Dimuat di Majalah Pendidikan Online Indonesia, Minggu/5 Mei 2013
“Di bayang wajahmu,
kutemukan bahasa kasih, yang terungkapkan dengan pasti di masa lalu…Kau
mainkan untukku, sebuah lagu tentang negeri di awan, di mana kedamaian
menjadi istananya…”
Anda tentu familiar dengan kutipan tembang di atas. Ya,
betul sekali, judulnya “Negeri di Awan” yang dinyanyikan oleh Katon
Bagaskara. Penyanyi asal Yogyakarta tersebut memang piawai menggubah
lagu dengan syair nan puitis.
Ketika
minggu pagi lalu (20/4/2013) penulis berdiri di puncak Nglanggeran
yang berkoordinat GPS S7°50’26.052″ E110°32’41.964″ dan memandang
hamparan awan putih di sekitar Gunung Api Purba itu sontak teringat
lanjutannya, “Dan kini kau bawa aku menuju ke sana…”
Gunung
Nglanggeran merupakan peninggalan kawah vulkanik yang pernah aktif
puluhan juta tahun silam. Letaknya di Desa Nglanggeran, Patuk,
Gunungkidul. Lokasi tersebut bisa ditempuh dalam waktu sejam dengan
kendaraan bermotor dari pusat kota gudeg.
tetap hijau dan subur. Sebagian besar penduduk setempat menggantungkan hidup dari berladang, beternak dan menanam padi di sawah.
Berdasarkan
pengamatan penulis, Gunung Nglanggeran lebih tepat disebut pegunungan.
Karena daerah tersebut berupa deretan gunung batu raksasa dengan
pemandangan eksotik mirip Grand Canyon. Bentuk dan nama kontur
pahatan alam tersebut dinamai sesuai bentuknya, antara lain Gunung
Wayang, Gunung 5 Jari, dan Gunung Kelir.
Secara lebih detail berikut ini aneka tempat di Pegunungan Nglanggeran:
Gunung Kelir
Disebut Gunung Kelir karena
bentuk dari gunung tersebut menyerupai kelir/layar. Tempat ini
dipercaya sebagai petilasan dari Ongko Wijoyo dan Punokawan (Semar,
Petruk, Gareng, Bagong)
Sumber Air Comberan
Sebuah
mata air yang tidak pernah mengalami kekeringan di Puncak Gunung
Nglanggeran. Di sana terdapat tempat pemujaan untuk mendapatkan anugerah
dari Sang Pencipta bagi mereka yang memiliki keinginan (cita-cita).
Tepat di samping sumber Comberan terdapat pertapaan untuk melakukan ritual Prehatin. Biasanya pada hari-hari tertentu yang diyakini mempunyai nilai mistis (Seloso Kliwon,
malam Jemuah Kliwon) berduyun-duyun wisatawan datang untuk melakukan
ritual tersebut. Air di Sumber Comberan diyakini dapat membuat awet muda
jika digunakan untuk membasuh wajah.
Tempat
tersebut juga digemari pelancong karena iklimnya yang sejuk. Di sana
masih ada Tangga Tataran yang dibuat pada zaman Jepang. Konon daerah
itu dulunya pernah dipakai sebagai tempat persembunyian tentara Jepang.
Gunung Gedhe
Sesuai dengan namanya Gunung
Gedhe merupakan gunung terbesar diantara gunung-gunung lainnya. Inilah
puncak tertinggi dari Gunung Nglanggeran. Para pendaki sering
menggunakan tempat ini untuk tempat istirahat dan berkemah.
Pemandangan
luas terlihat jelas dari puncak tertinggi tersebut. Posisi yang sangat
strategis di tengah-tengah Gunung Nglanggeran ini menjadi primadona
para fotografer karena mereka bisa mengabadikan keindahan ciptaan Tuhan
YME dari berbagai sudut pandang.
Gunung Bongos
Tempat untuk meletakkan
Blencong, alat penerangan yang berfungsi untuk menghidupkan bayangan
wayang dilayar. Gunung tersebut berwarna hitam menyerupai arang.
Gunung Blencong
Gunung menyerupai Blencong.
Alat penerangan/lampu yang konon dipakai Kyai Ongko Wijaya saat
berkumpul dengan para Punokawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong).
Gunung Buchu
Gunung yang bentuknya lancip.
Menurut keyakinan masyarakat setempat, gunung tersebut berasal dari
Puncak Gunung Merapi yang dipindah oleh Punokawan. Lantas, mereka
meletakkannya di Desa Kemadang Gunungkidul. Para Punokawan memikulnya
dengan kayu jarak.
Bentuknya
yang tinggi dan runcing menjadikan Gunung Buchu sebagai tempat favorit
atlet panjat tebing. Kendati demikian, sampai saat ini pendaki yang
berhasil menaklukkannya masih bisa dihitung dengan jari. Baru 3 tim
pendaki yang sukses menancapkan bendera di puncak Gunung Buchu.
Tlogo Wungu
Hanya orang-orang tertentu
yang dapat mengetahui keberadaannya. Pengunjung yang datang harus
benar-benar bersih dan betah menjalankan laku Prehatin. Nah baru
mereka akan mengetahui keberadaan Tlogo Wungu, konon letaknya di
sebelah ujung timur Gunung Nglanggeran.
Tlogo Mardhido
Tempat pemandian Jaran
Sembrani tunggangan Widodari yang sedang turun dari kahyangan. Di sana
terdapat tapak kuda yang membekas di atas bebatuan.
Talang Kencono
Talang air dari Tlogo Mardhido sampai Jimatan Kota Gedhe Yogyakarta.
Pemean Gadhung
Mitos dinamakan Pemean Gadhung
karena batang gadhung tersebut ujungnya sampai di puncak gunung
Merapi. Tempat ini sekarang dihuni banyak monyet, kelelawar dan juga
ular.
Mitos-mitos
memang menjadi bagian dari realitas hidup masyarakat setempat. Menurut
Mbah Redjodimulyo selaku sesepuh yang tinggal di Nglanggeran, Dusun
Tlogo Mardidho yang ada di puncak hanya boleh dihuni oleh 7 kepala
keluarga. Jika kepala keluarga yang tinggal di dusun ini kurang atau
lebih maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Oleh sebab
itu, jika anak-anak mereka sudah berkeluarga maka keluarga baru
tersebut harus segera meninggalkan Dusun Tlogo Mardhido.
Dalam tradisi kejawen angka tujuh memang memiliki makna tersendiri. Pitulungan
berarti pertolongan. Tapi bukan memohon pertolongan dari makhluk gaib
melainkan dari Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, tujuh juga merupakan
lapisan-lapisan kesadaran dalam diri manusia atau biasa disebut chakra.
Mulai dari chakra dasar (di dekat tulang ekor) hingga chakra mahkota
(beberapa sentimeter di atas kepala).
1-1,5 jam saja. Medan ini sangat cocok bagi para tracker pemula karena memang relatif mudah. Bahkan di sepanjang rute sudah tersedia undak-undakan
dan tali pegangan. Kendati demikian, bila turun hujan pengunjung harus
ekstra hati-hati karena tanah liat menjadi becek dan licin.
Sepanjang
perjalanan kita disuguhi panorama alam nan cantik. Sejauh mata
memandang tampak hamparan awan, jajaran gunung batu, perkampungan warga
dusun, serta hijaunya sawah dan ladang. Bahkan saat senja tiba, kota
Yogyakarta akan terlihat laksana lautan kunang-kunang. Taburan cahaya
bintang dan gemerlap lampu kota berpadu menciptakan suasana romantis.
Terakhir tapi penting, berapa biaya
untuk menikmati seluruh keindahan alam dan khasanah budaya tersebut?
Hanya dengan Rp 3.000 (siang hari) dan Rp 5.000 (malam hari) Anda bisa
merasakan sensasi tak terkatakan negeri di atas awan Puncak
Nglanggeran.
Sumber Foto: Dok Pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar