Mei 15, 2013

Referensi Apik untuk Meniti ke Dalam Diri

Dimuat di Mjeducation.co edisi Cetak, bulan Mei 2013

Judul: Pohon Abadi, 100 Cerita Inspiratif dari Seluruh Dunia
Penulis: Margaret Silf
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: 1/ Februari 2012
Tebal: xii + 256 halaman
ISBN: 978-979-22-7956-6
Harga: Rp60.000

“Keberhasilan tampaknya merupakan seni bertahan ketika yang lain justru mengundurkan diri.” - William Feather

Saat membaca sampul depan buku ini saya penasaran, “Kenapa diberi judul Pohon Abadi?” Ternyata jawabnya dapat ditemukan di kisah No. 10 (halaman 27-29). Dahulu kala sebatang pohon mungil tumbuh di hutan belantara. Tatkala pohon itu bertambah sedikit tinggi, ia mulai menyadari keluasan langit yang membentang di atasnya. Selain itu, dari balik dedaunan ia bisa mengintip awan-awan putih berarak di angkasa, mereka seakan sedang menempuh petualangan yang begitu mengasyikkan. Ia memperhatikan pula burung-burung yang melintas. Langit, awan, dan burung - mereka semua menyampaikan pesan keabadian.

Kemudian, suatu hari lewatlah seorang penjaga hutan. Ia pria sederhana sehingga merasakan kalau pohon kecil itu sebenarnya tak bahagia. “Ada apa, pohon kecil?” tanya sang jaganawa. “Apa yang membuat jiwamu resah?” lanjutnya penuh atensi. Awalnya, pohon kecil sedikit bimbang, tapi akhirnya ia mengungkapkan kegalauan hatinya, “Aku ingin sekali hidup abadi…”

Seiring waktu kian lama si pohon mungil semakin besar dan kuat. Sang jaganawa melewatinya lagi. Kemudian ia bertanya kembali, “Apakah kamu masih ingin hidup abadi?” “Ya! Aku masih ingin hidup abadi!” seru pohon tersebut lantang. Kemudian, penjaga hutan itu mengatakan satu prasyarat, “Aku bisa membantumu menjadi abadi asalkan engkau mengizinkan aku untuk menebangmu.”

Pohon terperanjat kaget. Dalam hati ia membatin, “Aku ingin hidup abadi kok malah ia hendak memotong batangku?” Tapi setelah merenung beberapa saat, ia menganggukkan kepala. Keesokan harinya, jaganawa membawa kapak yang sangat tajam. Hanya butuh beberapa tebasan untuk menumbangkan pohon itu. Lantas kayunya diiris tipis-tipis. Setelah itu, irisannya dihaluskan, dibentuk, dan dipoles dengan vernis.

Dalam hati, pohon itu menjerit kesakitan, tapi nasi sudah menjadi bubur. Ia memasrahkan dirinya pada sang pembuat biola. Selama bertahun-tahun, ia hanya berbaring di dalam kotak alat musik. Untuk menghibur hati yang gundah-gulana, ia mengenang kembali masa-masa indah selama masih berada di hutan. Ia juga menyesal kenapa terlalu percaya pada jaganawa.

Namun semua berakhir indah bagi mereka yang sabar. Biola tersebut diambil oleh empunya. Tangan lembut membelai tubuhnya dengan penuh perasaan. Ia bergetar saat busur aneh menggesek-gesek dadanya. Getaran itu beresonansi menjadi alunan merdu. “Kayuku telah berubah menjadi musik,” pekiknya riang. Tak lupa ia sangat berterima kasih kepada jaganawa.

Singkat cerita, musik itu menggema ke seantero dunia. Menjalar dari satu hati ke kalbu lainnya. Nada-nada cinta mengingatkan semua orang pada dedaunan yang bergemerisik, awan yang berarak, kepakan sayap burung, langit biru yang membentang, dan kepada Pohon Abadi (halaman 29).

Margaret Silf mengelompokkan 100 kisah inspiratif seturut tema tertentu. Bagian Takdir berisi 12 cerita, Mutiara Dalam Kehidupan (11), Kemenangan Kebaikan atas Kejahatan (13), Nilai Abadi (10), Peringatan-peringatan (15), Seni Hidup (10), Kesabaran dan Kegigihan (11), Pengorbanan (11), dan Hubungan Antarmakhluk (7). Cerita dibuka dengan “Persahabatan yang Indah” (hal 2- 4) dan dipungkasi dengan "Horee.. yang Membahana" (hal 247-249).

Buku ini memuat pula petuah bijak Romo Anthony de Mello SJ. Isinya menganalogikan konsep Kawulo Manunggaling Gusti. Alkisah sebuah boneka garam telah menempuh pengembaraan panjang di daratan. Hingga sampailah ia di tepi pantai. Boneka itu bertemu dengan hamparan lautan.

Boneka garam itu bertanya kepada samudera, “Apakah engkau?” “Akulah lautan,” jawab samudera. Boneka itu bertanya lagi, “Aku tak mengerti, tapi aku ingin bisa mengalami. Bagaimana caranya? Sang lautan menjawab, “Sentuhlah aku…masukilah aku…” (halaman 13).

Sedikit demi sedikit butiran-butiran garam di tubuh boneka itu larut dalam air laut. Ia juga mengalami pemahaman yang lebih mendalam (insight) ihwal hakikat dirinya. Boneka itu tahu bahwa - meskipun sangat kecil - ia merupakan bagian dari lautan yang begitu luas.

Cerita-cerita dalam buku setebal 256 halaman ini ibarat tebu. Pembaca perlu mengunyahnya berkali-kali untuk mencecap manisnya gula. Pesan yang tersirat begitu mendalam. Pohon Abadi merupakan referensi apik untuk perjalanan meniti ke dalam diri. Sebab menyitir wejangan Roy Disney, “Tidak sulit mengambil keputusan bila Anda tahu apa saja nilai-nilai yang Anda anut.” Selamat membaca!


Tidak ada komentar: