Dimuat di Radar Seni, Sabtu/11 Mei 2013
Resensi ini saya ikutsertakan
dalam lomba resensi buku Penerbit Percetakan Pohon Cahaya 2013. Mohon
dukungan teman-teman untuk me-like, membubuhkan komentar, dan men-share-kannya. Deadline 30 Juni 2013. Matur nuwun
Judul: Hypno Visual
Penulis: Krishnamurti dan Vanditya P. Niestra
Penerbit: Pohon Cahaya Yogyakarta
Cetakan: 1/April 2012
Tebal: 192 halaman
ISBN: 978-602-9485-19-6
Harga: Rp75.000
Penulis: Krishnamurti dan Vanditya P. Niestra
Penerbit: Pohon Cahaya Yogyakarta
Cetakan: 1/April 2012
Tebal: 192 halaman
ISBN: 978-602-9485-19-6
Harga: Rp75.000
Pada dasarnya pikiran manusia berinteraksi dengan dunia luar lewat 3 medium. Pertama, secara visual (gambar). Kedua, lewat feeling(perasaan).
Ketiga, dalam bentuk suara (audio). Jadi kalau disingkat menjadi GPS
(Gambar, Perasaan, Suara). Gambar ditangkap oleh indera penglihatan
(mata), perasaan ditangkap oleh indera penciuman (hidung), peraba
(kulit), dan pencecap (lidah), sedangkan suara ditangkap oleh indera
pendengaran (telinga).
Membaca buku “Hypno Visual” ini, kita
niscaya dapat mengoptimalkan kelima fungsi indera tersebut. Secara
visual, foto-foto hasil jepretan Vanditya P. Niestra sungguh jeli
menangkap keindahan. Pasca terbuai oleh warna-warni yang tersaji di
halaman sebelah kiri, arahkan pandangan mata ke halaman sebelah kanan. Selanjutnya, kita akan diajak menyelam ke kedalaman makna lewat
kata-kata Krishnamurti.
Misalnya pada halaman 62-63. Tampak
gambar seorang bakul jamu gendong melintasi jalanan tanah di daerah
pedesaan. Tangan kanannya menenteng ember plastik biru muda berisi air
untuk mencuci gelas-gelas yang telah dipakai para pembeli. Sebagai
latar belakang foto ijo royo-royo dedaunan hijau. Lantas, ada
beberapa baris kata mutiara di halaman sebelah kanan yang berbunyi,
“Saat hidup ini ikhlas…Pekerjaan sederhanapun…akan berhikmah bagi umat
manusia.”
Sekilas ihwal profil para penulis,
mereka berdua adalah sahabat karib sejak masih duduk di bangku sekolah
dasar (SD). Kebetulan Krishnamurti dan Vanditya P. Niestra sama-sama
berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Di kota empek-empek tersebut
mereka melanjutkan sekolah di SMP Xaverius II. Karena memiliki minat
yang sama, mereka sering mengerjakan PR bersama, belajar kelompok,
membuat majalah dinding, prakarya dan aneka kerajinan tangan dari koran
bekas, tanah liat, serta aneka barang bekas yang masih bisa
dimanfaatkan. Bahkan pernah suatu ketika mereka mendapat nilai 10
(sepuluh) dari Ibu Guru dalam pelajaran menggambar.
Selepas lulus SMP mereka berpisah demi mengejar cita-cita masing-masing. Namun akhirnya kembali bersua lewat jejaring sosial Facebook
pada tahun 2011 silam. Krisnamurti telah menjadi Motivator kaliber
nasional, sedangkan Vanditya P. Niestra selain bekerja di jajaran
Managemen Puncak sebuah perusahaan properti terkemuka di Indonesia juga
menggeluti dunia fotografi. Lalu, mereka bersepakat menyatukan potensi
masing-masing individu. Sehingga lahirlah karya ini, simbiosis
mutualisme antara kata dan gambar alias Hypno Visual.
Pada halaman 126-127 ada sebuah foto
unik. Seseorang yang menaiki sepeda motor mendorong temannya yang
mengendarai sepeda kayuh di jalanan beraspal. Lantas, petuah bijaknya
begini, “Yang cepat harusnya mendorong yang lambat, biar tibanya sama…”
Di zaman yang penuh kompetisi, saling sikut, dan menghalalkan segala
cara, nilai keutamaan warisan leluhur seperti alon-alon waton kelakon memang kian terpinggirkan. Padahal kebersamaan, tolong-menolong, dan gotong-royong ibarat oase di padang gersang modernitas.
Sistematika buku ini terdiri atas 91
pasang foto dan petuah-petuah bijak. Semua merupakan refleksi kehidupan
yang sarat makna. Ternyata gabungan antara kekuatan visual dan
berbahasa (hypno) dapat membuat pembaca menitikkan air mata, berdecak
kagum, geleng-geleng kepala, dan memperoleh inspirasi baru. Misalnya
di halaman 136-137 tersaji gambar pohon kelapa di pinggih pantai. Walau
sudah doyong ke samping kiri dan tak tegak lagi, tapi akarnya masih
tertancap dalam. Sebab, “Tidak mudah merobohkan pohon yang akarnya
sudah tertanam sangat kuat…”
Selanjutnya ada juga pesan filosofis
termaktub dalam buku ini. Di halaman 122-123 memuat potret kehidupan
malam di sebuah kota metropolitan. Lampu-lampu gedung bertingkat
menambah semarak suasana. Lantas, Krishnamurti menambahkan sebaris kata
mutiara, “Gemerlap muncul karena ada gelap.” Bukankah pasca segala
kesulitan lewat, niscaya datang sederet kemudahan? Begitupula
sebaliknya, itulah dualitas kehidupan yang harus direngkuh dan
senantiasa disyukuri.
Silakan membuka secara acak buku
setebal 192 halaman ini, maka Anda akan mendapatkan inspirasi-inspirasi
segar. Isinya dapat membuat mata enggan berkedip, nafas tertahan, wajah
terhenyak, mulut menganga, dan jantung berdetak pelan. Nah saat itulah
ada kesempatan untuk menanamkan makna baru di relung batin.
Buku ini layak dibaca oleh siapa saja
yang tengah dirundung kegalauan. Ibarat secangkir teh hangat, dengan
meminumnya dapat memberi kelegaan dan penghiburan. Sebab hidup ini
bukan arena balapan yang menuntut manusia untuk selalu ngebut
tancap gas. Ada saat untuk rehat bersandar sejenak agar diperoleh
tenaga yang lebih besar guna mengarungi samudera kehidupan yang luas.
Selamat membaca! (T. Nugroho Angkasa S.Pd, Guru Bahasa Inggris PKBM
Angon (Sekolah Alam), Ekskul English Club TK Mata Air dan SMP
Kanisius, Sleman, Yogyakarta) ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar