lebih bijak dalam menentukan langkah ke depan, dibuka dengan “Beranjak dari Titik Nol” dan dipungkasi dengan “Berkarya di Usia Tua”. “School of Life” merupakan referensi berharga untuk mengoptimalkan anugerah kehidupan yang telah diamanahkan-Nya. Sehingga sungguh dapat migunani (bermanfaat) bagi diri sendiri, sesama, dan segenap titah ciptaan. Selamat membaca!
 
Identitas buku:

Judul:  School of Life, 30 Pelajaran Kehidupan Inspiratif dari Tokoh dan Kisah Mendunia
Penulis: Yotam Sugihyono dan dr. Alvita Dewi
Penerbit: Visi Press
Cetakan: 1/2012
Tebal: 133 halaman
ISBN: 978-602-8073-68-4
Harga: Rp30.000

13687707111943283095

Tidak ada komentar: